Medan (pewarta.co) – Mantan Direktur Utama (Dirut) PDAM Tirtanadi, Sutedi Raharjo dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kegiatan operasional di Tirtanadi Cabang Deliserdang yang merugikan keuangan negara senilai Rp10,9 miliar.
Dalam sidang yang berlangsung di ruang Cakra 9 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (7/11/2019), turut juga dihadirkan saksi Saipul Bahri Nasution, selaku Kepala Divisi Keuangan PDAM Tirtanadi dan Hermayani Nasution selaku Kabid Akuntansi PDAM Tirtanadi.
Dalam sidang itu, jaksa penuntut umum (JPU) Agusta Kanin menanyakan Sutedi Raharjo tentang adanya kerugian keuangan negara di Tirtanadi Cabang Deliserdang yang jumlahnya mencapai Rp10,9 miliar pada rentang waktu tahun 2015 hingga 2018.
“Kronologisnya saat adanya pergantian cabang, di situ ditemukan adanya indikasi pengeluaran kas di cabang yang tidak memenuhi ketentuan,” kata Sutedi menjelaskan.
Usai temuan tersebut, ia selaku dirut meminta cabang tersebut untuk direview dan diadakan audit internal laporan keuangan di Tirtanadi di cabang Deliserdang.”Yang diaudit itu tahun 2015 sampai 2016. Waktu itu kerugiannya belum diberitahukan, namun ada indikasinya,” tutur Sutedi di hadapan Hakim Ketua Azwardi Idris.
Sutedi menerangkan, dari masing-masing laporan tersebut kemudian baru diketahui terjadi adanya penyimpangan keuangan berupa pengeluaran cek, yang ditandatangani oleh Kacab Tirtanadi Deliserdang dan Kabag Keuangan.
“Hasil temuan itu diindikasi terjadi pengeluaran kas sekitar Rp10,9 miliar,” ujar Sutedi.
Sutedi melanjutkan, pasca temuan itu, pihaknya lantas melakukan rapat manajemen dan kemudian mencopot orang-orang yang terindikasi melakukan penyelewengan keuangan di Tirtanadi Cabang Deliserdang.
Dalam sidang itu, saat ditanyakan jaksa siapa yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan di Tirtanadi Cabang Deliserdang. Menurut Sutedi, hal itu merupakan tanggung jawab cabang masing-masing.
“Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan untuk pembayaran cek itu Kacab dan Kabagnya. Mereka yang bertanggung jawab dan itu sudah ada aturannya,” kata Sutedi.
Pada bagian lain, jaksa juga mempertanyakan Sutedi, mengapa penyimpangan keuangan itu bisa terjadi berturut-turut dari 2015-2018 dan siapa yang jamin di cabang lain juga bisa berjalan baik. “Apakah terjadi pembiaran. Karena ini sudah rutin. Siapa yang wajib bertanggung jawab?,” tanya jaksa ke Sutedi.
Namun, Sutedi kembali menekankan, hal itu menjadi tanggung jawab kepala cabang untuk melakukan koreksi.
Saksi Hermayani, selaku Kabid Akuntansi PDAM Tirtanadi menjelaskan, setiap laporan keuangan cabang wajib dikirimkan ke kantor pusat dalam bentuk neraca. Namun, untuk rekening koran, tidak disertakan.
“Dalam laporan neraca, memang ada nampak posisi kasnya ada. Namun untuk rekening korannya kita tidak pernah memintanya, dianggap saja itu uang kas,” jelasnya. Namun begitu, Hermayani tidak menampik kemungkinan adanya selisih atau perbedaan.
Sementara saksi Saipul Bahri menjelaskan, pasca kejadian itu, ia dipanggil pun turut dipanggil dirut. “Saya hanya ketahui setelah dipanggil dirut, lainnya tidak ada. Tidak ada ikut pertemuan dengan kacab,” jelasnya.
Dalam kasus ini diketahui, lima mantan pejabat Tirtanadi Medan cabang Deliserdang diadili terkait dugaan korupsi kegiatan operasional yang merugikan negara senilai Rp10,9 miliar.
Kelima terdakwa yakni, Achmad Askari selaku mantan Kacab PDAM Tirtanadi cab. Deliserdang tahun 2015-2016, Bambang Kurnianto selaku Staf Ahli Direksi, Mustafa Lubis selaku Kabag Keuangan Tahun 2015.
Kemudian Pahmiuddin selaku mantan Kacab Tirtanadi cabang Deliserdang, serta Lian Syahrul selaku mantan Kabag Keuangan PDAM Tirtanadi Cabang Deliserdang tahun 2015.
Dalam surat dakwaan jaksa dijelaskan, proses pembayaran kegiatan operasional PDAM Tirtanadi Cabang Deliserdang berawal dari adanya usulan dari bagian umum dengan melampirkan daftar pembayaran yang diajukan kepada Kacab, kemudian Kacab mendisposisi setuju untuk dibayarkan selanjutnya disampaikan kepada Kabag keuangan untuk pembuatan voucher.
“Setelah voucher dibuat oleh Kabag Keuangan kemudian voucher tersebut masuk kembali ke kepala cabang berikut dengan cek penarikan sejumlah sesuai dengan usulan yang tercantum dalam voucher. Selanjutnya cek tersebut di tanda tangani oleh Kacab bersama-sama dengan kabag keuangan,” kata jaksa.
Setelah ditandatangani, kemudian cek dan voucher diserahan kembali ke Kabag keuangan. Setelah cek tersebut dicairkan oleh Kabag keuangan kemudian uang yang ditarik tersebut diserahkan kepada Kabag umum untuk selanjutnya dicairkan ke Bank Sumut.
Namun, biaya operasional yang sudah berjalan dari 2015 hingga 2018 tersebut, ternyata terdapat beberapa cek yang jumlahnya tidak sesuai usulan pembayaran dan voucher yang diajukan. Akibatnya, ditemukan adanya indikasi kerugian keuangan negara yang nilainya mencapai Rp10,9 miliar. (TA/red)