Jakarta (Pewarta.co)-Pakar hukum Tata Negara, Bahrul Ilmi Yakup menyatakan gugatan 10 Ketua RT Taman Villa Meruya di PTUN harus ditolak oleh Majelis Hakim.
Sedangkan seluruh pihak yang terlibat pemalsuan data warga harus dipidanakan. Bachrul menyebut ancaman hukuman untuk tindak pidana pemalsuan itu 6 tahun.
Pendapat itu disampaikan Bachrul Ilmi Yakup menanggapi terungkapnya pemalsuan data warga Taman Villa Meruya, Jakarta Barat oleh Para Penggugat Masjid At Tabayyun di dalam sidang PTUN, Senin (16/8/2021) lalu.
“Istilah hukumnya, tidak dapat diterima atau Niet Onvantkelijke Verklaard,” kata Bahrul saat dihubungi Rabu (18/8/2021).
Seperti diberitakan sebelumnya “Terbongkar, Dugaan Manipulasi Data Penggugat Pembangunan Masjid Taman Vila Meruya” di dalam sidang ke-5 PTUN. Hari itu terungkap secara mengejutkan di tengah persidangan gugatan atas areal tanah pembangunan masjid At Tabayyun di Taman Vila Meruya (TVM), Jakarta Barat (Jakbar).
Ada dua warga TVM, tidak pernah memberi kuasa kepada Para Penggugat untuk menggugat Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta nomor 1021/2020 tanggal 9 Oktober 2020 . SK itu terkait izin pemanfaatan aset/tanah milik Pemprov DKI Jakarta dengan status sewa untuk dijadikan lokasi Masjid At Tabayyun.
Saat sidang memeriksa Saksi Fakta yang diajukan Tergugat Intervensi, pengacara masjid At Tabbayun Rahmatullah
dari Fayyad and Partners, menyoal klaim pemberian kuasa itu kepada penggugat.
Dua warga dimaksud tidak pernah memberi kuasa kepada Para Penggugat untuk menggugat Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta nomor 1021/2020 tanggal 9 Oktober 2020 .
Kedua orang tersebut adalah Andi Muchainin Ma’arif dan Ir. Budiharto . Data Andi Muchainin warga RT 01 dipalsukan oleh Ketua RT nya sendiri, Andy Widianto. Sedangkan pemalsu data Ir Budiharto adalah Ketua RT Hendro Hananto.
“Absolut itu tindak pidana,” kata Muhammad Fayyad dari kantor Fayyad & Partner –kuasa hukum Panitia Pembangunan Masjid A Tabayyun sesudah memverifikasi Budiharto dan Andi Muchaimin.
Dua warga itu kebetulan sudah mengkonfirmasi statusnya pads Ketua RT-nya masing-masing.
Fayyad menduga kuat modus operandi itu dilakukan pengacara tidak hanya kepada dua warga, tapi kemungkinan sebagian besar warga TVM. Pengacara hanya mengajukan kertas untuk ditandatangani warga memilih lokasi masjid yang diinginkan.
Namun, belakangan persetujuan itu dimanipulasi untuk menggugat pembangunan Masjid At Tabayyun.
Menurut pengakuan Budi Harto dan Andi Muchainin, mereka tidak pernah membuat surat kuasa untuk menggugat. Belakangan mereka terkejut ketika menemukan nama dan tandatangannya masuk dalam list penggugat.
“Modus humberger, kata Fayyad.
Maksudnya? Kertas persetujuan warga untuk satu lokasi masjid, dijepit antara materi gugatan dengan penutup surat dan tanda tangan tim kuasa hukum.
Budiharto dan Andi tidak pernah melihat format itu sebelumnya,” papar Fayyad.
Kuasa Hukum Panitia Masjid At Tabayyun itu menerangkan berkas gugatan Kantor Pengacara itu dibuat berlapis-lapis. Hanya 10 RT itu yang memberi kuasa secara kolektif di atas satu materai. Lalu, ada dokumen tertulis “Kuasa Khusus” berisi list sekitar dua ratus nama warga. Nah! List itulah yang dijepit di tengah.
Pada persidangan ke 5 , Hakim Ketua PTUN
berjanji akan menindaklanjuti dugaan pemalsuan data warga tersebut.
Bahrul menjelaskan, ada dua cara seseorang mengajukan gugatan ke pengadilan. Yaitu bisa sendiri atau memberi kuasa pada kuasa hukum. Jika memakai kuasa hukum, maka harus benar dan sah. Benar maksudnya orang yang memberi kuasa dan materi yang dikuasakan memang ada.
“Sah artinya harus memakai format tertentu secara tertulis. Di situ tegas dinyatakan memberi kuasa kepada orang tertentu untuk apa? Ini sesuai dengan surat edaran Mahkamah Agung No.4 tahun 1994,” kata Bahrul.
Kalau muncul kejadian di pengadilan surat kuasa itu tidak benar, maka secara hukum surat kuasa tersebut tidak bisa dijadikan dasar oleh penerima kuasa untuk mendaftarkan dan menyidangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
“Di sini, ketua majelis hakim harus segera mengambil tindakan yang tepat. Pertama,surat kuasa yang bersangkutan tidak bisa diterima. Kemudian kedua, hakim harus segera memutuskan gugatan yang diajukan kuasa hukum tidak dapat diterima,” lanjut Bahrul.
Bahrul menambahkan, jika mau mengajukan gugatan ulang dengan materi yang sama, gugatan pertama harus digugurkan dulu. Namun pihak tergugat, yaitu Gubernur Anies Baswedan dan panitia pembangunan masjid At Tabayyun tidak punya kewenangan untuk membawa kasus manipulasi ini ke ranah pidana.
“Yang punya kewenangan membawa ke ranah pidana ya dua orang itu, yang merasa tidak memberi kuasa. Sikap hakim sudah benar, tidak serta merta menolak saat itu juga. Harus diperiksa dulu, kalau benar ada manipulasi, maka gugatan itu tidak bisa diterima,” pungkas Bahrul.
Sebagaimana diketahui, kasus ini mengemuka setelah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, memberikan izin pemanfaatan tanah untuk mesjid di Perumahan Taman Vila Meruya, Jakarta Barat.
Sejumlah warga, melalui kuasa hukumnya Kantor Hartono SH menggugat Gubernur DKI Jakarta atas penerbitan Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta nomor 1021/2020 tanggal 9 Oktober 2020 yang memberi izin pemanfaatan aset/tanah milik Pemprov DKI Jakarta dengan status sewa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Panitia Masjid yang diketuai wartawan senior Marah Sakti Siregar telah mengantongi izin lengkap pembangunan masjid, termasuk rekomendasi dari Forum Kerukunan Ummat Beragama (FKUB). (ril)