Medan (Pewarta.co) – Komisi II DPRD Kota Medan sorot izin gudang work shop atau bengkel pembuatan spare part mesin pengolahan kelapa sawit di Jl Pancing I Lik III Kelurahan Besar Kec Medan Labuhan. Pasalnya, keberadaan gudang sangat menganggu warga sekitar dengan suara bising dan berada di tengah-tengah pemukiman.
“Dinas terkait supaya meninjau kembali bila izin terlanjur diterbitkan. Izin bengkel nya supaya dicabut saja dan disuruh pindah karena keberadaan bengkel terbukti tidak memenuhi syarat beroperasi. Bahkan menurut peruntukan wilayah RTRW kawasan tersebut adalah kawasan pemukiman penduduk yang diperbolehkan hanya perdagangan K1,” tegas Wakil Ketua Komisi II DPRD Medan Sudari ST saat memimpin rapat dengar pendapat (RDP) anggota dewan bersama warga, pemilik bengkel dan instansi terkait di ruang Komisi II gedung dewan, Senin (5/10/20).
Selain itu kata Sudari ST yang juga selaku Ketua Fraksi PAN DPRD Medan itu, Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan supaya ikut meninjau ulang izin Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan UKL- UPL.
Bahkan dalam RDP ditetapkan bengkel hanya boleh beroperasi jika sudah menggunakan peredam suara yang memenuhi ambang batas suara di bawah 70 desibel. Sembari proses peninjauan ulang dilakukan dan bengkel belum mampu meredam suara, maka bengkel dilarang beroperasi.
“Masalah di Jalan Pancing I itu sudah banyak sekali, tolong pengusaha jangan nambah-nambah masalah. Sekarang juga anda harus tandatangani surat pernyataan tidak akan beroperasi sebelum meredam suara dibawah ambang batas. Tapi kalau nanti memang setelah ditinjau bengkel anda tidak layak beroperasi disana, maka bengkel itu memang harus ditutup atau dipindahkan,” sebut Sudari.
Sementara itu, Eko salah satu warga yang ikut dalam RDP menyampaikan, suara bising dari aktifitas bengkel sangat mengganggu. Dimana, suara itu sangat bising saat membanting banting besi dan sudah lama menimbulkan keresahan warga.
Ditambahkan Eko, posisi gudang yang dijadikan bengkel persis ditengah pemukiman padat penduduk. Untuk itu Eko berharap DPRD Medan dapat memfasilitasi kepada Pemko Medan dan dinas terkait agar operasional bengkel dihentikan.
Sedangkan Edi, warga lainnya justru mempertanyakan soal izin yang dimiliki bengkel tersebut. Sejumlah warga mengaku bersedia menandatangi surat karena disebut bahwa surat itu adalah salah satu syarat kepengurusan IMB. Padahal belakangan diketahui, bahwa surat itu untuk izin kebersediaan warga akan adanya bengkel disana.
“Awalnya kami disuruh mantan kepling yang diminta pemilik bengkel untuk menandatangani surat di atas kertas biasa tanpa materai, katanya itu untuk IMB saja. Eh ternyata belakangan pemilik bengkel punya surat tidak keberatan warga akan adanya bengkel itu. Anehnya lagi, justru tandatangan kami sudah diatas materai dengan tinta cair. Padahal kami tidak pernah menandatangani surat diatas materai, surat dari mana itu? Siapa yang memalsukan tandatangan kami?” tegas Edi bersama Burhanuddin yang sama-sama merasa tak pernah menandatangani surat bermaterai itu.
Pada kesempatan itu, Saim pemilik bengkel mengaku sudah meminta izin kepada masyarakat sekitar. Bengkel tersebut bergerak di bidang konstruksi pembuatan spare part komponen mesin di pabrik kepala sawit. Ia juga mengaku memiliki berbagai izin seperti UKL UPL, Dokumen Amdal, Izin dari DPMPTSP dan Izin lingkungan. “Izin-izin saya sudah lengkap pak,” kata Saim.
Sementara itu, Kadis Lingkungan Hidup Kota Medan, Armansyah Lubis mengaku jika yang menandatangani rekomendasi penerbitan izin adalah Kadis sebelum dirinya, yakni Isa Anshari. Itupun, DLH tidak akan menandatangani surat rekomendasi bila sebelumnya Dinas PKPPR tidak memberikan rekomendasi awal.
“Rekomendasi yang dikeluarkan DLH sesuai rekomendasi yang dikeluarkan TRTB (PKPPR). Mereka izinkan, itu karena lokasinya ada di zona K1. Lalu, pengusaha membuat permohonan UKL UPL melalui konsultan, bukan melalui petugas kami, jadi tidak ada keterlibatan kami disitu,” jawabnya. (Dik/red)