Medan (pewarta.co)
Gubernur Sumatera Utara HT Erry Nuradi meminta para pihak terkait persoalan sengketa lahan di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia bisa menyelesaikan kasus tersebut dengan musyawarah, memperhatikan aspek hukum, sosial, pertahanan keamanan dan melibatkan semua steakholder guna menghasilkan win-win solution.
Hal tersebut disampaikan Eryy dalam rapat koordinasi Penyelesaian Sengketa Lahan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) TNI, cq TNI – AU pada Kamis (16/3/2017) di Kantor Gubernur Sumut.Dalam kaitan ini, menurut Gubernur, seluruh masyarakat yang bermukim di Sari – Rejo segera didata, dasar hukumnya atau alas hak warga menempati lahan tersebut.
Tidak sampai di situ, Erry juga menyarankan setiap kepala keluarga mendapat 200 meter persegi. Itu hak hidup. Jika lebih dari jumlah tersebut, itu hak serakah, kata Erry.Menanggapi hal tersebut, Ketua Forum Masyarakat Sari – Rejo, Riwayat Pakpahan menganggap Gubernur tidak memahami persoalan. “Saya harap, jika tidak memahami secara historis persolan Sari – Rejo, jangan berbicara di publik. Itu bisa menimbulkan polemik,” kata Pakpahan ketika ditemui di Sekretariat Formas, Jalan Teratai Nomor 45 Kelurahan Sari – Rejo Kecamatan Medan Polonia, Minggu (19/3/2017).
Pakpahan menjelasakan, yang tidak memahami persoalan, tapi berbicara. Itulah yang membuat persoalan ini tidak kunjung selesai. “Seharusnya Gubernur mengecek langsung laporan yang diterimanya. Jangan seperti ini,” jelas Pakpahan.Selain itu, orang nomor satu di Formas ini mengungkapkan, dalam persoalan ini sudah jelas bahwa tanah seluas 260 hektar yang telah ditempati masyarakat sejak 1948 merupakan hak rakyat.
Apalagi putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang telah memenangkan rakyat. “Putusan Mahkamah Agung Nomor. 229 K/ Pdt / 1991 tanggal 18 Mei 1995 itu sudah incraht. Sementara, kita ketahui bersama, MA adalah lembaga hukum tertinggi di negara ini, dan negara kita ini berdasarkan hukum,” ungkapnya.
Pakpahan menyebutkan, jika merujuk pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor. 24 tahun 1997 Pasal 24 ayat (2), rakyat sudah berhak mendaftarkan hak atas tanahnya. “Berdasarkan PP itu, rakyat sudah berhak mendaftarkan hak atas lahan yang ditempatinya. Mengingat, sejak 1948 telah didiami sampai hari ini,” sebutnya.
Berdasarkan hal itu, Pakpahan menambahkan, klaim TNI – AU yang menyebutkan 591 hektare di antaranya 260 hektare tanah dihuni masyrakat merupakan aset sesuai register Nomor. 50506001 tidak beralasan, “hal tersebut menunjukkan klaim Lanud tidak beralasan,” tambahnya.
Dalam hal ini, Pakpahan mengahrapkan pemerintah hadir untuk mensejahterakan rakyatnya. “Sesuai dengan apa yang didengungkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dengan Nawacitanya, saya harap itu berlaku di Sari – Rejo. Jika tidak, persoalan ini akan menjadi permasalahan yang akan menimbulkan konflik,” harapnya.
Selain itu juga, kata Pakpahan, rakyat di Sari – Rejo sangat mendambakan permasalahan ini dapat diselesaikan secara adil sesuai hukum yang berlaku agar kedepan, rakyat bisa hidup aman, nyaman mendapat kepastian hukum dan tidak terombang – ambing. Sebab, tanah inilah yang akan diwariskan kepada anak cucu selaku generasi penerusnya.
Informasi sebelumnya, konflik antara rakyat di Kelurahan Sari – Rejo dengan TNI AU Pangkalan Udara (Lanud) Soewondo menyusul klaim sepihak oleh institusi tersebut. Ironisnya, dari jumlah yang diklaim sebagai aset oleh Lanud Soewondo itu, sebagian besar telah beralihfungsi menjadi bangunan milik pengusaha properti.Bagaimana bisa tanah yang dikatakan sebagai aset telah berpindah tangan ke pihak ketiga. (red)