Medan (pewarta.co) – Majelis Hakim PN Medan diketuai Mian Munte kembali melanjutkan persidangan terhadap Himawan Loka alias Ahui(58) menejer PT Agung Bumi Lestari(ABL) yang didakwa menipu dan menggelapkan barang senilai Rp 396 juta Rabu (9/10/2019).
Jaksa Nova diwakili Febrina Br Sebayang menghadirkan Andrian Suwito,selaku Dirut PT ABL sebagai saksi, sedang sopirnya Erson tidak hadir dipersidangan.
Andrian Suwito sempat mendapat teguran dari hakim Anggota Aimafni hafniq
karena keterangan saksi selaku atasan terdakwa Ahui selalu menjawab tidak tau. Padahal di BAP penyidik Poldasu Adrian banyak tau soal kerugian PT ABL.
“Saya hanya tau PT ABL rugi Rp 534 juta,karena menugasi terdakwa Ahui sebagai sales barang,” ujar Andrian.
Menurutnya,kerugian tersebut akibat korban Edwin tidak melunasi pengambilan barang dari PT ABL.” Saya tau itu dari laporan karyawan saya Aina,” jelasnya lagi.
Apakah kamu tau,barang yang diambil terdakwa Ahui semua diserahkan kepada PT ABL tanya hakim lagi.
Andrian mengaku tidak tau.” Saya tidak tau bu hakim,’ ujarnya.
Menurut Hakim Aimafni,perkara terdakwa Ahui karena adanya laporan saksi korban Edwin selaku pemilik UD Naga Sakti Perkasa. Erwin merasa dirugikan karena uang hasil pembayaran ke PT ABL tidak disetorkan terdakwa.Buktinya Joko pemilik UD Rezeki Baru juga mengambil barang dari terdakwa Ahui yang mengatasnamakan PT ABL.
Padahal PT ABL tidak melakukan kerjasama dengan UD Rezeki Baru. “Apakah kamu tau itu, ” tanya hakim lagi.
Menurut hakim berdasarkan keterangan saksi terdahulu barang- baranh yang diambil dari terdakwa dari Edwin ternyata tidak diserahkan ke PT ABL. Melainkan dijual ke UD Rezeki Baru di Perbauangan.
“Jangan- jangan uang penjualan barang juga tidak diserahkan ke PT ABL. Pasalnya tidak ada orang yang mengawasi keluar masuk barang, ujar hakim.
Sebelum sidang, ternyata saksi Andrian lebih dahulu bertemu dengan Akhyar Penasihat Hukum( PH) terdakwa Ahui.Tidak tau apa yang dibahas. Padahal saksi Andrian adalah saksi yang dihadirkan JPU.
Sebelumnya dalak dakwaan Jaksa, Ahui warga Jalan Perpustakaan Kelurahan Petisah Tengah itu didakwa melanggar pasal 378 dan 372 KUHP.
Perbuatan itu dilakukan terdakwa sejak 2015 hingga 6 Februari 2018 di toko saksi korban Edwin di Jalan Brigjend. Katamso No. 198 A Kecamatan Medan Maimun.
Saat itu saksi korban Edwin pemilik toko UD. Naga Sakti Perkasa( NSP) melakukan kerjasama dengan PT ABL yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani Tebing Tinggi.
Kerjasama itu diantaranya UD NSP menjual pelastik asoi, bungkus nasi, tisue, pipet, tusuk sate, kotak gabus/streoform, gelas pelastik Aqua kepada PT ABL.
Sedangkan PT ABL menjual pembungkus nasi kepada CV NSP.
Adapun system pembayaran dalam kerjasama tersebut PT. ABL memberikan waktu sebulan kepada UD. Naga Sakti Perkasa untuk melakukan pembayaran pembungkus nasi diterima terdakwa yang datang ke UD. Naga Sakti setiap bulannya.
Setelah ditotalkan, setiap bulannya saksi korban sudah melakukan pembayaran melalui rekening Giro Danamon, kemudian terdakwa menyerahkan bon faktur warna putih kepada saksi korban, tanda barang telah dibayar lunas, begitu juga sebaliknya, terdakwa juga membayar kepada saksi korban atas barang-barang yang diambil terdakwa dari saksi korban.
Tahun 2014 sampai Juli 2015 pembayaran masih lancar, akan tetapi sejak Agustus 2015 sampai Februari 2018 terdakwa tidak ada lagi melakukan pembayaran terhadap barang yang diambil dari UD. Naga Sakti Perkasa.
Agustus 2015 saksi korban melakukan penagihan kepada terdakwa pada saat terdakwa datang menagih pembayaran bungkus nasi, dan saat itu terdakwa mengatakan nanti dulu hitungan karena bon merahnya tidak kelihatan .
April 2016 saksi korban bertanya kepada Dirut PT ABL Andrian Suwito
tentang pembayaran barang yang diambil PT. ABL.
Tapi Andrian Suwito mengatakan tidak tahu , itu urusan terdakwa Ahui dan langsung mematikan telpon.
Selanjutnya Oktober 2017, Lim AinA als Aina selaku admin PT. ABL menghubungi saksi korban soal bon saksi Rp. 600.000.000,.
Mendengar penjelasan tersebut, saksi korban menghubungi terdakwa mempertanyakan tagihan Rp 600 juta tersebut. “Kenapa tagihan saya Rp 600 juta, kalian yang punya utang ke saya, bukan saya”, lalu terdakwa mengatakan “Nanti Saya cek ke Aina”
Selanjutnya 6 Maret 2018 Komisaris Utama PT. ABL Rusli bersama terdakwa Ahui dan Fery Tandiono,Aina datang ke toko saksi korban untuk menanyakan tagihan saksi korban sembari memberikan print out computer tagihan.
Karuan saja korban mengatakan bahwa PT. ABL yang punya utang itu PT ABL, bukan saya”, lalu saksi korban berkata kepada terdakwa “Ini otak kamu semua, suruh saya sudutkan kernet dan sopir lagi”.
Namun saat itu terdakwa diam saja dan tidak mau ngomong apa-apa.
Belakangan diketahui bahwa terdakwa Ahui sudah menerima pembayaran secara cash dari korban tetapi terdakwa tidak menyerahkannya ke PT. ABL, sehingga sejak tahun 2017 sampai Maret 2018 barang yang diambil dari PT. ABL saksi korban bayar melalui supir atas nama Putra dan Erson secara cash.
Adapun total tagihan yang belum dibayarkan terdakwa sesuai 61 lembar bon fatur yang ada pada saksi korban sebesar Rp. 396.103.250,- sehingga akibat perbuatan terdakwa tersebut saksi korban mengalami kerugian sebesar Rp. 396.103.250, sesuai uang yang belum dibayarkan ke PT ABL. (TA/red)