Jakarta (Pewarta.co) – Bursa Efek Indonesia (BEI) terus mengukuhkan posisinya sebagai pemain utama di kawasan, bahkan dunia. Dengan nilai kapitalisasi pasar mencapai Rp13.400 triliun atau setara 800 miliar dolar AS, BEI kini menyandang predikat bursa terbesar di Asia Tenggara dan menempati peringkat ke-20 dunia.
“Selamat datang di bursa efek terbesar di Asia Tenggara,” sambut Jeffrey Hendrik, Direktur Pengembangan BEI, saat menjamu puluhan jurnalis dari lima provinsi wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) saat melawat Gedung Bursa Efek Indonesia Tower 2 Jalan Jenderal Sudirman Kav 52-53 Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Kunjungan dalam rangkaian Media Gathering OJK Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) di Jakarta berlangsung
4–6 Agustus 2025 digelar oleh OJK Provinsi Sumatera Utara dan dipimpin langsung oleh Kepala OJK Sumut sekaligus Koordinator Wilayah Sumbagut, Khoirul Muttaqien, beserta empat kepala OJK lainnya.
Menurut Jeffrey, dengan rata-rata transaksi harian sebesar Rp13,4 triliun, BEI kini masuk dalam jajaran bursa yang diperhitungkan secara global. Tak hanya unggul dari sisi nilai dan volume transaksi, BEI juga terus bertransformasi menjadi bursa multi-aset.
“Dulu hanya saham, kini kami perdagangkan reksa dana, derivatif, exchange traded fund (ETF), efek berbasis aset, obligasi, hingga karbon. Bahkan ke depan akan ada liquidity provider untuk saham,” sebut Jeffrey.
Transformasi besar ini ditandai pula dengan diluncurkannya perdagangan karbon sejak September 2023, menjadikan BEI sebagai bagian penting dari agenda ekonomi hijau nasional.
Dari sisi partisipasi publik, Jeffrey mencatat jumlah investor pasar modal saat ini telah menembus 17,5 juta orang. Hanya pada 2024, target pertumbuhan dua juta investor berhasil dilampaui, dengan realisasi mencapai 2,7 juta investor baru. Hingga Juni 2025, sekitar 15 persen investor berasal dari Sumatera, sementara 85 persen lainnya tersebar di Pulau Jawa.
Tren positif ini pun mencerminkan semakin kuatnya minat, khususnya dari kalangan muda. “Sejak pandemi Covid-19, milenial mendominasi. Ini momentum penting, tapi mereka juga harus terliterasi agar terlindungi,” imbuhnya.
Dari sisi emiten, hingga Juli 2025 tercatat 954 perusahaan telah melantai di bursa, menjadikan BEI terbesar kedua di ASEAN setelah Malaysia dalam jumlah emiten. Bahkan pada 25 Juli 2025 saja, 22 perusahaan baru resmi tercatat.
Guna memperkuat ekosistem pasar modal, BEI juga mendorong peningkatan literasi melalui program seperti “Aku Investor Saham”, yang diluncurkan tahun lalu untuk mempermudah akses dan edukasi publik.
Sementara itu, Kepala OJK Sumut Khoirul Muttaqien menegaskan bahwa perkembangan BEI sangat pesat dan inklusif.
“Sekarang pilihannya banyak, bukan cuma saham. Bisa reksadana, obligasi, sampai karbon,” ujarnya.
Ia pun berharap media ikut bantu mengedukasi masyarakat, agar pasar makin dalam dan kuat. (gusti)