• Hubungi Kami
  • Redaksi
  • Pasang Iklan
Senin, 22 September 2025
Pewarta.co
  • HOME
  • Medan
  • Sumut
  • RIAU
  • Aceh
  • Hukum
  • Politik
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Internasional
  • Sport
  • Advertorial
No Result
View All Result
  • HOME
  • Medan
  • Sumut
  • RIAU
  • Aceh
  • Hukum
  • Politik
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Internasional
  • Sport
  • Advertorial
No Result
View All Result
Pewarta.co
No Result
View All Result
Home Opini
Lawatan Prabowo ke Belanda: Ujian Kedaulatan atau Sekadar Diplomasi Dagang?

Lawatan Prabowo ke Belanda: Ujian Kedaulatan atau Sekadar Diplomasi Dagang?

Penulis : Sri Radjasa, M.BA (Pemerhati Intelijen)

by Redaksi
Minggu, 21 September 2025
in Opini
5
VIEWS
FacebookTwitterWhatsappLineWechat

Medan (Pewarta.co)-RENCANA lawatan Presiden Prabowo Subianto ke Belanda usai pidatonya dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-80 di New York dan kunjungan resmi ke Kanada bukanlah agenda biasa. Hal itu bukan sekadar persinggahan diplomatik, melainkan sebuah peristiwa yang akan menguji konsistensi Indonesia dalam menjaga martabat kedaulatan yang sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 ditegakkan dengan darah dan pengorbanan jutaan rakyat. Menteri Luar Negeri Sugiono mengumumkan bahwa Prabowo dijadwalkan bertemu Raja Willem-Alexander pada 26 September 2025. Namun, di balik jadwal resmi itu, ada tanda tanya besar, apakah Presiden Republik Indonesia akan benar-benar diperlakukan sebagai kepala negara berdaulat, atau hanya sekadar mitra dagang yang ramah tamah di negeri bekas penjajah?

 

bacajuga

PGN Bangun Mother Station CNG Pertama di Medan, Dukung UMKM hingga Industri Sumut

Indosat Kerja Sama dengan Tsinghua University dan ITA Dirikan AI Center

UMSU Sambut 4.125 Mahasiswa Baru dengan Orkestra, Wali Kota Medan Uji Mahasiswa Internasional

Sampai hari ini, Belanda tidak pernah mengakui secara de jure kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Yang mereka akui hanya penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1949 lewat Konferensi Meja Bundar, itupun bukan kepada Republik Indonesia melainkan kepada Republik Indonesia Serikat. Klaim ini melahirkan tafsir kolonial yang masih dipertahankan hingga kini, bahwa kemerdekaan Indonesia bukan hasil perjuangan rakyatnya, melainkan “pemberian” Belanda. Sikap itu tampak gamblang ketika Perdana Menteri Mark Rutte pada 14 Juni 2023 sempat menyatakan di parlemen bahwa Belanda “mengakui tanpa syarat” kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, namun sehari kemudian ia mengoreksi pernyataannya. Menurutnya, Belanda hanya “menerima” proklamasi itu sebagai fakta sejarah, bukan sebagai pengakuan hukum. Bahkan ia menegaskan, “kedaulatan hanya diberikan sekali, yakni kepada Federasi RIS.” Pernyataan yang mengandung aroma kolonialisme ini jelas melecehkan marwah Republik Indonesia.

 

Dalam teori hubungan internasional, setiap kunjungan kepala negara membawa makna simbolik tentang pengakuan kedaulatan.

 

Karena itu, lawatan ke Belanda tak bisa dipandang sebagai sekadar kunjungan kerja atau wisata diplomatik. Sejumlah presiden sebelumnya, mulai dari Soeharto hingga Megawati, memang pernah berkunjung ke Belanda, tetapi selalu dalam bingkai kunjungan resmi, bukan kunjungan kenegaraan. Alasan mendasarnya sederhana, dimana Belanda tidak pernah mengakui secara de jure eksistensi Republik 17 Agustus 1945. Maka pertanyaan yang kini menggantung adalah apakah Prabowo akan mengikuti pola yang sama, diterima sebagai pemimpin negara berdaulat atau hanya sekadar tamu ramah dagang.

 

Risiko politiknya besar. Jika Presiden RI hanya diperlakukan sebagai pengunjung tanpa status kenegaraan penuh, maka itu berarti penghinaan diplomatik terselubung. Apalagi sejarah bangsa ini tidak pernah dibangun di atas hadiah kolonial, melainkan atas perlawanan berdarah dan prinsip filosofis yang ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Mengabaikan hal ini sama artinya dengan menegasikan fondasi ideologis Republik.

 

Diplomasi sejatinya berdiri di atas prinsip resiprositas. Jika Belanda menolak mengakui kemerdekaan Indonesia secara de jure, Indonesia seharusnya juga berhak menegaskan posisi yang sama. Hubungan ekonomi, dagang, investasi, dan pariwisata tetap bisa berlangsung tanpa pengakuan diplomatik penuh. Indonesia sudah membuktikan hal itu dengan Israel dan Taiwan, dua entitas yang tidak diakui secara resmi, namun tetap memiliki hubungan perdagangan dan interaksi ekonomi.

 

Maka, lawatan ini adalah ujian besar bagi Prabowo. Apakah Prabowo akan hadir sebagai pemimpin yang teguh menjaga martabat bangsa, atau sekadar pragmatis yang rela menukar harga diri Republik dengan kesepakatan dagang jangka pendek. Dalam filsafat politik, martabat sebuah bangsa bukan sekadar soal status formal, melainkan tentang pengakuan eksistensial atas perjuangan rakyatnya. Soekarno pernah menegaskan bahwa kemerdekaan adalah jembatan emas yang tidak boleh dicoreng kompromi kolonial. Jika Prabowo gagal membaca simbolisme ini, maka seluruh bangsa bisa dianggap menundukkan kepala di hadapan bekas penjajah yang menolak mengakui kedaulatan kita.

 

Lawatan ke Belanda tidak boleh menjadi sekadar pertemuan meja makan atau tanda tangan kontrak dagang. Ia harus menjadi momentum untuk menegaskan kembali posisi Indonesia sebagai bangsa merdeka yang tidak meminta pengakuan, melainkan menuntut penghormatan. Taruhannya bukan hanya citra Prabowo di panggung dunia, melainkan marwah kedaulatan Republik Indonesia yang tidak bisa ditawar.(Red)

Related Posts

Kecanduan Jokowilic dan Ancaman Terbelahnya Bangsa
Opini

Kecanduan Jokowilic dan Ancaman Terbelahnya Bangsa

Jumat, 19 September 2025
Kuota Partai, Pendamping Desa dan Korupsi Kebijakan Menteri Yandri
Opini

Kuota Partai, Pendamping Desa dan Korupsi Kebijakan Menteri Yandri

Jumat, 19 September 2025
TNI di Persimpangan Politik Reformasi
Opini

TNI di Persimpangan Politik Reformasi

Kamis, 18 September 2025
Nepal, Indonesia, dan Modus Baru Pembunuhan Demokrasi
Opini

Nepal, Indonesia, dan Modus Baru Pembunuhan Demokrasi

Selasa, 16 September 2025
Jokowi, Satu Mata Rantai yang Hilang dalam Tuntutan 17+8
Opini

Jokowi, Satu Mata Rantai yang Hilang dalam Tuntutan 17+8

Minggu, 14 September 2025
OJK Tak Bertaring, Mafia Bank Asing Bebas Bermain di Indonesia
Opini

OJK Tak Bertaring, Mafia Bank Asing Bebas Bermain di Indonesia

Sabtu, 13 September 2025

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ayo Perangi Narkoba

Warta Populer

  • Kejati Sumatera Utara Serahkan AHS Oknum Polisi Tersangka Kasus Sisik Trenggiling ke Kejari Asahan

    Kejati Sumatera Utara Serahkan AHS Oknum Polisi Tersangka Kasus Sisik Trenggiling ke Kejari Asahan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Plt.Kapolrestabes Medan Hadiri Syukuran HUT Lantas Bhayangkara ke-70, Lalu Lintas Moderen Yang Berkeselamatan Menuju Indonesia Emas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kuota Partai, Pendamping Desa dan Korupsi Kebijakan Menteri Yandri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ILAJ Minta MA dan Mendagri Tolak Hasil Pansus Angket

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kader Pemuda Pancasila”Berduka” Atas Meninggalnya Mantan Ketua PAC Pemuda Pancasila Medan Denai

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Pewarta.co
  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Cyber

Copyright © 2025 Pewarta.Co All Right Reserved | PT. Zaki Angkasa Hamdani

No Result
View All Result
  • Home
  • Medan
  • Politik
  • Sumut
    • Asahan
    • Tapanuli Utara
    • Batubara
  • RIAU
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Sport
  • Selebrity
  • Pendidikan
  • Polisi Kita

Copyright © 2025 Pewarta.Co All Right Reserved | PT. Zaki Angkasa Hamdani