Medan (Pewarta.co)-Tiromsi Sitanggang terdakwa kasus pembunuhan suaminya divonis hakim 18 tahun penjara. Dia pun lolos dari tuntutan pidana maksimal mati jaksa penuntut umum (JPU), dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan.
Majelis hakim diketuai Eti Astuti dalam amar putusannya menyatakan, perbuatan terdakwa diyakini terbukti melanggar Pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Tiromsi Sitanggang oleh karenanya selama 18 tahun penjara,” tegasnya, sidang di ruang Cakra 4 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis sore, (17/7/2025).
Menurut hakim, hal yang memberatkan terdakwa diantaranya, perbuatan terdakwa menghilangkan nyawa korban yang merupakan suami terdakwa. Terdakwa berprofesi sebagai dosen telah menempuh pendidikan hingga strata 3 bidang hukum.
Hal memberatkan lainnya, kata JPU, terdakwa tidak mengakui perbuatannya hingga menghambat proses hukum. “Terdakwa mempunyai anak dan telah berusia lanjut,” sebut Eti.
Atas putusan itu, terdakwa melalui penasehat hukumnya menyatakan banding. Hal yang sama juga dikatakan jaksa penuntut umum (JPU) Syarifah Nayla. Vonis hakim jauh lebih ringan dari tuntutan JPU Kejari Medan, yang semula menuntut terdakwa dengan pidana maksimal mati.
Diketahui, terdakwa Tiromsi bersama Grippa Sihotang (DPO) diduga melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap korban Rusman Maralen Situngkir selaku suami terdakwa, pada 22 Maret 2024.
Terdakwa bersama Grippa yang merupakan sopir terdakwa, diduga telah merencanakan pembunuhan sejak bulan Februari 2024. Terdakwa mendaftarkan korban sebagai tertanggung dalam polis asuransi jiwa di PT Prudential Life Assurance dengan nilai klaim sebesar Rp500 juta, pada 17 Februari 2024.
Pendaftaran asuransi itu dilakukan tanpa sepengetahuan korban. Untuk memenuhi persyaratan administrasi, terdakwa meminta anaknya, Angel Surya Nauli Sitanggang mengambil foto korban sambil memegang kartu tanda penduduk (KTP).
Setelah asuransi tersebut aktif, korban diminta untuk menjalani pemeriksaan medis di Laboratorium Prodia pada 23 Februari 2024. Perbuatan itu dilakukan guna mempercepat proses validasi asuransi untuk memastikan pencairan dana apabila korban meninggal dunia. (red)