Medan (Pewarta.co)- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendri Edison Sipahutar menghadirkan Eks Bupati Samosir Rapidin Simbolon sebagai saksi dalam sidang lanjutan dugaan korupsi dana Percepatan Penanggulan Covid-19 yang menjerat Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Samosir Nonaktif Jabiat Sagala, Kamis (9/6/2022).
Namun, mantan Bupati Samosir itu tidak hadir langsung ke persidangan melainkan secara video teleconference, di Ruang Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan. Sebab, Ketua DPD PDIP Sumut ini mengaku berhalangan hadir dikarenakan masih berada di Jakarta.
Dalam persidangan tersebut terungkap sejumlah fakta bahwa Rapidin Simbolon mengakui telah mengeluarkan sejumlah Surat Keputusan yang berhubungan dengan penanganan Covid-19. Termasuk SK penetapan Status Siaga darurat yang didakwakan jaksa dikeluarkan tanpa adanya kajian.
“Iya, saya ada menerbitkan beberapa surat keputusan yang ditandatangani berdasarkan ajuan dari bawahan saya,” ucapnya.
Namun belakangan usai dicecar Tim Penasehat Hukum Jaingat Sihaloho, Parulian Siregar dan Hutur Irvan Pandiangan, Rapidin mengakui tidak pernah ikut rapat.
“Bapak menetapkan status siaga darurat, tapi tak pernah hadir rapat. Mulai tanggal 17 sampai 31 ada rapat Gugus Tugas, tapi bapak tak pernah hadir padahal di situ ada evaluasi dan pelaporan kegiatan yang dilakukan,” ucap PH terdakwa.
Menjawab hal tersebut, Rapidin mengaku saat itu ia harus mengerjakan hal lainnya sehingga semua diserahkan kepada ketua Gugus Tugas yakni terdakwa Jabiat.
“Yang kita tangani saat itu sangat banyak. Tidak semua bupati yang menangani karena kita sudah melimpahkan tugas ke bawahan saya,” ucapnya.
Meski tidak pernah ikut rapat, Rapidin mengakui telah menyetujui pencairan dana tak terduga untuk penanganan Covid-19 senilai Rp 1,8 miliar.
Yang mana Dana Penanganan Penanggulangan Bencana Non Alam Covid 2019 Status Siaga Darurat itu, sebesar Rp 1.880.621.425, yang bersumber dari anggaran untuk Belanja Tidak Terduga (BTT) APBD Kabupaten Samosir Tahun Anggaran (TA) 2020 sebesar Rp 3 miliar.
“Saya setujui karena sudah ada tanda tangan dari Forkopimda,” ujarnya.
Usia mendengar keterangan saksi, Majelis Hakim yang diketuai Sarma Siregar melanjutkan sidang pekan depan.
Diberitakan sebelumnya, bahwa selain Jabiat terdapat tiga terdakwa lainnya dalam perkara ini, yakni Mahler Tamba selaku mantan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Samosir merangkap sebagai Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 serta sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Sardo Sirumapea selaku PPK Kegiatan Pemberian Makanan Tambahan Gizi dan Vitamin Masyarakat Kabupaten Samosir pada Bidang Ketersediaan Bahan Pokok dan Logistik dan Santo Edi Simatupang, selaku Direktur Utama (Dirut) PT Tarida Bintang Nusantara.
Dalam dakwaan JPU Hendri Edison mengatakan bahwa Jabiat Sagala diangkat Bupati Samosir Rapidin Simbolon merangkap sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Penanggulangan Covid-19.
“Anggaran untuk Belanja Tidak Terduga Penanggulangan Bencana Non Alam (BTT PBNA) dalam Percepatan Penanganan Covid-19 Status Siaga Darurat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Samosir TA 2020 sebesar Rp 3 miliar,” ucap JPU.
Setahu bagaimana Jabiat Sagala selaku Ketua Pelaksana Percepatan Penanggulangan Covid-19 di Kabupaten Samosir menyetujui digelontorkannya dana sebesar Rp 1.880.621.425, tanpa prosedur alias tidak melalui pengajuan Rencana anggaran Belanja (RAB).
Demikian juga dengan metode Penunjukkan Langsung (PL) kepada PT TBN sebagai penyedia barang/jasa dalam Penanganan Keadaan Darurat Pemberian Makanan Tambahan Gizi dan Vitamin untuk Masyarakat Kabupaten Samosir sebesar Rp 410.291.700 yang belakangan diketahui tidak mempunyai pengalaman (kualifikasi) untuk pekerjaan tersebut.
Sehingga, dari hasil audit akuntan publik menyebutkan keempat terdakwa diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 944.050.768.
Baik Sekda Jabiat Sagala maupun ketiga terdakwa lainnya masing-masing dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU No 31 Tahun 1999 diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.
“Subsidair, Pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana,” pungkas JPU Hendri Edison Sipahutar. (red)