Medan (Pewarta.co)-Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam L Tobing mengungkapkan penawaran investasi ilegal terus berkembang pesat.
Disebutkannya, pada 2017 terdeteksi 80 entitas dan tahun 2018 mencapai 108 entitas. Tahun 2019 terdeteksi 444 entitas ditambah 68 pergadaian ilegal yang sudah diblokir.
“Bahkan pada 2020 mendatang, penawaran-penawaran investasi ilegal diperkirakan masih sangat marak terjadi,” kata Tongam kepada wartawan di Medan, Kamis (13/12/2019).
Menurut Tongam, trendnya itu meningkat seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang sampai ke desa-desa. Kemajuan teknologi informasi pun sejalan dengan penawaran investasi ilegal.
“Android sudah masuk ke desa-desa sehingga memudahkan masyarakat untuk masuk ke investasi ilegal karena setiap saat dapat mengaksesnya,” kata Tongam didampingi Humas OJK KR 5 Sumbagut Yovie Sukanda.
Selain investasi ilegal, Tongam menyebut penawaran paling banyak lainnya adalah penawaran Multi Level Marketing (MLM) dimana barang yang ditawarkan tidak dibutuhkan dan harganya mahal. Sistemnya, semakin banyak orang yang direkrut, semakin banyak untung. Izinnya juga tidak ada.
Tongam juga mengungkapkan,, penawaran lainnya, yakni financial technology (fintech) masih marak terjadi. Disebutkannya, saat ini ada 144 fintech atau pinjaman online yang dapat ijin OJK dan 1.898 fintech lending.
Jumlah pinjaman online sebanyak 14 juta orang dengan outstanding pinjaman mencapai Rp10,1 triliun. Sedangkan yang ilegal sebanyak 3.000 orang, rata-rata korbannya tidak bayar, bahkan diteror karena data kontak HP peminjam diminta mereka.
“Kebanyakan ibu-ibu rumah tangga yang jadi korban pinjaman online,” ujarnya.
Menurutnya, fintech dan investasi ilegal serta pergadaian masih marak terjadi lantaran masyarakat sangat mudah tergiur. Bahkan, sebutnya, orang-orang yang berpendidikan tinggi ingin cepat dapat uang dengan cara yang tidak rasional. Penyebab lainnya, tingkat literasi keuangan masyarakat yang masih rendah.
Tongam menyebut untuk mengatasi semua yang ilegal itu dengan pencegahan dan penanganan. Pencegahan dengan edukasi ke masyarakat, termasuk ke TV dan media.
“Kalau masyarakat sudah paham cara berinvestasi, lambat laun mereka tak ada nasabah lagi,” tukasnya.
Tongam menuturkan, untuk terhindar dari fintech ilegal, ada empat cara yakni pinjaman dananya pada fintech lending legal di OJK call center 157. Kedua, jangan konsumtif. Ketiga, pengelolaan keuangan yang benar dengan pinjam sesuai kebutuhan. Keempat pahami resikonya seperti bunga yang tinggi dan ini selalu terjadi di daerah-daerah.
“Pinjamlah sesuai kebutuhan dan kemampuan membayar. Jangan gali lubang tutup lubang. Jangan meminjam untuk menutup hutang yang lama,” sarannya.
Humas OJK KR 5 Sumbagut Yovie Sukanda menambahkan di Sumatera Utara saat ini inklusi keuangan lebih tinggi dari literasi.
Artinya pemahaman tentang sektor keuangan masih lebih kecil dari masyarakat yang sudah duluan menekuninya.
Disebutkannya, literasi keuangan Sumut 37,06 persen, sedangkan nasional 38,03 persen. Sementara inklusi keuangan lebih 93,98 persen, sedangkan nasional 76,19 persen. (gusti)