Medan (Pewarta.co)-Mantan pimpinan cabang Pembantu Bank Sumut Galang, Deliserdang, Legiarto, disidangkan di Ruang Cakra 2 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (8/11/2021). Ia didakwa jaksa atas dugaan korupsi Rp35 miliar.
Jaksa penuntut umum (JPU) Ingen Malem Purba dalam dakwaan menguraikan, terdakwa Legiarto dengan Ramlan SE selaku Wakil Pimpinan Bank Sumut Cabang Pembantu Galang, dan Salikin selaku debitur, melakukan perbuatan tindak pidana korupsi terkait perkreditan kepada masyarakat dengan produk perkreditan antara lain Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Pemilikan Property Sumut Sejahtera (KPP-SS) dan Kredit Angsuran Lainnya (KAL).
“Sejak tahun 2006 Salikin menjadi debitur pada PT Bank Sumut KCP Galang yang berdomisili di Desa Pulau Tagor Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Serdangbegadai dengan memiliki usaha peternakan ayam, jual beli ayam pedaging/potong, grosir dan rumah makan serta pembangunan perumahan,” kata JPU di hadapan Hakim Ketua Syafril Batubara.
Lalu, di tahun 2010 ada dua Debitur PT Bank Sumut KCP Galang yaitu Suprapto dan Wan Harun Purba yang merupakan pengusaha ternak ayam memiliki tunggakan kredit sehingga untuk upaya penyelamatan tunggakan kredit tersebut, terdakwa selaku Pemimpin Bank Sumut Cabang Pembantu Galang menawarkan kepada Salikin untuk mengambil alih kredit kedua nasabah dan melanjutkan pengelolaan usaha ternak ayam dengan cara pengambilalihan kredit.
Tetapi, dilakukan tanpa balik nama, kreditnya masih atas nama kedua nasabah yaitu Suprapto dan Wan Harun Purba namun angsurannya menjadi tanggung jawab Salikin ntuk melunasinya.
“Tahun 2013 Salikin mengalami kesulitan dalam usaha ternak ayam dan usaha perumahan sehingga tidak mampu membayar angsuran kredit-kredit yang menjadi tanggungjawabnya dan untuk mengatasi permasalahan tersebut Salikin dipanggil rapat di Kantor PT. Bank Sumut KCP Galang dan Salikin mengusulkan agar pembangunan Pasar Sajadah diambil alih oleh Bank Sumut Kantor Pusat di Medan dan memohon kredit program sebesar Rp19.000.000.000 miliar, akan tetapi usulan tersebut ditolak dan oleh terdakwa,”urai JPU.
Namun karena ditolak, Salikin diberikan solusi alternatif meminjam kredit di PT Bank Sumut KCP Galang dengan cara memakai nama orang lain dan menggunakan agunan yang sebahagian milik para debitur dan sebahagian lagi milik Salikin dan dana kredit yang dicairkan dipergunakan untuk menutupi angsuran kredit Salikin pada bulan sebelumnya dan sisanya dipergunakan untuk menyelesaikan bangunan perumahan dan Pasar Sajadah.
Para debitur percaya dengan Salikin, lalu melengkapi dokumen persyaratan untuk pengajuan kredit. Selanjutnya, terdakwa menyuruh Ramlan dan Tim Analisa kredit agar pada saat melakukan survey ke lapangan agar menyatakan agunan tersebut telah memenuhi persyaratan untuk dijadikan agunan kredit, walau sebenarnya tidak layak.
Dalam hal ini, lanjut JPU, terdakwa Legiarto dan Ramlan mengintervensi proses analisa kredit yang dilakukan para Analis Kredit sehingga proses analisa kredit tidak berpedoman pada ketentuan pemberian kredit yang berlaku pada PT Bank Sumut atau proses analisa kredit sama sekali tidak dilakukan.
Akibat dari intervensi itu, pencairan dana dilakukan tanpa proses analisa kredit atau analisa kredit tidak berdasarkan ketentuan. Sebagian besar para debitur tidak ada menerima dana pencairan kredit melainkan diterima oleh Salikin dan dana yang cair dari beberapa perjanjian kredit diterima secara bertahap dan sebagian digunakan untuk membayar cicilan kredit Salikin sebelumnya.
Bahkan, dari setiap pencairan atas kredit yang diajukan Salikin dengan menggunakan nama-nama orang lain, terdakwa Legiarto, Ramlan dan pejabat lainnya di Bank Sumut Galang dapat bagian.
Dikatakan JPU, sejak tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 Salikin memperoleh sekitar 127 perjanjian kredit dengan total Rp35.775.000.000, yang cicilannya dalam kondisi macet total sekitar Rp31.692.690.986,65.
“Perbuatan terdakwa (Legiarto) bersama-sama dengan Ramlan dan Salikin telah memperkaya diri terdakwa atau setidak-tidaknya memperkaya orang lain dalam hal ini Ramlan dan Salikin,” kata JPU.
Para terdakwa, kata JPU, diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (red)