Jakarta (Pewarta.co)-Isu penggulingan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi), dalam realtitas politik saat ini tidak mungkin terjadi, jika melihat konstelasi politik saat ini yang mayoritas mendukungnya.
Kalau pun ada wacana penggulingan yang sempat berkembang akhir-akhir ini, hanya bagian dari ‘dagangan politik’.
Demikian rangkuman diskusi Webinar Nasional yang diselenggarakan Kaukus Muda Indonesia (KMI), bertema “Membaca Propaganda dan Isu Penggulingan Jokowi di Tengah Pandemi Covid-19” pada Jumat (13/8/2021).
Hadir sebagai narasuber antara lain J. Kristiadi (Pengamat Politik CSIS), Mochammad Eksan (Tokoh Muda Nahdlatul Ulama/NU), Ahmad Suparji
(Ahli Hukum Univ. Al Azhar), dan Affandi Ismail Hasan (Ketum PB HMI MPO).
Kristiadi secara khusus menyebut isu penggulingan atau pemakzulan presiden ini ‘dagangan’ orang-orang yang memiliki ambisi dan memang sudah kebelet mau maju di Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.
“Itu petualangan aja. Sementara caranya seperti apa tidak jelas. Jadi penilain saya wacananya hanya dagangan politik. Politik itu kan mekanisme siasat untuk memenangkan ide yang paling baik. Jadi, spektrum bersiasat,” sebut Kristiadi.
Sependapat dengan J Kristiadi, Moch Eksan mengatakan bahwa mekanisme untuk melakukan pemakzulan terhadap presiden itu tidak lah mudah, karena. ada syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk melakukan itu.
“Nah menurut saya, wacana pemakzulan yang sempat berkembang akhir-akhir ini, hanya bagian dari kegenitan politik. Selain itu, hanya sebagi peringatan buat mengerem wacana tiga periode, juga bagian dari dinamika politik itu sendiri,” kata Eksan.
Mekanisme untuk bisa melakukan pemakzulan seperti tertuang pada Pasal 7A UUD 1945, yakni DPR perlu menyatakan pendapat bahwa pemerintah perlu diminta mundur. Setelah ini masih harus dibawa kepada Mahkamah Konstitusi (MK) dan apa yang jadi keputusan MK ini diusulkan kepada MPR untuk selanjutnya melakukan Sidang Istimewa yang mesti dihadiri tiga perempat minimal anggota harus hadir, demikian dipaparkan Moch Eksan. (ril)