Medan (pewarta.co) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Randi Tambunan dari Kejatisu tetap menuntut 3 tahun penjara terhadap Himawan Loka alias Ahui (58) General Menejer PT Agung Bumi Lestari (ABL) karena menggelapkan barang milik UD Naga Sakti senilai Rp 396 juta di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (7/11/2019).
Hal itu diungkapkan JPU Randi Tambunan dalam replik (keberatan atas pembelaan terdakwa) yang dibacakan dihadapan Majelis Hakim PN Medan diketuai Mian Munthe, Rabu (7/11/2019).
Randi tetap meyakini terdakwa Ahui sebagai pelaku penggelapan seperti diatur dalam pasal 372 KUHP.
“Itu dibuktikan adanya keterangan saksi korban dan saksi lainnya menerangkan barang-barang yang diambil terdakwa dari UD Naga Sakti (Edwin) tidak dibawa ke PT ABL tempat terdakwa bekerja tapi dijual terdakwa ke UD Rezeki Baru di Perbaungan.
JPU juga mengenyampingkan dalil- dalil dari terdakwa maupun Penasihat Hukumnya yang menyatakan terdakwa tidak bersalah.
“Hakim harus mengenyampingkan dalil terdakwa itu,” ujar JPU mengutip sebait nota repliknya.
Setelah replik, dilanjutkan duplik dari pengacara terdakwa Ahui dan seterusnya putusan hakim yang akan dibacakan, Selasa (12/11/2019) mendatang.
Sebelumnya dalam surat dakwaan JPU menyebutkan terdakwa Ahui warga Jalan Perpustakaan Petisah Medan itu melakukan penggelapan itu secara berlanjut sejak 2015 hingga 6 Februari 2018 di toko saksi korban Edwin di Jalan Brigjend Katamso No.198A Kecamatan Medan Maimun.
Saat itu saksi korban Edwin pemilik toko UD. Naga Sakti Perkasa (NSP) melakukan kerjasama dengan PT ABL yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani Tebing Tinggi.
Kerjasama itu diantaranya UD NSP menjual pelastik asoi, bungkus nasi, tisue, pipet, tusuk sate, kotak gabus/stereoform, gelas pelastik Aqua kepada PT ABL, Sedangkan PT ABL menjual pembungkus nasi kepada CV NSP.
Adapun system pembayaran dalam kerjasama tersebut PT. ABL memberikan waktu sebulan kepada UD. Naga Sakti Perkasa untuk melakukan pembayaran pembungkus nasi diterima terdakwa yang datang ke UD. Naga Sakti setiap bulannya.
Setelah ditotalkan, setiap bulannya saksi korban sudah melakukan pembayaran melalui rekening Giro Danamon, kemudian terdakwa menyerahkan bon faktur warna putih kepada saksi korban, tanda barang telah dibayar lunas, begitu juga sebaliknya, terdakwa juga membayar kepada saksi korban atas barang-barang yang diambil terdakwa dari saksi korban.
Tahun 2014 sampai Juli 2015 pembayaran masih lancar, akan tetapi sejak Agustus 2015 sampai Februari 2018 terdakwa tidak ada lagi melakukan pembayaran terhadap barang yang diambil dari UD. Naga Sakti Perkasa.
Agustus 2015 saksi korban melakukan penagihan kepada terdakwa pada saat terdakwa datang menagih pembayaran bungkus nasi, dan saat itu terdakwa mengatakan nanti dulu hitungan karena bon merahnya tidak kelihatan .
April 2016 saksi korban bertanya kepada Dirut PT ABL Andrian Suwito tentang pembayaran barang yang diambil PT. ABL. Tapi Andrian Suwito mengatakan tidak tahu, itu urusan terdakwa Ahui dan langsung mematikan telpon.
Selanjutnya Oktober 2017, Lim Aina alias Aina selaku admin PT. ABL menghubungi saksi korban soal bon saksi Rp. 600.000.000,-.
Mendengar penjelasan tersebut, saksi korban menghubungi terdakwa mempertanyakan tagihan Rp 600 juta tersebut. “Kenapa tagihan saya Rp 600 juta, kalian yang punya utang ke saya, bukan saya”, lalu terdakwa mengatakan “Nanti Saya cek ke Aina”
Selanjutnya 6 Maret 2018 Komisaris Utama PT. ABL Rusli bersama terdakwa Ahui dan Fery Tandiono, Aina datang ke toko saksi korban untuk menanyakan tagihan saksi korban sembari memberikan print out computer tagihan.
Karuan saja korban mengatakan bahwa PT. ABL yang punya utang. “Yang punya utang itu PT ABL, bukan saya”, lalu saksi korban berkata kepada terdakwa “Ini otak kamu semua, suruh saya sudutkan kernet dan sopir lagi”.
Namun saat itu terdakwa diam saja dan tidak mau ngomong apa-apa.
Belakangan diketahui bahwa terdakwa Ahui sudah menerima pembayaran secara cash dari korban tetapi terdakwa tidak menyerahkannya ke PT. ABL, sehingga sejak tahun 2017 sampai Maret 2018 barang yang diambil dari PT. ABL saksi korban bayar melalui supir atas nama Putra dan Erson secara cash.
Adapun total tagihan yang belum dibayarkan terdakwa sesuai 61 lembar bon faktur yang ada pada saksi korban sebesar Rp. 396.103.250,- sehingga akibat perbuatan terdakwa tersebut saksi korban mengalami kerugian sebesar Rp. 396.103.250, sesuai uang yang belum dibayarkan ke PT ABL. (TA/red)