Medan (Pewarta.co) – Ada banyak hal yang selalu diidentikkan dengan bulan Ramadhan, salah satunya adalah takjil. Selain diperjual belikan, takjil juga kerap dibagikan secara gratis sebagai bentuk sedekah dan berbagi rezeki antar sesama manusia.
Salah satunya adalah gerakan yang dilakukan Persatuan Kebangsaan Pelajar Mahasiswa di Indonesia (PKPMI) Medan bersama Tourism Malaysia Medan dengan tagline “Lebih Banyak Memberi, Lebih Luas Pintu Rezeki” membagi-bagikan takjil4U, Sabtu (23/4/2022).
Takjil yang dibagi-bagikan itu berupa bubur khas Melayu, Bubur Lambuk. Makanan yang kaya rempah ini terbuat dari beras, daging sapi cincang, kacang hijau, bawang merah, bawang putih, jahe, udang kering, air, santan, wortel, seledri, minyak samin, lada hitam, bubuk jintan, kapulaga, kayu manis, cengkeh, dan garam.
Untuk lebih menambah selera, bubur lambuk juga bisa diberi berbagai toping seperti bawang goreng, seledri, daun bawang, telur rebus, dan kerupuk.
“Bubur lambuk ini menjadi lambang perpaduan dan kesatuan bagi penganut Islam di Negeri Jiran, seperti yang dilakukan PKPMI saat ini,” kata Konsul Pelancongan/Direktur Tourism Malaysia di Medan Hishamuddin Mustafa, Minggu (24/4/2022).
Konsulat Jenderal Malaysia di Medan membantu dalam penyediaan tempat untuk memasak Bubur Lambuk tersebut.
“Bubur Lambuk dimasak secara bergotong royong dan cukup memakan waktu yang lama dalam proses memasaknya,” kata Hishamuddin.
Bubur Lambuk yang telah siap dimasak kemudian dibungkus rapih dan dibagikan selain kepada semua pihak yang telah ikut serta juga kepada warga sekitar Kota Medan dan juga panti asuhan. Tak hanya takjil, ada juga sumbangan berupa sembako yang telah dikumpulkan sebelumnya oleh pihak PKPMI Medan.
Hishamuddin mengungkapkan, ‘Takjil4U’ atau program Agihan Bubur Lambuk ini merupakan program yang pertama kali diadakan PPKMI Medan untuk menghidupkan kembali aktivitas mahasiswa Malaysia yang berada di Medan.
Dituturkannya, menurut sejarah, Bubur Lambuk telah ada sejak zaman Kesultanan Melayu Melaka pada abad ke-15, ketika Parameswara yang kemudian dikenal sebagai Sultan Iskandar Shah setelah memeluk agama Islam menerima kunjungan Maharaja Hun Jen dari Kamboja yang menginginkan sejenis makanan yang mudah untuk ditelan namun tetap terasa enak dan berkhasiat.
“Ada lagi sumber lain yang mengatakan bubur lambuk mulanya dihidangkan di Malaysia, di kawasan Kampung Baru, Kuala Lumpur, oleh seorang juru masak bersama Said pada 1950-an dengan versi bubur lambuk berempah seperti yang dikenal saat ini,” katanya.
Bubur ini umumnya hanya disediakan sekali dalam setahun atau pada momen-momen tertentu karena merupakan hidangan khas bangsawan yang dibagikan kepada khalayak ramai.
Namun seiring perkembangan zaman, bubur ini kemudian dicoba untuk diadaptasi oleh masyarakat sekitar dengan tanpa menggunakan daging yang merupakan barang mewah pada masa itu.
“Pada saat ini penyajian bubur lambuk dilakukan secara bergotong-royong di masjid sebelum berbuka puasa, sepanjang bulan Ramadhan,” sebutnya. (gusti)