Padangsidimpuan (Pewarta.co) – Suasana mencekam menyelimuti Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Padangsidimpuan (Psp) pada Rabu, 25 Juni 2025, pukul 10.00 WIB. Ribuan anggota Aliansi Pemersatu Kota Padangsidimpuan yang terdiri dari mahasiswa dan pemuda, melakukan aksi mahasiswa Kejari Padangsidimpuan dengan berorasi menuntut transparansi dan keadilan terkait penanganan kasus dugaan pemotongan Anggaran Dana Desa (ADD) tahun 2023. Aksi ini menyoroti kekalahan Kejari dalam praperadilan yang dinilai menghambat penuntasan kasus korupsi.
Aksi mahasiswa Kejari Padangsidimpuan ini dipicu oleh kekalahan Kejari Padangsidimpuan dalam putusan praperadilan (prapid) atas penetapan Mustapa Kamal Siregar dan Husin Nasution yang terkait dalam kasus pemotongan ADD tahun 2023. Mahasiswa menyatakan kekecewaan mendalam, sebab sudah berulang kali mereka mendatangi kantor Kejari untuk menanyakan perkembangan kasus ADD tersebut, namun tak pernah mendapat jawaban yang jelas.
Kekecewaan Mahasiswa: Aktor Utama Belum Tersentuh Hukum
Kekecewaan mahasiswa memuncak karena dugaan aktor-aktor utama di balik pemotongan ADD dari seluruh Kepala Desa, yang ditaksir berjumlah miliaran rupiah, belum ada yang ditangkap bahkan ditetapkan sebagai tersangka. Ironisnya, hanya seorang pegawai honorer di Kantor Dinas Pemerintah Desa (Pemdes) berinisial AN yang telah dihukum 5 tahun penjara, dianggap sebagai “tumbal” dalam kasus ini.
“Kami menduga Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan asal-asalan menangani kasus yang merugikan negara puluhan miliar tersebut. Terbukti, aparat Kejaksaan di Kejari Padangsidimpuan salah dalam menentukan tersangka. Memalukan!” ujar salah seorang orator dalam aksi mahasiswa Kejari Padangsidimpuan ini.
Tuntutan Tegas dan Kekecewaan Terhadap Sikap Kejari
Mahasiswa yang berorasi menuntut agar Kajari Padangsidimpuan, Lambok Sidabutar, S.H., M.H., bersedia menjumpai mereka secara langsung, bukan hanya menyuruh stafnya menjaga pintu gerbang. “Kami tak mau mendengar jawaban dari siapa pun selain dari Kajari langsung. Bila Kajari tak mau menjumpai kami sekarang dan berdiskusi soal kasus ADD tahun 2023, kami akan datang berdemo lagi dengan jumlah lebih besar minggu depan,” tegas orator, menunjukkan ancaman akan eskalasi aksi.
Mahasiswa juga sangat menyesalkan pihak Kejaksaan yang menutup pintu gerbang dan tidak memperbolehkan mereka masuk ke pekarangan kantor. “Percuma kalian mengetahui hukum, apa ada larangan masuk ke pekarangan kantor untuk menyampaikan aspirasi? Yang dilarang adalah perkantoran vital negara. Kejari Padangsidimpuan ini bukan kantor vital,” teriak orator lagi, menyuarakan rasa frustrasi.
Lima Poin Tuntutan Aliansi Pemersatu Kota Padangsidimpuan
Pada akhirnya, Aliansi Pemersatu Kota Padangsidimpuan berhasil menyampaikan lima poin tuntutan utama mereka, diantaranya:
- Kejaksaan Padangsidimpuan harus menindaklanjuti putusan praperadilan, di mana pihak Kejari Psp tidak dapat membuktikan alat bukti yang dijadikan sebagai dasar penetapan tersangka.
- Kejari harus memberikan penjelasan detail terkait kasus ADD TA 2023.
- Kejari Psp segera menetapkan aktor intelektual dalam kasus tersebut.
- Meminta agar Kajari mengundurkan diri karena dinilai tidak mampu melaksanakan tugasnya.
- Agar Kejari Psp memeriksa semua Kepala Desa di Kota Psp terkait kasus ini.
Penyampaian aspirasi ini mendapat pengawalan ketat dari Polres Padangsidimpuan dan Koramil 01 Kota Padangsidimpuan. Aksi ini diketahui dan dikoordinir oleh sejumlah pimpinan organisasi, termasuk Ketum GEN-ANTI Korupsi, Ikhsan Fauzi; Ketum PB MARTIL, Fandi Marzuki Rangkuti; Ketum AMPUN Tabagsel, Ryan Bahari; Ketum GMOHR, Azhari Robiansyah. Pelaksanaan di lapangan dipimpin oleh Koordinator Lapangan Marwazi Tanjung dan Koordinator Aksi Risky Muda.
Hingga berita ini diturunkan, aksi tersebut berakhir tanpa ada pertemuan langsung antara para pendemo dan Kajari. Situasi di lokasi aksi masih kondusif, namun penuh kewaspadaan. (Rts/red)