Karo (pewarta.co) – Masyarakat di Kabupaten Karo memiliki daya juang dan bertahan hidup yang kuat. meski terus dibayangi semburan erupsi gunung Sinabung, serbuan hama tanaman dan kartel dagang yang mencekik, namun perekonomian terus bergerak meski tak dilindungi oleh pemangku dan pemilik kebijakan.
“Hal itu yang membuat seorang wartawan asal Hollandia, Maxwell Van Heck merasa penasaran dengan strategi ekonomi yang dimiliki warga di Kabupaten Karo, sehingga dia memutuskan untuk melihat langsung kehidupan orang karo di masa erupsi,” kata Hujan Tarigan penulis cerita dalam jumpa pers peluncuran naskah film layar lebar “Perik Siduadua”, Minggu (9/10) di Ballroom Hotel 3 Berastagi, Karo.
Kisah percintaan yang dibungkus dengan mimpi-mimpi seorang anak perempuan untuk bisa mengembangkan ekonomi dimasa paceklik itu menjadi semakin runyam tatkala travel warning diberlakukan menjelang penyebaran wabah Covid.
“Di saat tokoh utama dan warga lainnya sedang membangun mimpi baru, datang covid yang membuyarkan semua mimpi-mimpi. Padahal di sisi lain, tokoh utama itu sudah berhasil menerobos ketabuan adat, tentang perempuan karo yang tak memiliki catatan menjadi seorang pemandu wisata,” lanjut Hujan.
Film ini nantinya akan mengambil setting lokasi di beberapa tempat di Kabupaten Karo. Drama kehidupan itu akan dibungkus dengan gambar-gambar indah dari panorama serta objek wisata yang tersebar di sepanjang dataran tinggi Karo dan tepian Danau Toba di Tongging.
“Film ini juga akan meluruskan dan mengembalikan ingatan kita pada hubungan mesra antara masyarakat karo di dataran tinggi dengan Hollandia di bidang ekonomi dan perdagangan. Sehingga diharapkan menjadi duta diplomasi perbaikan hubungan dan kerja sama antara masyarakat Kabupaten Karo dan pemerintah Hollandia,”sambung Hujan.
“Satu lagi, yang menjadi poin utama dan tema besar film ini, film ini terinspirasi dari lagu monumental ciptaan Bapak Rahmatsys Barus. Dimana lagu itu mengisahkan tentang kehidupan sepasang kekasih yang memiliki komitmen kuat membangun bahtera rumah tangga. Komitmen akan menjadi kata kunci dalam cerita ini. Sebagaimana yang kita tahu, komitmen belakangan menjadi mahal karena mulai ditinggalkan oleh sebagian besar dari kita,” sambung Hujan.
Sementara itu menurut sang produser Perik Siduadua Benson Kaban ada sekitar 17 destinasi wisata lainnya di Kabupaten Karo, menjadi latar belakang lokasipengambilan gambar.
“Salah satunya tentu Kota wisata Berastagi, yang hanya memiliki jarak 30-an Km dengan Gardu Pandang Tongging, yang digunakan sebagai Posko utama produksi Film layar lebar tersebut,”kata Benson.
Film ini, lanjut Benson juga diproduksi sebagai media untuk lebih mengenalkan Danau Toba ke penikmat film seluruh dunia, baik panorama alamnya, situs sejarah dan karakter lokalnya yang khas memiliki keistimewaan, serta banyaknya destinasi wisata di kabupaten Karo sebagai penopang suksesnya program Pemerintah bertajuk Geopark Kaldera Toba; Pemerintah Ingin Danau Toba menjadi “Monaco Of Asia”.
“Film ini diperhitungkan akan menelan biaya Rp. 1 milyar dan secara resmi akan diproduksi oleh PT Agro Gegeh Persada, sebuah platform perusahaan yang berkonsentrasi mengembangkan pertanian dan pariwisata,” kata pria yang juga pernah memproduseri album musikalisasi puisi Tariganu oleh Julianus Liembeng, serta Konser Simponi Perak Tiofanta Pinem 2013.
“Casting sendiri akan berlangsung selama 10 hari, dari tanggal 11 hingga 21 Desember 2022. Dilaksanakan di tiga wilayah, Medan, Binjai, Kabanjahe dan Tongging. Sedangkan Proses pendaftaran akan dimulai sejak 10 Oktober 2022 hingga 10 Desember 2022,” demikian Benson.
Hadir dalam kesempatan itu sejumlah pemerhati dan praktisi budaya serta ekonomi Kabupaten Karo seperti John Modal Pencawan, Rahmatsys Barus, Mangsi Ginting, tokoh muda Karo yang aktif dalam pengembangan ekonomi modern Liston S. Depari, pengelola Ria Foodcourt Wasied Indera Ginting, Karya Bhakti Purba serta insan pers. (red)