Medan (Pewarta.co)-Alexleo Fensury, pelapor dalam perkara dugaan surat palsu kembali memberikan keterangan tambahan guna pemenuhan petunjuk jaksa. Pemberian keterangan tambahan itu dilakukan dihadapan penyidik Polda Sumut, Senin (18/10/2021) kemarin.
“Jadi saya mendampingi Pak Alex (pelapor) dalam rangka memenuhi petunjuk P19 dari Kejati Sumut. Keterangan-keterangan yang disampaikan Pak alex (pelapor) itu salah satunya berkaitan dengan masalah dokumen. Tepatnya soal dokumen mana yang dipalsukan, dimana dokumen yang dimaksud itu adalah dokumen laporan neraca keuangan maupaun laporan laba-rugi,” ungkap C Suhadi, selalu kuasa hukum pelapor Alexleo Fensury, Selasa (19/10/2021).
Mengenai dokumen tersebut Suhadi menjelaskan, bahwa pada lembar fotocopy dokumen neraca keuangan dan laba-rugi perusahaan yang ada pada tersangka Exsan Fensury terdapat tanda tangan para pihak pemegang saham. Sedangkan dokumen asli laporan neraca keuangan dan laba-rugi yang sejak awal dipegang korban/pelapor hingga saat ini belum tertera adanya penandatanganan. Hal itu dikarenakan belum terlaksananya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai mekanisme prosedur keabsahan dokumen laporan dimaksud sesuai UU tentang Perseroan Terbatas (PT).
“Fotocopy dokumen yang ditandatangani tersangka itu pada dokumen aslinya sampai sekarang belum ditandatangani. Penandatanganan fotocopy dokumen itu juga dilakukan tersangka di luar RUPS dan tidak diketahui pelapor. Sehingga dengan kondisi yang seperti itulah kita katakan bahwa penandatanganan itu tidak sah, dan karena hal itu juga kita sebutkan bahwa dokumen itu nggak bener atau dokumen palsu,” bebernya.
Suhadi melanjutkan, pihaknya juga telah menjelaskan kepada pihak penyidik tentang adanya Kuasa Direksi. Dimana pelapor Alex sebagai Direktur perusahaan memberi kuasa kepada tersangka Exsan selaku Komisaris perusahaan sebagai Kuasa Direksi dalam pengelolaan keuangan dan manajemen perusahaan.
“Karena mungkin saja jaksa tidak cermat mempelajari soal Kuasa Direksi ini makanya kita tegaskan mengenai apa itu Kuasa Direksi, apakah ada buktinya itu semua kita terangkan dalam BAP termasuk kita urut kan bukti bukti adanya kuasa direksi, tambahan. Artinya menyangkut masalah pengelolaan keuangan dan manajemen perusahaan itu, oleh pak Alex sebagai Direktur dikuasakan kepada pak Exsan sebagai komisaris yang kedudukannya kemudian menjadi Kuasa Direksi. Jadi dalam konteks ini berkaitan masalah pengelolaan keuangan, itu semua dikuasai oleh tersangka dan sampai sekarang belum pernah dilaporkan tersangka sebagaimana mekanisme prosedur sesuai UU melalui RUPS,” jelasnya.
Masalah yang kemudian menjadi persolan berkaitan semua itu, lanjut Suhadi, adalah dokumen palsu tersebut digunakan oleh tersangka sebagai alat bukti dalam perkara niaga di Pengadilan Niaga Medan. Sehingga menurutnya pada satu sisi jika dilihat dari keseluruhan persoalan yang ada, RUPS yang sejatinya belum pernah dilaksanakan hingga saat ini seolah-olah telah terlaksana.
“Yang menjadi persolan, dokumen palsu itu kemudian digunakan tersangka sebagai alat bukti di Pengadilan. Dalam konteks ini perlu saya sampaikan bahwa yang kita persoalkan bukan lagi masalah keuangan maupun laba dan rugi. Yang kita soalkan adalah tentang penggunaan dokumen palsu itu sebagai alat bukti di pengadilan. Karena itu dalam kasus ini laporan kita menyangkut Pasal 263 ayat (2), dimana unsur penggunaannya itu nyata bahwa tersangka menggunakan dokumen palsu itu di pengadilan,” bebernya lagi.
Mengenai duduk perkara kasus itu Suhadi menambahkan, berkaitan unsur penggunaan dokumen palsu pada Pasal 263 ayat (2) itu lah pada hakikatnya menurut C Suhadi dapat disimpulkan secara sederhana bahwa perbuatan tersangka pada kasus yang dilaporkan pihaknya murni merupakan tindak pidana. Terlebih dalam prosesnya tim penyidik Polda Sumut telah bekerja sesuai prosedur dalam mengumpulkan bukti-bukti serta keterangan saksi maupun ahli.
“Seandainya dokumen yang digunakan tersangka di pengadilan itu merupakan hasil RUPS, sah saja jika dikatakan jaksa bahwa kasus ini ranah nya perdata. Tapi kenyataannya tidak seperti itu adanya, sebab RUPS sampai saat ini tidak pernah terlaksana. Bahkan ada permohonan tertulis dari tersangka selaku Kuasa Direksi ketika itu untuk menunda RUPS selma seminggu dari jadwal yang sudah ditentukan, namun empat tahun berlalu RUPS tersebut tak pernah terlaksana,” terangnya.
Selain itu, Suhadi juga meminta kepada Kajati Sumut agar memberi atensi penuh terhadap perkara itu. Menurut Suhadi, atensi itu sangat penting dilakukan agar penanganan dalam proses hukum kasus itu berjalan sebagaimana mestinya.
“Jadi saya mohon atensi dari pada Bapak Kajatisu. Karena dalam kaitan kasus ini kita juga sudah meminta perlindungan hukum baik kepada Jamwas, kepada Jampidum bahkan ke Jaksa Agung. Saya kira kalau dilihat dari persoalan kasus ini, memang ranahnya juga sudah jelas. Jadi saya berharap agar jangan ada lagi pembelokan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sumut Yos Arnold Tarigan mengatakan pihaknya belum menerima berkas hasil perbaikan dari penyidik Polda Sumut.
“Ya berkasnya masih P19 dan belum diserahkan balik penyidik ke jaksa,” tandasnya. (red)