Medan (Pewarta.co)-Pemberlakuan stiker izin melintas Jalan Adi Sucipto oleh TNI-AU merupakan bentuk kearogansian Pangkalan Udara (Lanud) Soewondo terhadap masyarakat.
Hal tersebut dikatakan Ketua Komisi A DPRD Sumut, HM Nezar Djoeli ST menanggapi pertanyaan wartawan seputar pemberlakukan izin melintas oleh TNI-AU Lanud Soewondo di Jalan Adisutjipto sepanjang kawasan militer Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional (Kosek-Hanudnas) III.
Legislator dari partai NasDem ini menilai bahwa jalan tersebut merupakan fasilitas umum Kota Medan.
Menurut Nezar, dengan membuat stiket izin lintas tersebut terkesan menunjukkan kearogansian kekuasaan kepada rakyat, terkecuali Kosek Hanudnas III Lanud Soewondo sudah mendapat hibah jalan Adisutjipto khususnya sepanjang kawasan Lanud Soewondo dari Pemko Medan ataupun Kementerian untuk Angkatan Udara.
“Kalau jalan itu sudah dihibahkan, mungkin masih bisa ditolerir sistem stiker izin lintas, itupun jangan membebani rakyat. Kita khawatir dari penerapan wajib stiker izin lintas tersebut, ada kepentingan terhadap sesuatu hal tertentu, sehingga strategi-strategi awal dengan menggunakan stiker, ujung-ujungnya diduga ada kepentingan yang lebih besar terhadap stiker itu,” ujarnya, Jumat, (7/9/2018).
Oleh sebab itu, ia mengaku sangat kecewa terhadap kebijakan yang dibuat Komando Operasional Pangkalan TNI-AU Lanud Soewondo melalui surat edaran, karena seolah-olah jalan Adisutjipto yang melintasi kawasan tersebut hanya milik TNI AU.
Padahal, pemeliharaan jalan tersebut masih menggunakan uang rakyat melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Harusnya, jangan ada keistimewaan terhadap pengguna jalan yang hanya menyusahkan rakyat. “Saat ini rakyat sudah sangat butuh dukungan pemerintah secara optimal, tapi malah ditakut-takuti dengan kebijakan-kebijakan sepihak,” imbuhnya.
Dia juga sangat menyesalkan, dengan ditambahnya polisi tidur sepanjang Jalan Adisutjipto yang jumlahnya semakin banyak, sehingga menyulitkan pengguna jalan dan harus mengantri saat melintasi polisi tidur.
“Bisa dibayangkan, kendaraan harus melintasi 10 lebih politisi tidur yang dibuat mereka, akibatnya terjadi macet panjang. Padahal Jalan Adisutjipto itu salah satu jalan alternatif menghindari kemacetan terjadi di Jalan Djamin Ginting, Jalan Brigjen Katamso dan Jalan Juanda,” ungkapnya dengan nada kesal.
Padahal, tambah anggota dewan Daerah Pemilihan (Dapil) Kota Medan-B ini, di kawasan tersebut terdapat beberapa sekolah antara lain Sekoalh Harapan, SMA Negeri 2 dan SD Inpres Titikuning tidak memiliki polisi tidur.
Harusnya, Kata Nezar, jalan melintasi sekolah yang perlu polisi tidur guna menghindari kecelakaan, bukan jalan yang kawasan relatif aman.
Sebelumnya, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar mengatakan, jika alasan TNI-AU Lanud Soewondo memberlakukan stiker untuk mengurai kemacetan itu bukan solusi.
“Kalau benar penerapan stiker izin melintas dari Jalan Adi Sucipto ini bertujuan untuk mengurai kemacetan, saya kira pemberlakuan stiker bukanlah solusi. Apa iya stiker bisa mengurai kemacetan?,” ujar Abyadi dengan nada bertanya.
Selain itu, orang nomor satu di Lembaga Negara yang konsen di bidang perbaikan pelayanan publik ini mengemukakan 6 hal tanggapannya terkait pemberlakuan stiker izin melintas di Jalan Adi Sucipto itu.
Pertama, Memang pada jam-jam tertentu terjadi kemacetan. Tapi itu terlihat selalu hanya di Simpang Empat Avros. Sehingga, pemberlakuan stiker belum tepat dijadikan sebagai cara mengatasi kemacetannya.
Kedua, Alasan lain penerapan stiker, disebutkan untuk meningkatkan pengawasan keamanan. Sebetulnya, kalau benar benar mau aman, kawasan Lanud soewondo itu jangan dijadikan sebagai kawasan pusat bisnis yang akan menjadi pusat kunjungan masyarakat dari berbagai pihak.
Mestinya, untuk menjaga keamanan di pangkalan militer itu, masyarakat jangan diberi bebas.
Tapi faktanya, sudah kawasan bisnis di kawasan ini sehingga ini menjadi ancaman juga bagi keamanan pangkalan TNI-AU.
Ketiga, Dikatakan bahwa Jalan Adi Sucipto itu bukan jalan umum. Tapi faktanya, kawasan itu saat ini sudah menjadi pusat pusat bisnis dan berdiri gedung-gedung mewah di sana. Padahal kawasan ini merupakan pangkalan militer. Bahkan kawasan ini disebut sebagai aset TNI-AU. Tapi kenapa di aset TNI-AU itu bertumbuhan gedung-gedung ruko diduga milik swasta? Ini kan aneh?
Keempat, Ombudsman akan mencoba mempelajari Juknis internal TNI-AU yang menjadi dasar pemberlakuan sistem pemberlakuan stiker tersebut.
Kelima, Begitupun, kita harus apresiasi untuk mendapatkan stiker ini, masyarakat tidak harus memberikan uang. Karena syaratnya adalah hanya membawa salinan Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, dan Surat Tanda Nomor Kendaraan.
Keenam, Kalau untuk mendapatkan stiker itu harus bayar, apa iya benar harus bayar dapatkan stiker itu? Masa sih di aset negara masyarakat harus bayar bila mau lewat? Padahal, di instansi pemerintah saja, mestinya tidak boleh dikutip uang parkir. Maka banyak instansi pemerintah, tidak dikutip uang parkir. Ini kok cuma lewat aja bayar?
Sebelumnya, berdasarkan surat edaran Komanado Operasi TNI AU-I Pangkalan TNI AU Soewondo no SE/02/VI/2018 tentang stiker izin lintas wilayah Lanud Soewondo disebutkan, dalam rangka meningkatkan keamanan dan ketertiban di wilayah Lanud Soewondo serta untuk mempermudah pengawasan dan proses identifikasi terhadap kendaraan yang keluar/masuk melalui akses jalan di wilayah pangkalan diberlakukan penggunaan stiker izin lintas Lanud Soewondo.
Kemudian disebutkan, stiker diwajibkan bagi warga sipil yang menggunakan akses TNI AU/melintasi di Jalan KMU Adisutjipto atau jalan lain yang ada kepentingannya dengan TNI AU.
Stiker dibagi dua warna, yaitu warna merah untuk warga sekitar Lanud Soewondo dan warna biru bagi pengguna Jalan Adisutjipto. (rks)