Deliserdang (Pewarta.co)-Kinerja perbankan (Bank Umum dan BPR) di Sumut terjaga pada posisi yang stabil per Oktober 2019. Ini tercermin dari jumlah total aset sebesar Rp262 triliun, tumbuh 9,53% (ytd) atau 4,50% (yoy).
Hal tersebut dikemukakan Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) KR 5 Sumbagut Yusup Ansori pada Media Gathering bertema ‘Sinergi Kantor OJK Regional 5 Sumbagut dan Media Partner Dalam Meningkatkan Literasi Fintech yang Akuntabel’ di Sibolangit, Jumat (13/12/2019).
Didampingi Deputi Direktur Anton Purba dan Humas Yovie Sukanda, dia menuturkan total DPK (Dana Pihak Ketiga) sebesar Rp237 triliun, tumbuh 6,90% (ytd)/5,04% (yoy), total kredit Rp222 triliun, tumbuh -0,18% (ytd)/2,62% (yoy), NPL 3,39%, serta LDR (Loan to Deposit Ratio) 93,33%.
Meskipun untuk pertumbuhan kredit perbankan secara konsolidasi relatif melambat disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan kredit sektor perdagangan, jumlah kredit macet atau NPL (Non Performing Loan) masih dapat ditahan dengan baik di angka 3,39% dari total kredit.
Terkhusus untuk kinerja bank yang berkantor pusat di Sumut, OJK melihatnya terpantau cemerlang. Ini tercermin dari penyaluran kredit BPR/S sebesar Rp1,3 triliun per Oktober 2019 dengan pertumbuhan sebesar 19,18% dari Desember 2018 dan penyaluran kredit BPD Sumut sebesar Rp23,6 triliun per November 2019, bertumbuh 8,64% dari Desember 2018.
“Angka ini merupakan pertumbuhan tertinggi sepanjang riwayat pertumbuhan kredit BPD Sumut, di mana pada tahun-tahun sebelumnya hanya berkisar pada angka ±5%,” kata Yusup Ansori.
Yusup Ansori menyatakan pada 2020 nanti OJK optimis pertumbuhan kredit Sumut tetap tumbuh.
Disebutkannya, secara nasional hingga Oktober 2019 pertumbuhan kredit bank umum tercatat
sebesar 3,79 persen (ytd) atau 6,43 persen (yoy). Demikian pula halnya untuk Sumut, secara agregat, pertumbuhan kredit tercatat sebesar -0,18 persen (ytd) atau 2,62 persen (yoy).
Secara riil, pertumbuhan undisbursed loan sebesar 4,63 persen (ytd) mencerminkan bahwa sektor riil (nasabah/debitur) masih cenderung menahan dan menunda pencairan atau penggunaan dana kredit.
Selain itu, perlambatan penyaluran kredit modal kerja bersumber dari sektor industri pengolahan dan perdagangan besar dan eceran. Sementara, perlambatan penyaluran kredit di sektor industri pengolahan bersumber dari perlambatan serapan kredit di subsektor pengolahan tepung/ikan dan bahan-bahan kimia.
Yusup Ansori juga menuturkan, perlambatan penyaluran kredit di sektor perdagangan besar dan eceran, didorong oleh kelesuan perdagangan makanan/minuman/tembakau.
Namun, pihaknya melihat bahwa perbankan masih merespon kebijakan penurunan suku bunga acuan yang dilakukan Bank Indonesia sebagaimana terlihat tren penurunan suku bunga kredit di semua jenis penggunaan (Modal Kerja 10,33%, Investasi 10,11% dan Konsumsi 11,53%).
Sejalan dengan intermediasi perbankan, kata dia, perusahaan pembiayaan juga mengalami hal serupa. Pertumbuhannya per September 2019 hanya sebesar 3,54% (ytd).
“Namun demikian, kinerja pembiayaan multiguna mampu mempertahankan pertumbuhan pembiayaan secara agregat pada level positif mengingat komposisinya sebesar 62,65 persen,” katanya.
Pada kesempatan itu, Yusup Ansori mengakui berdasarkan sektor ekonomi, hampir semua sektor ekonomi mengalami tekanan pembiayaan dan perlambatan terbesar berasal dari sektor konstruksi.
Begitu juga dengan intermediasi pasar modal dimana masih menunjukkan tren positif dengan kepercayaan pasar yang masih relatif baik tercermin dari nominal IPO mencapai Rp11,23 triliun, right issue Rp26,29 triliun dan obligasi korporasi sebesar Rp95,91 triliun. (gusti)