Medan (Pewarta.co) — Suasana tegang dan penuh perlawanan menyelimuti kawasan Jalan Alumunium, Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli, pada Senin, 23 Juni 2025. Ribuan warga dari Lingkungan 16, 17, dan 20 turun ke jalan dalam aksi orasi besar-besaran, secara tegas menolak praktik mafia tanah Medan Deli yang diduga hendak menguasai lahan tempat tinggal mereka. Protes ini menjadi simbol perjuangan masyarakat mempertahankan hak atas tanah warisan leluhur.
Massa memadati ruas jalan di sekitar SPBU Jalan Alumunium, menimbulkan kekhawatiran akan potensi gangguan keamanan. Meskipun demikian, gelora perlawanan warga tak sedikit pun surut. Orasi dan teriakan lantang menggema di udara, menyuarakan satu pesan jelas: warga tidak akan menyerahkan sejengkal pun tanah yang mereka diami selama puluhan tahun kepada pihak yang mereka duga sebagai mafia tanah.
Gelombang Perlawanan: Suara Rakyat Menuntut Keadilan
Semangat perlawanan warga membakar emosi di tengah kerumunan. “Hidup dan lahir kami di Tanjung Mulia ini, tidak sejengkal tanah pun rela kami berikan kepada mafia tanah. Merdeka…! Merdeka…! Merdeka!” teriak Hiber Marbun (48), salah satu orator warga, dengan penuh semangat, membakar semangat massa yang hadir.
Situasi semakin memanas saat Agus Irianto (65), tokoh masyarakat yang dikenal vokal, naik ke atas mobil komando. Ia mengecam keras pihak-pihak yang mencoba mengklaim lahan secara sepihak. “Warga merasa memiliki tanah ini secara sah dan berhak mempertahankannya. Sampai berdarah-darah pun akan kami pertahankan. Mafia tanah jangan coba-coba mengusik kami!” serunya sambil menggenggam toa dengan tangan bergetar, menunjukkan tekad bulat warga.
Tuduhan Klaim Sepihak dan Modus Terorganisir
Warga menuding bahwa klaim sepihak atas tanah mereka adalah bagian dari skema sistematis. Mereka meyakini praktik ini melibatkan oknum tertentu, baik dari kalangan pejabat maupun preman lapangan. Klaim bahwa wilayah tersebut merupakan “tanah kosong” atau “tidak berpenghuni” ditepis keras oleh warga yang telah mendiami lokasi itu selama puluhan tahun.
“Tanah di Lingkungan 16, 17, dan 20 ini bukan milik Parinduri. Kami sudah tinggal di sini sejak lama. Kalau dibilang tidak berpenghuni, itu bohong besar. Ini kerja mafia tanah, dan kita semua harus lawan!” tegas Zul (48), warga setempat, mengindikasikan adanya indikasi permainan terstruktur dan terorganisir.
Dalam orasi tersebut, warga juga menyinggung adanya indikasi permainan terstruktur dan terorganisir dalam upaya pengambilalihan lahan. Mereka meyakini bahwa praktik ini telah berlangsung secara diam-diam selama beberapa waktu terakhir, tanpa sepengetahuan atau persetujuan warga.
Kesiagaan Komunitas dan Seruan kepada Aparat
Saat ini, ribuan warga tetap bersiaga penuh di lingkungan mereka. Sebagai bentuk pertahanan diri, mereka telah mendirikan pos jaga swadaya di masing-masing lingkungan, menjaga wilayah siang dan malam guna menghalau segala bentuk intimidasi maupun tindakan ilegal yang mengancam tempat tinggal mereka.
Aksi ini menjadi sinyal keras bagi aparat penegak hukum, pemerintah kota, dan lembaga terkait. Warga menyerukan agar pihak berwenang segera turun tangan dan mengusut tuntas dugaan praktik mafia tanah Medan Deli yang dinilai sudah sangat meresahkan masyarakat. Mereka berharap adanya tindakan cepat untuk menegakkan keadilan.
Pantauan di lapangan menunjukkan, sejumlah personel kepolisian terlihat berjaga di depan SDN 060873, Jalan Krakatau Ujung. Kehadiran aparat ini bertujuan untuk mengantisipasi potensi kericuhan lebih lanjut. Hingga berita ini diturunkan, situasi di lokasi aksi masih kondusif namun tetap diwarnai kewaspadaan tinggi dari pihak warga.