Medan (Pewarta.co)-Kepala Satuan Lalu Lintas (Kasatlantas) Polrestabes Medan, AKBP I Made Parwita berjanji akan menindak tegas anggota yang melakukan pungatan liar (Pungli).
Pengagasan itu disampaikan AKBP I Made Parwita menyusul video dugaan pungli yang dilakukan seorang anggota Satlantas Polrestabes Medan viral di media sosial.
Polisi yang disebut-sebut dalam video itu, berinisial Aiptu R. Napitupulu, tertangkap kamera diduga meminta uang kepada pengendara sebagai ‘uang damai’.
AKBP I Made Parwita juga tidak membantah bahwa sosok dalam video merupakan anggota kesatuannya.
Namun, ia belum mau bicara banyak soal sanksi.
“Aiptu R. Napitupulu masih diperiksa secara intensif oleh Unit Paminal. Jika terbukti melakukan pungli, tentu akan ada konsekuensi. Mulai dari penempatan di patsus, demosi, hingga dipindahkan dari Satlantas,” tegas Made di Medan, Senin, (4/8/2025).
Alih-alih memberikan klarifikasi tegas, Made justru menyampaikan bahwa pengendara yang diberhentikan di kawasan Jalan Pemuda, Medan Kota, pada Minggu sore 3 Agustus 2025 memang melakukan pelanggaran.
“Yang dibonceng tidak memakai helm dan pengendara tidak memiliki SIM. Hanya membawa STCK dari Ditlantas Polda Sumut,” katanya.
Namun anehnya, dalam peristiwa tersebut, petugas tidak menerbitkan surat tilang.
“Pengendara tidak diberikan sanksi tilang,” kata Made singkat.
Video yang beredar menunjukkan percakapan antara anggota polisi dan pengendara, di mana terdengar kalimat diduga dari petugas.
“Dikasih uang seratus, selesai urusannya.” Ungkapan itu langsung memantik kemarahan publik di media sosial yang menilai tindakan aparat jalanan semakin jauh dari semangat reformasi Polri.
Made berdalih pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan Propam.
Ia juga menegaskan tidak akan menoleransi praktik pungli di lingkungan jajarannya.
“Kalau terbukti, pasti ditindak,” ujarnya.
Pernyataan ini bukan kali pertama keluar dari mulut pejabat kepolisian.
Namun, ketiadaan sanksi tegas di depan publik kerap menjadikan janji-janji semacam ini terdengar kosong.
Apalagi dalam kasus kali ini, pelanggaran lalu lintas justru ditangani dengan ‘uang damai’, tanpa mekanisme resmi.
Lagi-lagi, hukum di jalan raya tunduk pada lembaran rupiah.(red)