Medan (Pewarta.co)-Kasus penjualan LKS dan baju seragam di SMA Negeri 10, Jalan Tilak, Kecamatan Medan Kota yang kabarnya dikelola oknum PKS berinisial MEN, terus bergulir kencang.
Disebut-sebut, karena mulai tak tahan melihat tingkah pejabat wakil kepala sekolah itu, para guru mulai berani membongkar aktivitas ilegal oknum pejabat sekolah yang sudah berlangsung belasan tahun tersebut.
Hal itu terendus setelah redaksi menerima salinan surat seorang guru yang ditujukan kepada aparat penegak hukum yang meminta praktik kotor itu diungkap secara hukum. Berikut isi surat tersebut ;
“Dengan ini disampaikan kepada pimpinan penegak hukum mengenai oknum yang melakukan penjualan seragam sekolah, atribut sekolah dan buku LKS yang dikelolah secara pribadi.
Berdasarkan aturan yang berlaku, oknum PKS Kesiswaan tersebut telah melanggar Peraturan Pemerintah No 17 tahun 2010
tentang: “pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan”. Dalam Pasal 181a jelas dinyatakan: ”pendidik dan tenaga kependidikan baik perseorangan maupun kolektif, dilarang menjual buku
pelajaran, bahan ajar, seragam sekolah atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan”.
Bahkan peraturan itu turut diperkuat dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No.75 tahun 2016 Pasal 12a, yang bunyinya: ”Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di Sekolah”.
Kegiatan ini sebenarnya bukan kali ini saja terjadi, akan tetapi sudah dilakukan oknum PKS Kesiswaan tersebut selama belasan tahun yang lalu. Berdasarkan aturan diatas, maka dengan ini melaporkan:
Pertama, Oknum PKS Kesiswaan melakukan penjualan seragam sekolah, atribut sekolah dan buku LKS setiap tahunnya dan sudah berlangsung selama belasan tahun.
Kedua, Oknum PKS Kesiswaan ini sangat arogan dan ditakuti di SMA Negeri 10 Medan, maka dari itu sejak menjabat tahun 2003 sampai saat ini oknum tersebut tidak bisa tergantikan posisinya, padahal kepala sekolah sudah berganti beberapa kali.
Ketiga, Oknum PKS Kesiswaan ini sudah menjabat selama 19 tahun, namun tidak ada menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam bidang kesiswaan di SMAN 10 Medan.
Keempat, Jika ditelusuri, sebenarnya pimpinan sekolah dan para guru yang tergabung dalam KPRI SMAN 10 Medan, sudah melakukan Rapat Anggota Koperasi (RAT) tahuan yaitu bulan februari 2022 untuk memasukkan kegiatan penjualan seragam sekolah tersebut dan sejenisnya masuk kedalam program koperasi, akan tetapi karena oknum PKS Kesiswaan tersebut sangat arogan dan merasa dirinya sangat hebat, maka oknum tersebut menolak dengan keras saat rapat tersebut sembari berkata “tidak akan pernah saya berikan penjualan seragam dan LKS masuk kedalam koperasi” (rekaman tersedia dan saksinya seluruh anggota koperasi). Saat kejadian itu tidak ada seorang pun dapat membantah oknum PKS Kesiswaan tersebut, bahkan kepala sekolah sendiri diam.
Kelima, Saat berlangsung kegiatan PPDB, selama ini kegiatan selalu melibatkan staf kurikulum dalam kepanitian PPDB. Akan tetapi tahun ini pimpinan sekolah tidak lagi melibatkan staf kurikulum dalam PPDB melainkan melibatkan para tenaga honor. Apakah hal ini wajar?
Demikian laporan ini disampaikan untuk dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, tentang kasus penjualan seragam sekolah dan buku LKS pada SMAN 10 Medan, yang diperkirakan telah memperoleh hasil keuntungan pribadi selama belasan tahun sebesar ± Rp2,5 Miliar yang telah dinikmati oknum PKS Kesiswaan tersebut selamat menjabat PKS Kesiswaan.
Menanggapi hal ini, Ketua DPW Formapera Sumut Feri Afrizal secara tegas mengatakan siap mengawal kasus yang terjadi di SMA Negeri 10 Medan tersebut.
“Kami aja menjalankan tupoksi kami sebagai LSM yang mengawal setiap aktivitas aparatur negara yang melenceng. Termasuk dalam kasus di SMAN 10 Medan ini yang kami rasa sudah tidak bisa ditolerir,” tegasnya.
Di samping itu, lanjut Feri, dari hasil investigasi kami, kabar yang mengatakan MEN sebagai oknum PKS membatalkan penjualan seragam siswa nyatanya hanya upaya untuk mengelabui.
“Faktanya dia diduga kuat menggunakan jasa pihak ketiga. Jika sebelumnya dikatakan uang baju siswa akan dikembalikan, nyatanya semua hanya modus. Caranya uang dititipkan ke pihak ketiga itu tapi tak bisa juga dicairkan lagi, tapi tetap seragam yang diberi,” terang Feri.
Untuk itu, sambungnya, menyikapi kasus ini, Formapera akan segera membuat dumas resmi ke pihak Ditreskrimsus Poldasu dan Pidsus Kejatisu agar kasus ini segera diungkap. (red)