Medan (pewarta.co)
Kapolrestabes Medan Kombes Pol Sandi Nugroho SH MH mengaku, pihaknya segera menuntaskan kasus sodomi yang dialami balita umur tiga tahun warga Jalan Menteng, Kecamatan Medan Area. Korban yang disodomi itu masih mengalami trauma berat.
“Yakinlah, kami akan tuntaskan semua. Petugas akan percepat penanganan kasus ini,” ucap Kapolrestabes, Jumat (17/3/2017), meyakinkan Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait dan orang tua korban sodomi, pasangan suami istri Syaful Lubis dan Amalia Batubara.
Kanit PPA Polrestabes Medan AKP Evriyanti menambahkan, salah satu pelaku yakni inisial S (14) sudah dikirim dua hari lalu ke pusat rehabilitasi anak di Tanjung Morawa. “Satu tersangka lagi yakni inisial Iir, yang merupakan mahasiswa sudah diserahkan orang tuanya ke kami tadi pagi sekitar jam 10. Jadi sedang diperiksa,” ujarnya.
Arist Merdeka Sirait menyambangi markas Polrestabes Medan bersama Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sumut dan LPA Kota Medan. Kedatangan mereka disambut Kapolrestabes didampingi Kasat Reskrim AKBP Febriansyah dan Kanit Unit PPA AKP Evriyanti.
Selain menjanjikan segera menuntaskan kasus sodomi tersebut, Sandi juga menegaskan pihaknya akan menindak tegas semua pelaku kejahatan seksual terhadap anak. “Pelaku kejahatan seksual akan kami tindakan tegas,” sambungnya usai mendengarkan curahan hati Amalia, ibu korban.
Kepada Kapolrestabes dan Kasat Reskrim Polrestabes Medan, Amalia dan Syaiful meminta agar pelaku yang menyodomi anak mereka ditangkap dan dihukum setimpal perbuatannya. “Memang pelakunya saudara kami. Tapi hukum harus ditegakkan. Anak saya sudah hilang ingatan,” paparnya.
Sandi langsung meresponnya. Ia bercerita bagaimana kasus kekerasan seksual di Deli Tua cepat mereka tangani. Meski saat itu tidak ada saksi, namun melalui kinerja penyelidikan, akhirnya pelaku bisa ditangkap. “Yakinlah Bu, Kita akan tuntaskan semua. kita akan percepat penanganan kasusnya,” kata Sandi kepada ibu korban.
Namun Sandi juga meminta agar orang tua korban tidak hanya fokus pada masalah hukum ini. Sebab proses hukum sedang berjalan ditangani pihak polisi. Pekerjaan yang tak kalah perlu, menurut Sandi adalah bagaimana memulihkan trauma kejiwaan anak pascasodomi. Sebab jika masalah kejiwaan anak tidak dipulihkan, ke depannya anak yang jadi korban berpotensi menjadi pelaku kejahatan serupa.
“Kalau masalah proses hukum, ini tidak sulit. Kami bisa menanganinya cepat. Yang jauh lebih perlu bagaimana masalah psikologis anak ini bisa dipulihkan secepatnya melalui terapi-terapi sehingga kembali normal,” pungkasnya.
Arist Merdeka juga menyampaikan ke Sandi agar Polrestabes serius dan cepat menangani kasus-kasus kejahatan seksual pada anak, sesuai amanat undang-undang. Apalagi Medan ini darurat kejahatan seksual. Kota Medan masuk urutan pertama dari 34 kabupaten kota terkait kejahatan pada anak.
Arist juga menyampaikan, sebelumnya pihaknya sudah berkoordinasi dengan Walikota Medan Dzulmi Eldin. Dan Walikota Medan sendiri mendukung gerakan perlindungan Anak. Walikota bersedia memonitor kasus-kasus kejahatan pada anak di 21 kecamatan. Bahkan Walikota Medan menjanjikan akan menyediakan posko pengaduan terhadap kekerasan anak di tiap kecamatan.
Diberitakan sebelumnya, didampingi sang suaminya, Amel (25) warga Jalan Menteng VII, Gang Bakti, Kecamatan Medan Denai, akhirnya membuat laporan resmi ke Polrestbes Medan. Ia dan suaminya sepakat untuk melaporkan kejahatan seksual (pedofilia) yang dialami putra pertamanya, F yang baru berusia 3 tahun.
“Saya baru tahu anak saya jadi korban pedofilia saat anaka saya minta dicebokin usai buang air besar. Saat itu ia mengeluh pedih pada bagian anusnya. Saya sempat heran, karena jika dilihat dari kotoran tidak ada masalah,” kata pelapor.
Untuk memastikan penyebab luka pada anus anaknya, pelapor memastikannya dengan menanyai korban. Dengan polos, korban mengaku pada ibunya bahwa ia telah disodomi oleh pelaku, Iir (22) dan S (14) yang masih ada hubungan kekerabatan dengan pelapor. “Pantat abang dicucuk ma sama bang S dan Iir,” tutur pelapor menirukan omongan anaknya.
Mengetahui hal ini, pelapor sempat syok. Tanpa pikir panjang pelapor bersama suaminya, Syaiful (29) menanyakan hal ini pada para pelaku. Salah seorang pelaku, S (14) mengakui perbuatannya. Namun, dari pengakuannya dia melakukan perbuatan itu tidak sendirian dan mendapat paksaan dari Iir. “Pelaku S (14) saat kami tanya secara kekeluargaan mengakui perbuatannya itu. Tapi kata pelaku ia dipaksa oleh Iir,” sambung, Syaiful ayah korban.
Dari pengakuan S, pihak keluarga korban menemui pelaku lainnya, Iir (22) yang diketahui berstatus sebagai Mahasiswa di PTKI kampus Jalan Menteng 7, Medan Denai. Saat diinterogasi, pelak Iir membantah melakukan perbuatan asusila itu terhadap korban. Bukan itu saja, pihak keluarga pelaku juga membela anak mereka dan mengatakan anak merek tidak pernah melakukan perbuatan seperti yang ditudingkan pelapor. “Si Iir tidak mengakui perbuatannya. Bahkan pihak keluarga juga membantah dan marah-marah,” ujarnya.
Tak menemui solusi, akhirnya pihak keluarga melaporkan kasus ini ke Sat Reskrim Polrestabes Medan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Pelapor juga sudah melakukan visum ke RS Pirngadi Medan. “Hasil visum belum keluar bang. Masih menunggu,” pungkasnya. (red)