Banda Aceh (pewarta.co) – Hari ini, kami dari Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (ALAMP AKSI Provinsi Aceh) menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Aceh untuk menyuarakan derita dan penindasan yang dialami oleh para pekerja serta masyarakat di Kabupaten Aceh Singkil akibat ulah dua perusahaan yang kami anggap telah merampas hak rakyat: PT. Ensem Lestari dan PT. Nafasindo.
PT. Ensem Lestari: Gaji Murah, Limbah Mencemari, Aturan Dilanggar
Kami mencatat bahwa pada 1 Januari 2025, pemerintah melalui Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Aceh Singkil telah mengumumkan kenaikan gaji pokok dari Rp3,4 juta menjadi Rp3,6 juta. Namun fakta di lapangan berkata lain: pekerja PT. Ensem Lestari tidak menikmati hak tersebut. Bahkan, gaji lembur masih dibayar Rp14.000 per jam sejak tahun 2016!
Salah satu karyawan pabrik sawit tersebut yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa praktik upah murah dan lembur tidak manusiawi masih menjadi rutinitas. Ini adalah bentuk penjajahan modern, dilakukan oleh perusahaan dengan tameng investasi.
Belum cukup? Kolam limbah PT. Ensem Lestari bahkan tidak dicor, berpotensi besar mencemari air tanah dan biota air, dan melanggar berbagai regulasi lingkungan hidup. Ini jelas pelanggaran terhadap:
Permen Pertanian No. 98/2013: Tidak memiliki kebun inti dan tidak menjalankan kewajiban perusahaan perkebunan.
Permen LHK No. P.93/2018: Tidak memiliki alat pemantau kualitas air (SPARING).
Etika lingkungan dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR): NOL!
Bahkan DPRK Aceh Singkil telah merekomendasikan penutupan PT. Ensem Lestari melalui surat resmi tertanggal 16 Mei 2025, namun sampai saat ini perusahaan tersebut masih beroperasi seolah kebal hukum.
*PT. Nafasindo: HGU Mati, Tapi Tetap Serakah!*
Kami juga menyoroti PT. Nafasindo, yang diduga kuat telah menjalankan aktivitas perkebunan secara ilegal sejak 11 Mei 2023, pasca berakhirnya izin HGU mereka. Hingga kini, perpanjangan HGU belum jelas. Tapi ironisnya, perusahaan masih menggarap 3.007 hektar lahan!
Sudah ada keputusan DPRK Aceh Singkil pada 20 Mei 2025 yang melarang PT. Nafasindo melanjutkan aktivitasnya, namun perusahaan tetap membangkang. Inikah bentuk pengkhianatan terhadap kedaulatan hukum di Aceh?
Tuntutan Kami Jelas dan Tegas:
Gubernur Aceh harus menghentikan seluruh aktivitas PT. Ensem Lestari!
DPRA harus segera memanggil dan meminta pertanggungjawaban manajemen PT. Ensem Lestari!
Cabut izin operasional PT. Nafasindo yang sudah tidak sah sejak 11 Mei 2023!
DPRA harus meminta pertanggungjawaban dari PT. Nafasindo atas seluruh pelanggaran hukum!
PT. Nafasindo harus mengembalikan seluruh hasil kebun yang diambil secara ilegal sejak Mei 2023 kepada negara!
Kami Bertanya: Di Mana Hati Nurani Pemerintah?
Kita tidak sedang bicara tentang angka atau dokumen. Ini tentang nasib buruh, masa depan lingkungan, dan martabat hukum di Aceh. Kami dari ALAMP AKSI tidak akan berhenti menuntut sampai seluruh bentuk penjajahan ekonomi dan ekologis ini dihentikan!
Gubernur Aceh menyatakan kasus sedang ditangani. Tapi rakyat tidak butuh janji, rakyat butuh bukti! Bertindaklah sebelum Aceh dijadikan ladang eksploitasi oleh perusahaan-perusahaan rakus yang bersembunyi di balik surat izin dan kongkalikong birokrasi.
“Merdekakan buruh! Hentikan operasi ilegal! Tangkap pelanggar hukum! Aceh bukan lahan eksploitasi, Aceh rumah kami!” (Red)