Asahan (Pewarta.co)-Proses eksekusi lahan perkebunan sawit PT Padasa Enam Utama yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Tanjungbalai di Desa Silomlom, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Asahan berlangsung ricuh.
Berdasarkan pantauan, proses eksekusi yang dibawakan oleh Ketua Pengadilan Negeri Tanjungbalai, Salomo Ginting semula berlangsung lancar, namun mendadak ricuh, hal itu disebabkan oleh masyarakat yang hadir mempertanyakan terkait proses persidangan yang berlangsung tanpa dihadiri oleh pihak tergugat.
“Kami merasa, pengadilan ini berpihak kepada para penggugat. Kenapa pihak tergugat tidak dihadirkan, namun proses ini dijalankan juga. Proses ini tidak sah,” kata Manik, seorang masyarakat sekitar yang juga menjadi korban, Selasa, (26/1/2021).
Mendapat pertanyaan yang dilayangkan tersebut, Ketua PN Tanjungbalai langsung menjelaskan bahwa sebelumnya sudah ada kesepakatan antara kedua belah pihak.
“Kan sudah saya tanyakan, tadi melalui kuasanya kami membuka meskipun belum dihadiri oleh tergugat,” kata
Namun, perdebatan tersebut terus saja terjadi, akhirnya ketua PN Tanjungbalai meminta kepada pihak kepolisian yang mengawal untuk memukul mundur para warga yang memprotesnya.
“Ini proses hukum, jadi siapapun yang melawan, berarti melawan hukum. Polisi tolong itu dibawa keluar dari area ini,” kata ketua PN.
Saat penggusuran tersebut terjadi, salah seorang warga lainnya, Abdul Majid Hasibuan mengatakan, sebelumnya tanah warga sudah dihargai dengan harga Rp 35 juta.
“Sebelumnya, kami sudah dijanjikan ganti rugi sebesar Rp 35 juta per hektarenya. Tapi kenyataannya apa? Gak ada. Penipu kalian semua,” ujar Hasibuan.
Pria yang mengaku memiliki tanah seluas tiga hektare ini merasa sakit hati dan merasa sudah diperkosa oleh pihak penguasa.
“Kalau begitu kenyataannya, ambil kamu lah surat kami ini. Dengan adanya kejadian ini, kamu dinilai telah memperkosa rakyat,” katanya sembari mengakhiri pembicaraan.(ded)