Medan (Pewarta.co)-Menjadi tulang punggung Pemerintah dalam menyediakan akses pembiayaan rumah bagi jutaan rakyat Indonesia, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) membukukan kinerja positif sepanjang tahun 2021. Laba bersih Bank BTN melonjak 48,3% menjadi Rp2,37 triliun pada tahun 2021 dibandingkan tahun 2020 yang sebesar Rp1,6 triliun.
Kenaikan laba bersih Bank BTN ini ditopang oleh penyaluran kredit yang tumbuh 5,66%, dari Rp260,11 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp274,83 triliun pada tahun 2021 (year on year/yoy).
Pertumbuhan kredit tersebut disertai dengan penurunan Non Performing Loan (NPL) Gross Bank BTN yang tercatat sebesar 3,70% pada tahun 2021, berkurang jauh dari tahun 2020 di kisaran 4,37%. Adapun NPL Nett juga membaik dari 2,06% tahun 2020 menjadi 1,20% tahun 2021.
Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo menjelaskan, pertumbuhan kredit Bank BTN mengkonfirmasi bahwa sektor perumahan terbukti cukup tangguh dalam melewati masa krisis ekonomi akibat pandemi.
Pembiayaan pemilikan rumah tetap mengalir sekalipun daya beli konsumen relatif turun. Ini terbukti dari penyaluran kredit perseroan tahun 2021 yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 dan berada di atas rata-rata kredit industri perbankan pada kisaran 5,24%.
“Berbagai insentif yang diberikan Pemerintah berhasil menjaga daya beli konsumen sehingga permintaan kredit rumah tetap meningkat. Kami optimistis, pada saat ekonomi semakin pulih, dan pandemi berlalu sepenuhnya, permintaan KPR dapat meningkat lebih tinggi lagi,” kata Haru dalam Paparan Kinerja Keuangan Bank BTN Tahun 2021 di Jakarta, Selasa (8/2/2021).
Untuk diketahui, pada periode 2019-2020, saat perekonomian nasional terhimpit krisis dan penyaluran kredit industri perbankan mengalami kontraksi 2,5%, BTN merupakan satu dari sedikit bank yang berhasil membukukan pertumbuhan kredit.
Kini, ketika ekonomi berangsur pulih, dan sektor properti menjadi lokomotif pertumbuhan, BTN bisa berperan lebih besar lagi.
Haru mengungkapkan, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Subsidi masih menjadi penopang utama pertumbuhan kredit Bank BTN dengan kenaikan sebesar 8,25% yoy menjadi Rp130,68 triliun pada tahun 2021 dibandingkan tahun 2020 sebesar Rp120,72 triliun. Adapun KPR Non-Subsidi juga turut menunjukkan kenaikan di level 4,14% yoy menjadi Rp83,25 triliun pada tahun 2021 dibandingkan tahun 2020 sebesar Rp79,93 triliun.
Kenaikan penyaluran KPR Subsidi tersebut membuat Bank BTN masih mendominasi pangsa KPR Subsidi sekitar 90%. Sementara KPR secara nasional Bank BTN menguasai pangsa pasar sekitar 40%.
Pertumbuhan penyaluran kredit, lanjut Haru, juga berdampak pada pendapatan bunga (Net Interest Income/NII) yang tumbuh sebesar 44,7% dari Rp9,10 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp13,20 triliun di tahun 2021.
Kenaikan NII ini menghasilkan Net Interest Margin (NIM) ke level 3,99% pada tahun 2021 dibandingkan tahun 2020 yang baru sekitar 3,06%.
“NIM kami terus membaik dari waktu ke waktu. Hal ini menunjukkan biaya dana atau cost of fund semakin baik, sejalan dengan meningkatnya porsi dana murah (CASA),” tegasnya.
Haru memaparkan, total dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun Bank BTN sepanjang tahun 2021 mencapai Rp295,98 triliun naik 6,03% dibandingkan perolehan di tahun 2020 yang sebesar Rp279,14 triliun. Dari jumlah DPK tersebut komposisi dana murah mengalami kenaikan 319 bps dari 41,11% menjadi 44,3%.
Kenaikan komposisi dana murah ini membuat cost of fund Bank BTN hingga tahun 2021 mengalami penurunan signifikan sebanyak 166 bps menjadi 3,13% dibandingkan tahun 2020 yang masih 4,79%. “Hal ini menunjukkan keberhasilan Bank BTN dalam meningkatkan porsi dana murah,” tegas Haru.
Dari sisi kecukupan likuiditas, Menurut Haru, Bank BTN dalam posisi yang sangat sehat. Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) berada pada level 92,86%, membaik dari posisi tahun lalu di 93,19%. Angka ini lebih baik dari LDR perseroan tahun 2018 dan 2019 yang masing-masing sebesar 103,49% dan 113,5%.
“LDR tahun 2021 ini merupakan LDR terendah sepanjang lima tahun terakhir,” paparnya.
Haru menegaskan, likuiditas Bank BTN yang sangat kuat juga dapat dilihat dari Loan Coverage Ratio (LCR) berada di angka 283,16% terus meningkat dari periode tahun sebelumnya yakni 256,32% (2020), 136,31% (2019) dan 108,99% (2018).
“Peningkatan LCR menunjukkan semakin baiknya kondisi ketahanan likuiditas BTN dan jauh berada di atas ketentuan regulator yang sebesar 100%,” kata Haru.
Sementara itu, meski NPL mengalami penurunan, Bank BTN tetap menyiapkan pencadangan dana yang lebih besar. Hal ini terbukti dari Coverage Ratio pada tahun 2021 yang mencapai 141,82% jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 yang sebesar 115,02%.
Dengan kenaikan kredit dan DPK yang cukup signifikan tersebut mendongkrak aset Bank BTN tumbuh sebesar 2,95% dari Rp361,20 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp371,86 triliun di tahun 2021.
“Kinerja positif yang diraih Bank BTN ini tidak terlepas dari dukungan semua stakeholder terutama Pemerintah melalui Kementerian BUMN, Kementerian PUPR, dan Kementerian Keuangan serta OJK dan BI yang kebijakannya selama ini mendukung pertumbuhan industri perbankan dan sektor properti,” tegas Haru.
Tumbuhnya sektor properti termasuk pembiayaan perumahan juga tidak terlepas dari keberhasilan Pemerintah yang sukses melakukan program vaksinasi nasional dan memberikan stimulus untuk mendorong pemulihan ekonomi. Adapun, stimulus yang diberikan Pemerintah seperti insentif PPN 0% untuk sektor properti dan kebijakan dana PEN yang ditempatkan di perbankan nasional termasuk Bank BTN telah membuat permintaan pembiayaan rumah meningkat.
Kinerja positif Bank BTN saat ini juga menandakan keberhasilan transformasi yang dilakukan manajemen seperti sentralisasi proses kredit dan digitalisasi. Transformasi tersebut, menjadi mesin yang cukup kuat untuk memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi sehingga mendorong pertumbuhan bisnis Bank BTN.
“Dengan transformasi yang dilakukan Bank BTN dan dukungan Pemerintah bersama stakeholder terkait bisnis pembiayaan perumahaan, kami optimistis mampu berperan aktif dalam mendukung program Pembangunan Satu Juta Rumah serta memenuhi tugas utama menyediakan hunian terutama bagi MBR dan milenial,” jelas Haru. (ril)