Banda Aceh (Pewarta.co)-Kondisi keuangan/fiskal Aceh Selatan kian hari semakin memilukan. Bagaimana tidak, terhitung sejak tahun anggaran 2023 kabupaten berjuluk negeri Pala itu mengalami utang belanja teraudit yang cukup besar mencapai Rp 122, 5 Milyar dan defisit riil sekitar Rp 142,8 milyar yang membebani APBK Aceh Selatan Tahun Anggaran 2024.
Ketua DPW Aliansi Mahasiswa Pemuda Anti Korupsi (Alamp Aksi) Provinsi Aceh, Mahmud Padang menilai, selain tata kelola keuangan yang ugal-ugalan, ada indikasi pengaturan keuangan daerah yang terkesan sengaja dilakukan sehingga membuat kondisi fiskal Aceh Selatan begitu dilematis.
Salah satunya, kata Mahmud, penetapan proyeksi pendapatan daerah termasuk pendapatan asli daerah (PAD) yang begitu tinggi diduga sengaja dilakukan untuk meningkatkan proyeksi belanja daerah.
“Agar besaran belanja daerah dapat ditingkatkan, maka diduga adanya kesengajaan meningkatkan proyeksi pendapatan daerah yang tidak masuk akal agar dapat merealisasikan nilai belanja daerah yang lebih besar,sehingga ketika realisasi belanja jauh lebih besar ketimbang realisasi pendapatan maka terjadilah hutang dan defisit keuangan. Ini semacam adanya indikasi pengaturan anggaran yang tidak lagi lumrah, sehingga berkhibat lebih besar pasak dari pada tiang. Jadi bukan karena pendapatannya menurun, tetapi karena adanya indikasi penetapan proyeksi pendapatan yang sengaja digelembungkan,” ungkap Mahmud Padang, Sabtu, (14/12/2024).
Dia juga menyayangkan, beberapa kali rasionalisasi anggaran telah dilakukan pada tahun anggaran 2024, namun justru tidak memperbaiki keadaan. Hal ini diduga karena adanya ambisi oknum tertentu yang memaksakan agar sejumlah proyek tetap dilaksanakan pada APBK Aceh Selatan 2024.
“Pihak penegak hukum baik itu Kejati maupun Polda Aceh harus turun tangan memeriksa dugaan ini demi menyelamatkan keuangan daerah sebagaimana amanah Presiden RI Bapak Prabowo Subianto,” tambahnya.
Ironisnya lagi, lanjut Mahmud, sejumlah pembiayaan yang semestinya memang sudah ada alokasi anggarannya justru belum dibayarkan hingga pertengahan Desember 2024, menjelang tutup buku tahun anggaran.
Seperti, dana rutin (operasional) kantor camat se Aceh Selatan tahun 2024 sekitar 30 persen lagi belum cair, macetnya gaji perangkat gampong, terhambatnya pembayaran insentif khusus dokter spesialis hingga berbulan-bulan lamanya. Namun, mirisnya ada indikasi proyek yang sudah dihapus alokasi anggarannya pada saat rasionalisasi anggaran justru dilaksanakan.
Mahmud menjelaskan, pada tahun anggaran 2023 lalu, BPK RI menemukan penyalahgunaan dana eanmark yang telah dibatasi peruntukannya mencapai Rp 73,9 Milyar.
Namun, mirisnya pada tahun anggaran 2024 terindikasi penyalahgunaan anggaran eanmark itu kembali terjadi.
“Bukankah keledai saja takkan jatuh ke lobang yang sama. Jika benar pada tahun anggaran 2024 juga terjadi penyalahgunaan dana eanmark baik itu yang bersumber dari dana alokasi khusus(DAK), inseftif fiskal dan sebagainya.
Ada pula beredar isu bahwa sejumlah anggaran dari pemerintah pusat sudah masuk ke kas daerah Aceh Selatan, namun realisasi pembayaran kegiatannya tak kunjung dilakukan, sehingga patut diduga anggaran tersebut sudah digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya.
“Maka, oleh sebab itu kita aparat penegak hukum (APH) perlu serius melakukan pemeriksaan, ada apa dibalik semua ini,” tegasnya.
Mahmud juga menyebutkan preseden bobroknya tata kelola keuangan daerah Aceh Selatan pada tahun anggaran 2023 dan 2024 ini besar kemungkinan akan menjadi beban berat yang akan dipikul pemerintahan baru nantinya di tahun anggaran 2025.
Mahmud juga meminta agar Polda dan Kejati Aceh segera turun tangan memeriksa Pj Sekda Aceh Selatan sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten (TAPK) dan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Aceh Selatan sebagai pemegang akun anggaran sekaligus penanggung jawab pengelolaan keuangan daerah sehingga terang benderang kepada masyarakat apakah ada indikasi korupsi atau permainan anggaran yang merugikan keuangan daerah atau tidak oleh pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan anggaran daerah Aceh Selatan itu.
“Kita meminta Polda dan Kejati Aceh yang langsung turun tangan untuk menghindari pergesekan kepentingan di tingkat kabupaten yang mengakhibatkan persoalan indikasi permainan keuangan daerah tersebut tak kunjung diusut. Kita berharap Polda dan Kejati Aceh dapat turun langsung sehingga lebih profesional dalam membongkar indikasi penyalahgunaan anggaran hingga dugaan permainan anggaran yang terjadi di pemkab Aceh Selatan. APH juga harus periksa apakah ada indikasi penyelewengan anggaran atau upaya memperkaya diri oleh oknum tertentu dalam preseden bobroknya tata kelola keuangan daerah ini, misalkan ada aliran dana tertentu sehingga menambah aset atau pundi oknum pejabat tertentu yang diduga tidak wajar. Tentunya masyarakat berharap hal itu dapat dibongkar oleh APH demi upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi sebagaimana amanah Presiden RI Bapak Prabowo Subianto,” pungkasnya. (ril)