Medan (Pewarta.co)-Unit 3 Subdit 4 DitKrimsus Polda Sumut mengungkap kasus aborsi ilegal di Jalan SM Raja Medan.
Dari pengungkapan itu, petugas mengamankan pemilik praktek ilegal berinisial NFT alias T (69) dan seorang pasiennya, KFS alias Tika (21) penduduk asal Kelurahan Rimbo, Kecamatan Muara Tebo Provinsi Jambi.
Pelaksana Harian (Lakhar) Kabid Humas Polda Sumut AKBP MP Nainggolan mengatakan, keduanya diamankan di rumah NFT yang merupakan pensiunan PNS di Jalan Sisingamangaraja, Kelurahan Sitirejo II, Kecamatan Medan Amplas.
MP Nainggolan menjelaskan, pengungkapan tersebut bersdasarkan informasi dari masyarakat tentang adanya orang yang dengan sengaja melakukan aborsi dan tidak sesuai dengan ketentuan.
Berdasarkan informasi tersebut, kata Nainggolan, petugas langsung mendatangi tempat praktik yang berada di Jalan Sisingamangaraja, Kelurahan Sitirejo II, Kecamatan Medan Amplas.
“Setibanya di lokasi, petugas menemukan seorang perempuan berinisial NFT yang sedang melakukan tindakan medis terhadap seorang pasien KFS alias TIKA yang diketahui akan melakukan aborsi terhadap janin di kandungannya yang berusia empat bulan,” jelas Nainggolan.
Selanjutnya, Nainggolan menyebutkan, usai diamankan, para pelaku beserta uang tunai sebesar 5 juta rupiah dan barang bukti lainnya langsung digelangdang ke Mapolda Sumut.
Terpisah, Kanit 3 Subdit 4 Ditreskrimsus Polda Sumut, Kompol Wira Praytna SH SIK MH yang dikonfirmasi membenarakan adanya pengungkapan praktek aborsi ilegal itu.
“Iya, benar. Pelaku mengakui sudah menjalankan praktek ilegalnya sejak Tahun 2012 dan telah melakukan lima kali Aborsi terhadap pasiennya,” kata Kompol Wira Prayatna.
Mantan Wakasatres Narkoba Polrestabes Medan ini menyebutkan, dari praktek ilegal tersebut, pelaku memperoleh imbalan sebesar 6 juta rupiah.
“Sebagai uang jasa, pelaku memperoleh imbalan sebesar 6 juta rupiah setiap mengaborsi pasiennya,” sebut Wira.
Imbas perbuatannta, kata Wira, para pelaku diherat dengan Pasal 194 jo Pasal 75 ayat (2) UU. RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang UU Kesehatan dengan ancaman hukuman paling lama 10 tahun dan denda Rp 1 Milliar.
“Selain itu, keduanya juga dikenakan Pasal 86 jo pasal 46 Ayat 1 UU. RI No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dengan ancaman denda Rp 100 Juta,” tandas Alumnus Akpol Tahun 2005 ini. (rks)