Jakarta (Pewarta.co)-Republik Indonesia memasuki usia ke-80 tahun. Dalam usia yang semakin matang ini, upaya negara untuk menyejahterakan rakyatnya tak berhenti, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan dasar hunian yang layak dan terjangkau.
Salah satu bentuk nyata komitmen itu hadir melalui Program 3 Juta Rumah yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Target ambisius ini menjadi angin segar bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang selama ini hidup dalam keterbatasan, namun tetap memimpikan rumah milik sendiri.
Lewat skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi, program ini membuka akses luas kepada jutaan keluarga Indonesia untuk memiliki tempat tinggal yang tidak hanya layak huni, tetapi juga bermartabat.
Bukan sekadar bangunan, rumah bagi banyak orang adalah penanda bahwa harapan masih tumbuh.
Di Palembang, Eko Handoko, seorang penyandang disabilitas tuna wicara yang bekerja sebagai penjaga gudang, kini tak lagi tinggal di tempat kerja.
Setelah lebih dari dua dekade hidup dalam ruang sempit, Eko dan keluarganya akhirnya memiliki rumah sendiri.
“Kini kami tidak tinggal di gudang lagi,” ucap Eko dengan bahasa isyarat, Minggu, (17/8/2025) dan ditimpaili ucapan terima kasih, oleh istrinya.
Kisah serupa datang dari Cilegon. Ika Mustikawati, seorang guru yang telah mengabdi selama 20 tahun, memperoleh rumah subsidi melalui KPR BTN Tapera. Letaknya tak jauh dari sekolah tempat ia mengajar.
“Dulu saya harus menempuh jarak belasan kilometer setiap hari. Sekarang, rumah dan sekolah hanya terpaut sepuluh menit,” ujarnya.
Sementara di Jawa Barat, Kuswaroh, pedagang seblak yang selama ini tinggal menumpang di rumah mertua, akhirnya memiliki rumah sendiri.
“Alhamdulillah. Rumah ini sederhana, tapi milik kami. Dan itu yang penting,” ucapnya.
Cerita-cerita ini, yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, adalah cerminan nyata dari semangat kemerdekaan.
Semangat yang bukan hanya dirayakan melalui upacara dan parade, tetapi dirasakan lewat kebijakan yang menyentuh langsung kebutuhan rakyat.
Sejak 1976, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN telah memfokuskan perannya sebagai motor pembiayaan perumahan rakyat. Hingga Juni 2025, BTN telah menyalurkan pembiayaan lebih dari 5,7 juta unit rumah.
“Jika satu rumah dihuni empat orang, berarti lebih dari 20 juta jiwa kini tinggal di hunian yang legal, aman, dan layak,” kata Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu.
Tak sedikit di antara mereka yang kemudian tumbuh menjadi aparatur negara, pendidik, tenaga kesehatan, bahkan pemimpin lokal. BTN, bagi mereka, bukan sekadar bank, tapi bagian dari perjalanan hidup.
Program KPR subsidi BTN menjangkau lebih dari sekadar MBR. ASN, guru, dosen, tenaga kesehatan, buruh pabrik, pelaku UMKM, hingga pengemudi ojek daring, turut menjadi penerima manfaat. Mereka adalah wajah-wajah produktif Indonesia hari ini.
Dalam satu dekade terakhir, pemerintah menggulirkan Program Sejuta Rumah yang kemudian berkembang menjadi Program 3 Juta Rumah. Sejak 2015 hingga Juli 2025, BTN telah menyalurkan lebih dari 1,96 juta unit KPR Subsidi dengan total pembiayaan mencapai Rp248,9 triliun.
“Ini bukan sekadar angka. Ini adalah bukti nyata kehadiran negara,” ujar Nixon.
BTN, lanjutnya, tidak hanya membiayai rumah, tetapi juga membangun pondasi awal kehidupan. Rumah adalah tempat di mana anak-anak tumbuh, nilai-nilai bangsa ditanamkan, dan mimpi-mimpi dimulai.
“Makna kemerdekaan bukan hanya bebas dari penjajahan, tetapi juga bebas dari ketidakpastian akan masa depan. Salah satu simbol paling konkret dari kesejahteraan rakyat adalah rumah milik sendiri,” kata Nixon.
Selama masih ada keluarga Indonesia yang bermimpi punya rumah, BTN akan terus hadir.
“Karena membangun rumah berarti membangun masa depan bangsa,” tambahnya.
Dengan tema peringatan HUT ke-80 RI tahun ini, “Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”, komitmen untuk menyediakan rumah bagi rakyat menjadi lebih dari sekadar target pembangunan. Ia adalah wujud konkret dari mandat konstitusi: bahwa setiap warga negara berhak atas tempat tinggal yang layak.
Dan di antara barisan panjang catatan kemajuan pembangunan, rumah bagi banyak orang—tetap menjadi titik mula kemerdekaan yang sesungguhnya.(Ril)