Medan (Pewarta.co)-Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi mengungkapkan bahwa sejarah masuknya peradaban agama ke bumi Nusantara melalui kawasan Pantai Barat Sibolga-Tapanuli Tengah (Tapteng) perlu disikapi dengan baik. Apalagi wilayah itu dihuni masyarakat yang multi etnis.
Pesan itu disampaikan Gubernur dalam sambutannya pada kegiatan Pengukuhan Majelis Adat Budaya Pasisi Sibolga-Tapteng (Mabsi) Wilayah Sumut di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubernur, Jalan Sudirman Nomor 41 Medan, Sabtu (4/3) sore.
Hadir di antaranya para tokoh masyarakat asal Pantai Barat, Ketua Pengurus Mabsi Sumut Zahrin Piliang bersama Sekretaris Irwan Syari Tanjung, Bendahara Masran Munthe dan seluruh pengurus organisasi kedaerahan tersebut.
Kesempatan itu, Gubernur menekankan bahwa sebagai masyarakat yang berasal dari kawasan Pantai Barat, para pengurus Mabsi perlu memberikan perhatian dalam mendukung pembangunan dan kemajuan di daerah tersebut.
“Saya tadi baca kalimat Mengumpulkan yang Berserak, Meluruskan yang Bengkok dan Mengangkat yang Jatuh. Kalau ini dijadikan semboyan (falsafah hidup), Insya Allah, Sibolga-Tapteng yang penuh anugera itu akan semakin baik,” ujar Gubernur.
Sebagai kawasan yang merupakan pintu gerbang masuknya pendatang dari berbagai daerah dan negara di dunia pada abad ke-14, Pantai Barat Sumatera Utara kini dihuni oleh masyarakat dari banyak latar belakang adat budaya dan etnis.
“Inilah kekayaan kita, saya bangga dengan itu. Begitu beragamnya kita, bagaimana bisa kita jadikan kondisi ini bernilai positif, sebagai langkah yang baik,” jelasnya.
Kehadiran Mabsi Sumut ini, menurut Gubernur, bukan untuk mengkotak-kotakkan (membedakan) antarkesukuan dan budaya. Tetapi guna membesarkan kekayaan yang sejatinya dimiliki oleh Sumatera Utara, sebagai provinsi yang kaya adat budaya.
“Saya sudah minta agar para akademisi dan pemuka agama untuk mengkaji budaya yang ada di Pantai Barat. Supaya ini tidak hanya menjadi cerita saja. Mari bersama kita besarkan kawasan ini dan menjadi akrab, akur serta memperkuat silaturahim,” pungkasnya.
Sementara Ketua Mabsi Wilayah Sumut Zahrin Piliang menyampaikan apresiasi kepada Gubernur Sumut Edy Rahmayadi yang memberikan perhatiannya untuk masyarakat di Sibolga-Tapteng, termasuk warga yang tinggal di perantauan seperti Kota Medan dan daerah lainnya.
Dalam sambutannya, Zahrin menyampaikan, bahwa wilayah Pantai Barat Sumut dihuni oleh masyarakat yang multi etnis. Mulai dari Mandailing, Toba, Nias, Minang, Aceh hingga yang berlatar belakang keturunan bangsa di luar Indonesia, baik Arab maupun Cina dan sebagainya.
“Uniknya, masyarakat Pasisi Tapteng-Sibolga banyak suku-suku. Kami (Pantai Barat) adalah Negeri Berbilang Kaum. Penuturan bahasa seperti (Pasisi) ini juga bisa ditemui di Natal, Tabuyung (Madina), Singkil hingga Meulaboh (Aceh). Ini menunjukkan bahwa Pasisi sebagai sebuah etnis di Sumut,” ujar Zahrin.
Dari berbagai keunikan dan peninggalan sejarah di kawasan Pantai Barat itu, Zahrin mengatakan daerah tersebut sudah tumbuh, bahkan jauh sebelum masa awal kedatangan para penjajah. Khususnya Kapur Barus sebagai bahan penting untuk mengawetkan mayat Firaun.
“Wilayah Tapteng-Sibolga diwarnai berbagai corak budaya. Meskipun secara bahasa, dominannya adalah Minang. Karena memang migrasi orang-orang Minang telah mewarnai kehidupan masyarakat di Pantai Barat. Karena itu kami merasa kesempatan (Pengukuhan) ini sangat berharga. Sekali lagi terima kasih kepada Bapak Gubernur yang telah hadir di momentum penting ini,” pungkasnya. (ril)