Medan (Pewarta.co)-Eks Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Kadis Kominfo) Sumatera Utara, Ilyas Sitorus dituntut 2 tahun penjara. Tuntutan dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) Jimmi Pratama Lumbangaol, di ruang Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (17/7/2025).
Dalam nota tuntutannya, terdakwa dinilai terbukti korupsi Rp 1,8 miliar, terkait pengadaan Sofware Perpustakaan dan Pembelajaran Digital SD dan SMP.
Atau sebagaimana Pasal 3 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
“Meminta kepada majelis hakim yang menyidangkan, menuntut terdakwa Ilyas Sitorus selama 2 tahun denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan,” tegas jaksa.
Menurut jaksa, hal yang memberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum.
Usai pembacaan tuntutan, hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa Ilyas untuk menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pada sidang pekan depan.
Dalam surat dakwaan, terdakwa sebagai Pengguna Anggaran (PA) merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Software Perpustakaan dan Pembelajaran Digital sebanyak 243 paket untuk Sekolah Dasar (SD) dan 42 paket untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Awalnya pada Juni 2021, terdakwa selaku Kadis Pendidikan Batubara dihubungi Faisal (adik kandung Bupati Batubara masa itu, Zahir) datang ke rumah makan Wong Kito di Desa Tanjung Tiram.
Pertemuan itu membahas tentang pengadaan software di Dinas Pendidikan Kabupaten Batubara, agar membeli software.
Namun, Faisal menimpali akan dimasukkan ke dalam Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2021. Terdakwa Ilyas Sitorus diminta membuat usulannya kepada bupati Batubara dengan pagi anggaran Rp 2 miliar. Harga per paket software bervariasi dari mulai Rp 9 juta hingga Rp 12 juta dan Rp 50 juta per paket.
Benar saja, Bupati Batubara ketika itu, Zahir menyetujui usulan terdakwa. Dengan rincian, sebanyak 42 paket untuk SMP dikali masing-masing Rp 10 juta dan bila ditotalkan menjadi Rp 420 juta. Sedangkan untuk SD sebanyak 246 paket dikali Rp 7 juta sehingga total Rp 1.722.000.000.
Singkat cerita, belakangan kegiatan tersebut menjadi temuan aparat penegak hukum. Software tersebut bukan yang baru dibangun pada saat kontrak ditandatangani, namun sudah dibangun sebelumnya oleh PT LED dan siap dipasarkan pada Januari 2021.
Hanya mengganti signature logo, warna dan nama, dan software tersebut sudah pernah dijual oleh PT LED kepada sekolah-sekolah SD, SMP, SMK dan SMA di beberapa tempat di Sumatera Utara (Sumut) dan di Aceh dengan harga Rp 10 juta. Kerugian keuangan negara dilaporkan Rp 1,8 miliar. (red)