Jakarta (Pewarta.co) – Tapis merupakan seni kerajinan tradisional sulam benang emas pada kain berserat yang dilakukan masyarakat Lampung.
Seni kerajinan itu merupakan sulaman tangan secara manual dari benang emas yang dibentuk secara detail di atas kain.
Dalam ajang Festival Ekonomi Keuangan Digital (FEKDI) x Karya Kreatif Indonesia (KKI) digelar di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta pada Kamis, 1 samapi Minggu 4 Agustus 2024, kain tapis khas Lampung itu berhasil mencuri perhatian pengunjung.
Berjalan melewati stand Provinsi Lampung itu, pengunjung setidaknya menoleh sekilas, namun akhirnya kecantol mampir untuk menilik lebih lanjut keistimewaan produk yang ditampilkan di situ.
“Kain tapis ini penuh sejarah dan kaya warna, makanya banyak peminatnya,” ucap Uly Istiqomah, Marketing Indah Tapis Lampung, Minggu (4/8/2024).
Harga kain ini terbilang tidak murah, tergantung lamanya waktu yang dibutuhkan dalam proses pembuatannya. Nilai nominal yang tercantum menjadi harga jual karya seni itu memang sebanding dengan keindahan kain tersebut.
Uly bilang, mengerjakan kain tapis butuh waktu hingga lima bulan. Lebih lama mengerjakan maka harga jualnya juga makin mahal. Diungkapkannya, ada yang sampai Rp20 juta lebih untuk harga kain plus selendangnya.
“Yang paling murah di sini harganya Rp250 ribu, dan termahal Rp20 juta,” ujarnya seraya memperlihatkan kain tapis yang harganya Rp1,9 juta.
Uly mengungkapkan, pada event ini saja produk yang ditampilkan UMKM binaan BI ini sudah laku banyak. Pembeli yang sudah terlanjur tertarik, terkadang tidak lagi melihat harga, lantaran pesona kain itu mampu ‘menyihir’ siapa pun yang melihatnya.
Sekedar diketahui, dalam bahasa Jawa kuno, ”apis” atau akar kata “tap”, bermakna susunan baik atau lajur demi lajur. Pada masa perdagangan tekstil di abad ke-16 dan 17, para pedagang Inggris, Portugis dan Belanda menyebut tekstil dengan ostilas tapes, taffes, tapes chindes. Sehingga saat ini tapis diartikan sebagai tenunan yang diberi hiasan atau ornamen yang disusun khusus dalam jalur-jalur horizontal.
Bagi orang Lampung, kain tapis merupakan kain adat yang digunakan sebagai busana untuk perempuan suku Lampung beradat Pepadun.
Motif kain tapis yang tersusun dari sulaman benang emas. Secara visual, kain tapis merupakan kain berserat dengan motif-motif hiasan dari benang emas dan perak yang ditempelkan dengan teknik menyulam atau dalam bahasa setempat disebut “nyucuk”. Menapis juga dimaknai sebagai bentuk menghalangi atau menutupi kain dengan benang.
Lantaran keberagamannya, kain tapis terbagi menjadi Tapis Kaca, Tapis Jung Sarat, Tapis Raja Tunggal dan masih banyak lagi. Kain Tapis Jung Sarat, berasal dari suku Pepadun dan biasanya dipakai perempuan dalam acara adat. Jung Sarat diproduksi dengan memakai 1000 gram benang emas yang membentuk motif pucuk rebung dan motif belah ketupat.
Sementara Tapis Kaca berasal dari Kota Bumu, Lampung Utara. Tapis ini memiliki motif pucuk rebung, belah ketupat, bunga dan daun. Sebagai detail, terdapat tempelan-tempelan berbentuk bulat yang terbuat dari kaca. (gusti)