Jakarta (Pewarta.co)-Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP-PTMSI) pimpinan Komjen (Purn) Oegroseno benar-benar akan ‘dihabisi’.
Padahal, negeri ini sangat menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan hukum.
Fakta membuktikan pada 25 Agustus 2023 lalu NOC of Indonesia alias Komite Olimpiade Indonesia (KOI) telah menerbitkan keputusan pembekuan sementara keanggotaan PP-PTMSI selama 1 tahun.
Alasan induk organisasi resmi tenis meja Indonesia yang diakui oleh dunia internasional itu telah melakukan tindakan pelanggaran AD/ART KOI, nilai olimpiade dan gerakannya.
Dalam Keputusan bernomor 30/NOC/INA tersebut dijelaskan bahwa keputusan tersebut juga atas dasar hasil Rapat Anggota NOC dan KE.
Ketua Umum PP-PTMSI Komjen (Purn) Oegroseno dalam siaran pers resmi yang dikirim ke berbagai media di Jakarta, Sabtu, (26/8/2023) petang tadi mengatakan Keputusan NOC of Indonesia itu sebagai wujud nyata arogansi kekuasaan yang dipamerkan oleh lembaga keolahragaan pimpinan Raja Sapta Oktohari (RSO) itu.
“Saya sendiri tidak kaget adanya keputusan pembekuan sementara itu. Karena, sejak awal kan sudah ada upaya menghabisi PP-PTMSI dari berbagai sisi. RSO pun secara pribadi sudah menemui salah seorang CEO ITTF di Singapura beberapa waktu sebelum terbit Keputusan sesat tersebut. Namun, Saya tidak pernah terusik dengan cara-cara kotor seperti itu,” kata Oegroseno.
Mantan Wakapolri itu justru mengingatkan RSO dan jajarannya di NOC of Indonesia belajar berdemokrasi secara bermartabat dan jangan menjadi seorang pemimpin kalau alergi dengan kritik.
Oegroseno kemudian menyebutkan salah satu alasan NOC of Indonesia mengeluarkan Keputusan pembekuan sementara PP-PTMSI karena ada pernyataannya di media online yang dianggap menyudutkan NOC of Indonesia serta pribadi RSO atau jajarannya.
“Semestinya NOC of Indonesia atau Pak RSO bisa melakukan hak jawab atas pernyataan Saya di media online bersangkutan karena itu diatur dalam undang-undang pers tahun 2009,” jelas eks Wakil Presiden Federasi Tenis Meja Asia Tenggara (SEATTA) Itu.
Oegroseno pada bagian lain juga menyayangkan sikap Menpora Dito Ariotedjo yang tidak memenuhi janjinya untuk segera menyudahi polemik kepengurusan PTMSI ini.
Menpora seperti dikatakan Oegroseno, tidak ada niat baik dan tulus mengakhiri kekisruhan panjang kepengurusan PTMSI.
Padahal, pada saat pelantikan sebagai Menpora oleh Presiden Jokowi di Istana, Dito Ariotedjo akan segera menuntaskan konflik kepengurusan PTMSI.
Diakui atau tidak, diterbitkannya Keputusan NOC of Indonesia tentang pembekuan sementara PP-PTMSI pimpinan Oegroseno diibaratkan seperti membunuh bebek yang lumpuh.
Dugaan pelanggaran yang dituduhkan adalah kritik kepada lembaga KOI karena RSO dan jajaran KOI, KONI, Deputi 4 Kemenpora dan PB PTMSI.
Oegroseno kecewa karena pihak-pihak tersebut di atas telah mengobok-obok nama-nama atlet Nasional tenis meja yang akan bertanding ke Sea Games Cambodia 2023.
“Pasal yang dituduhkan juga pasal-pasal karet yang tidak jelas. Kalau saya mengkritik saja dianggap melanggar AD/ART KOI dan nilai-nilai olimpiade atau keolahragaan dengan hukuman dibekukan keanggotaan KOI selama 1 tahun,” katanya.
Mengapa ketiga Lembaga Pemerintah, Kemenpora RI, KONI pusat dan KOI saat terjadi pidana korupsi uang APBN yang dilakukan oleh Menpora RI pak Imam Nahrowi dan Sekjen Koni Pusat saudara Hamidi serta Sekjen KOI di era Pak Erick Thohir sebagai Ketum KOI tidak dibekukan selama 1 tahun atau dibubarkan.
“Apakah melakukan Kritik kepada lembaga-lembaga yang menggunakan uang rkyat merupakan pelanggaran yang kategori nya lebih berat dibandingkan dengan pebuatan para koruptor uang rakyat ?,” pungkasnya dengan tanda tanya. (ril)