Jakarta (pewarta.co) – Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menegaskan bahwa soal desakan pemberhentian sementara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari jabatan Gubernur DKI Jakarta tergantung keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, sampai saat ini, ada dua pandangan yang berkembang terkait tafsir Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Kalau soal itu, berpulang kepada Presiden Jokowi karena ada dua interpretasi yang berkembang yakni Ahok bisa diberhentikan karena didakwa dengan tindak pidana dengan tuntutan 5 tahun penjara dan Ahok tidak bisa masuk dalam kualifikasi diberhentikan karena didakwa dengan tuntutan paling singkat 5 tahun penjara,” ujar Refly di Jakarta, Kamis (30/3/2017).
Jika Presiden Jokowi yakin bahwa Ahok tidak perlu diberhentikan, maka, kata Refly, pihak yang berkeberatan bisa mengajukan gugatan ke PTUN. Menurut dia, gugatan tersebut sudah dilakukan sehingga masyarakat sebaiknya menunggu putusan dari PTUN.
“Bisa juga dengan cara pengadilan mempercepat putusan kasus Ahok atau melakukan uji materil Pasal 83 UU Pemda sehingga publik bisa mendapatkan kepastian bagimana menafsirkan pasal tersebut secara konstitusional. Jadi, hukum harus ditegakkan, tidak boleh berada di bawah tekanan massa,” tandas dia.
Sebagaimana diketahui, Pasal 83 UU Pemda menyebutkan, “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Sementara Ahok didakwa dengan Pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 4 tahun penjara. Selain itu, Ahok juga didakwa dengan Pasal 156 a soal Penodaan Agama yang ancaman hukumannya paling lama 5 tahun penjara.
Menurut Refly, Ahok tidak bisa serta merta diberhentikan dengan mengacu pada Pasal 83 UU Pemda. Pasalnya, dalam Pasal 83 UU Pemda menyatakan ‘ancaman paling singkat 5 tahun’, sementara Ahok diancam paling lama 5 tahun.
“Kalau paling singkat 5 tahun, itu kategori kejahatan berat. Tapi, kalau paling lama 5 tahun, itu masuk kejahatan menengah atau ringan,” jelasnya.
Dalam Pasal 83 UU Pemda juga, kata Refly, telah disebutkan secara spesifik kejahatan-kejahatannya, seperti tindak pidana terorisme, korupsi, makar dan kejahatan terhadap NKRI. Ahok, kata dia, tidak termasuk dalam tindak pidana yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 UU Pemda. (red/bsc)