Jakarta (Pewarta.Co) – Kantor Staf Presiden dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengirim surat kepada Kapolda Sumatera Utara. Kedua lembaga negara tersebut meminta perhatian kepolisian bertindak adil agar tidak muncul persepsi tebang pilih dalam penanganan kasus insiden bentrok masyarakat adat Sihaporas kontra pekerja PT Toba Pulp Lestari, bulan lalu, tepatnya 16 September 2019.
Berdasarkan salinan surat yang diterima wartawan Jumat (18/10/2019), surat Kantor Staf Presiden bernomor B-78/KSP/D.05/10/2019 tertanggal 16 Oktober 2019 ditandatangani Deputi V Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodharwardani.
“KSP merekomendasikan, agar Kepolisian Daerah Sumatera Utara memastikan penegakan hukum secara profesional, agar tidak ada persepsi tebang pilih atau berpihak kepada salah satu pihak; dan menciptakan suasana kondusif dengan memfasilitasi penyelesaian secara musyawarah, bukan hanya pendekatan penegakan hukum semata,” demikian bunyi surat Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodharwardani.
Adapun surat Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), nomor: R- 295/4.1 .PPP/LPSK/1 0/2019 tentanggal 3 Oktober 2019. Surat juga ditujukan kepada Kapolda Sumatera Utara dengan tembusan kepada para pemohon.
“Informasi yang disampaikan Lamtoras, bahwa Sdr. Thomson adalah korban penganiayaan dari peristiwa 16 September tersebut, sementara Sdr. Jonny Ambarita adalah pihak yang melerai perkelahian yang terjadi. Pihak warga khawatir bahwa proses hukum yang berlangsung hanya terfokus pada laporan yang disampaikan oleh pihak PT. TPL, namun tidak menyentuh kepada terlapor Sdr. Bahara Sibuea yang telah menganiaya dan pemicu keributan,” demikian bunyi surat yang ditandatangani Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu.
“Kedatangan polisi berulang kali di desa mereka telah menimbulkan kekhawatiran ini menurut Lamtoras yang menyebabkan sekitar 50 (lima puluh) lelaki dewasa warga Desa Sihaporas meninggalkan desa,” demikian surat LPSK.
Edwin juga menulis, LPSK berharap agar dalam proses hukum yang berlangsung nemperhatikan ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 20 14 Tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Pertama, Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana mauupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikarnnya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan itikad baik; dan
Kedua,dalam hal terdapat tuntutan hukuni terhadap Saksi, Karban, Saksi Pelaku dan atau pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukun tetap.
Bukan hanya menyurati Kapolda dan Kapolres Simalungun, LPSK juga menurunkan tim investigasi berjumlah empat orang, semuanya laki-laki. Mereka tiba di Dusun Lumban Ambarita Sihaproas, Kamis (17/20/2019) sore.
Sesuai dengan daftar hadir yang diisi pada buku tamu pengurus Lembaga Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras), keempat personel LPSK yang datang adalah bernama Hasyim, Yogi, Ardyanto dan Syafar.
Mereka bertemu dan mengecek mengenai Mario Teguh, anak usia 3 tahun 7 bulan yang menjadi korban pemukulan pihak pekerja TPL saat terjadi bentrok pada 16 September 2019. Tim dari LSPK disambut wagar, sebagian besar wanita, karena kaum lelaki dewasa, masih sembunyi, tidak berani pulang ke kampong Sihaporas akibat pencarian yang tidak sesuai prosedur hukum.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu membenarkan tim LPSK berkunjung ke Sihaporas sebagai tindak lanjut pengaduan dan permohonan perlindungan masyarakat Adat Sihaporas ke LPSK di Jakarta, pada Kamis, 3 Oktober 2019. “Iya betul. Semoga membantu,” ujar Edwin Partogi Pasaribu melalui pesan singkat.
Sebelumnya, setelah terjadi bentrok akibat konfik agraria di Buntu Pangaturan, Nagori/Desa Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaen Simalungun, Sumatera Utara, terjadi saling lapor antara masyarakaat kontra pekerja PT TPL.
Warga melapor ke Polsek Sidamanik beberapa jam setelah kejadian, namun ditolak petugas dengan alasan pihak PT TPL telah melapor ke Polres Simalungun. Kemudian Selasa, 17 September, dari pihak warga, Marudut Ambarita melaporkan dugaan penganiayaan terhadap Mario Teguh Ambarita, anak usia 3 tahun 7 bulan dengan terlapor pekerja PT TPL, Bahara Sibuae.
Thomson Ambarita, yang menjabat Bendahara Umum Lamtoras juga melaporkan pekerja TPL atas dugaan penganyiaan terebut. Marudut menjalani pemeriksaan hingga Selasa malam (17 September), sementara Thomson menjalani pemeriksaan Rabu (18/9/2019). (red/rel)