Medan (Pewarta.co) – Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung menyebutkan, Central Bank Digital Currency (CBDC) dapat memainkan peran penting bagi sistem keuangan masa depan.
Juda mengungkapkan hal itu dalam rangkaian acara FEKDI (Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia) 2022 kedua sebagai side event dari 3rd Finance Minister and Central Bank Governors G20 Meeting, berlangsung secara hybrid di Nusa Dua Bali, Selasa (12/7/2022).
Menurutnya CBDC berpotensi cocok untuk digunakan sebagai alat tukar yang sah dalam ekosistem terdesentralisasi.
Juda menjelaskan, fitur utama dari CBDC yang tentu saja tidak ada dalam uang kertas tradisional Indonesia saat ini. Ia menegaskan, CBDC juga harus dapat berfungsi sebagai instrumen untuk memengaruhi insentif, pasar, serta untuk mengelola risiko keuangan yang muncul dari ekosistem yang terdesentralisasi.
“CBDC merupakan sebuah motivasi yang kuat bagi bank sentral di seluruh dunia dalam memperluas upaya mereka dalam eksperimen CBDC,” ujarnya.
Disebutkannya, berdasarkan hasil survei dari Bank for International Settlements (BIS) 2021, sebanyak 86 persen responden bank sentral secara aktif meneliti kasus potensial untuk CBDC, 60 persen di antaranya dalam tahap eksperimen, dan 14 persen lainnya telah meluncurkan proyek percontohan.
Ia menuturkan hal yang perlu disiapkan untuk mengeksplorasi CBDC sangat tinggi bagi bank sentral. Menurutnya hal ini disebabkan karena pilihan desain masih belum selesai.
“Dalam praktiknya, bank sentral masih perlu memahami terlebih dahulu bagaimana tujuan dari kebijakan tersebut, masalah praktis, hingga kemampuan teknologi yang saling bersinggungan,” katanya.
Disebutkannya, terdapat tiga rumusan masalah yang perlu ditangani dengan baik dalam merancang CBDC. Pertama, menerapkan penerbitan dan distribusi yang efektif dan kuat.
“Dalam hal ini, kami perlu mengeksplorasi bagaimana kami dapat memanfaatkan fitur program CBDC untuk memfasilitasi transfer tunai dan surat berharga yang,” kata Juda.
Selanjutnya, yang kedua, mengaktifkan inklusi keuangan.
“Kita perlu mengeksplorasi bagaimana kita dapat memungkinkan CBDC untuk menyediakan jalur alternatif bagi orang-orang yang tidak memiliki rekening bank untuk membuka rekening transaksional dan berpartisipasi dalam ekonomi digital formal. Kita juga perlu mengonfigurasi desain yang sesuai sehingga CBDC dapat diterapkan dengan baik tidak hanya di perkotaan, tetapi juga di pedesaan dengan konektivitas internet yang terputus-putus atau tidak terjangkau,” paparnya.
Kemudian, yang ketiga, bank sentral perlu memastikan Interoperabilitas, Interkonektivitas, dan Integrasi (3I).
Dalam hal ini, bank sentral perlu menggali lebih dalam tentang bagaimana bank sentral dapat mengaktifkan konektivitas dan interoperabilitas dengan CBDC lainnya, dan dengan pembayaran domestik yang ada.
Lebih lanjut, ia mengatakan, Inisiatif Techsprint G20 akan cocok di bawah naungan kepresidenan G20 Indonesia. Bank Indonesia dan BIS Innovation Hub meluncurkan G20 TechSprint 2022, dengan fokus pada desain CBDC.
Dikatakannya, ini adalah kompetisi internasional, yang dimulai pada 25 April tahun ini, yang bertujuan untuk mengatalisasi perkembangan teknologi dan digitalisasi.
“Ini adalah kesempatan besar bagi individu muda yang cerdas dan ambisius serta perusahaan yang matang dan mapan untuk memamerkan potensi terbaik mereka dan membawa solusi yang paling inovatif dan dapat diterapkan,” pungkasnya. (gusti)