Opini oleh : Sri Radjasa Chandra, M.BA
Betapa mirisnya nasib seorang Dokter wanita spesialis patologi klinik yang mengabdi di RSUD Muda Sedia Tamiang, tanpa memperoleh fasilitas dinas apapun, masih harus menerima derita, ketika harus menandatangain nominal insentif jasa medis JKN dan jasa medis umum yang diterimanya sejak akhir 2023, jauh dari standar profesi dokter spesialis potologi klinik dan dokter spesialis lainnya.
Adanya perlakuan tidak adil ini, disebabkan oleh kebijakan Dirut RSUD Muda Sedia Tamiang yang selalu berubah ubah dan amat tendensius untuk merugikan dokter wanita tersebut.
Di tengah sulitnya untuk memperoleh dokter spesialis, dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di Aceh, ternyata masih terjadi kebijakan yang kontraproduktif, seperti perlakuan tidak adil dari Direktur RSUD Muda Sedia Tamiang yang menerapkan standar ganda terhadap para dokter yang mengabdi di RSUD. Sebagai contoh perlakuan terhadap dokter wanita spesialis patologi klinik yang kehilangan hak-haknya akibat pemotongan insentif sejak akhir 2023, sangat berbeda perlakuan terhadap istri Direktur RSUD Muda Sedia yang tetap menerima insentif penuh, walau tidak hadir karena sakit atau alasan tertentu, termasuk terhadap dokter spesialis lain yang juga tidak hadir karena suatu alasan.
Penderitaan dokter wanita spesialis patologi klinik menjadi lengkap, ketika harus menerima surat pemberhentian hanya melalui WhatsApp, dengan alasan tidak bersedia menandatangani insentif yang telah disunat.
Tindakan Direktur RSUD Muda Sedia Tamiang, patut diduga sebagai main hakim sendiri, seyogyanya perlu menjadi perhatian Pj Gunernur Aceh dan para pemangku kebijakan di Aceh, untuk mengambil langkah tegas, demi meningkatkan pelayanan kesehatan, terlebih lagi persoalan gizi buruk masih menjadi persoalan serius di Aceh.
Sudah saatnya Bapak Pj Gubernur Aceh untuk lebih serius lagi, dalam membenahi pelayanan kesehatan di Aceh yang merupakan vital interest bagi rakyat Aceh, agar tidak terulang carut marut penyelenggaraan management RSUD di Aceh. (red)