Medan (Pewarta.co)-Muhammad Wahyu Abdi Rangkuti alias Abdi (27, korban penganiayaan, penculikan dan penyekapan mendesak penegak hukum untuk segera menuntaskan kasus yang menimpanya.
Demikian dikatakatan Muhammad Wahyu Abdi Rangkuti alias Abdi melalui kuasa hukumnya, Riki Irawan kepada wartawan di Kota Medan, Senin (19/6/2023).
Riki Irawan meminta supaya laporan Abdi segera ditindaklanjuti Polrestabes Medan dan Denpom I/5 Medan, mengingat korban saat ini masih dalam keadaan trauma berat dan ketakutan.
“Saya meminta kepada pihak penegak hukum khususnya Polrestabes Medan dan Denpom I/5 Medan, untuk segera menuntaskan kasus yang dialami klien saya,” kata Riki Irawan.
Sebab menurut Riki Irawan, kasus yang menimpa kliennya ini bukan kasus sembarangan.
Karena, penganiayaan disertai penculikan serta penyekapan yang dialami kliennya diduga melibatkan oknum Den Intel Kodam I/BB.
“Secepatnya pihak penegak hukum mengusut tuntas kasus ini supaya korban bisa segera dilakukan perlindungan khusus dan mendapat terapi psikologi pasca trauma,” tegas Riki.
Selain itu, sambung Riki Irawan, pihaknya juga sudah melaporkan bos di PT RGA berinisial RJG bersama rekannya, NA ke Polrestabes Medan.
“Laporan itu tertuang dengan bukti nomor STTLP: LP/B/656/II/2023/SPKT Restabes Medan itu mengenai perkara pemerasan, penganiayaan, dan penculikan yang dialami, Muhammad Wahyu Abdi Rangkuti alias Abdi,” papar Riki Irawan.
Dijelaskan Riki, kliennya yang bekerja sebagai Site Manager di PT RGA dituduh menggelapkan uang perusahaan senilai Rp629 juta.
“Padahal, pengakuan klien saya tidak ada. Dan bosnya itu banyak mengambil uang tanpa diketahui peruntukannya. Klien saya dijadikan tumbalnya dan dituduh untuk mengganti kerugian perusahaan,” jelas Riki Irawan.
Riki mengisahkan, peristiwa penyanderaan yang dialami kliennya itu diketahui terjadi pada Rabu (22/2/2023) sekira pukul 15.30 WIB.
Sore itu, orang tua Abdi, Eddy Nerwin Rangkuti yang tinggal di Jalan Karya Darma, Gang Seroja, Kecamatan Medan Johor ini menerima telepon dari nomor yang tidak ia kenal.
Namun, di sambungan telepon seluller itu terdengar suara Abdi. Nomor telepon itu kata Eddy, milik anggota Den Intel Bukit Barisan atas nama, Sersan Y.
“Kita ditelepon ngakunya orang Den Intel Kodam I/BB dari perusahan. Abdi disuruh ngomong dan kami disuruh bawa uang Rp 60 juta serta sertifikat tanah. Kita disuruh datang ke markas Den Intel Jalan Beringin Gaperta Medan,” beber Eddy didampingi Riki Irawan dan Abdi.
Eddy lantas bergegas. Ia datang bersama keluarga lainnya dan pengacaranya Riki Irawan.
Namun sebelum tiba di Markas Den Intel Kodam I/BB, mereka terlebih dahulu mengadukan penyekapan itu ke Detasemen Polisi Militer (Denpom) I/5 Medan.
“Kami didampingi 3 orang anggota Denpom. Naik 2 mobil kami ke markas Den Intel dan tiba di sana sekira jam 12 malam,” terang Eddy.
Di markas Den Intel, Eddy beserta pengacaranya untuk penjemputan anaknya ke piket baru bisa menemui anaknya di sebuah ruangan pemeriksaan.
“Pas kami menunggu di ruang piket, yang datang bukan anak kita, tapi seorang yang bernama NA, dia mengaku pengacara dari pihak perusahaan tempat anak saya bekerja. Terus dia (NA) bilang ke kami kalau anak kami menggelapkan uang perusahaan sebesar Rp629 juta. Si NA menunjukan bukti tuduhan ganti rugi yang ditujukan ke anak kami dan ditandatangani anak kami (Abdi),” urai Eddy.
Di situ, lanjut Eddy, mereka sempat bersitegang. Pasalnya mereka bersikeras ingin menemui dan menjemput anaknya.
“Setelah dikasih jumpa, saya lihat anak saya yang tadinya gemuk, jadi kurus. Soalnya di bulan Januari tanggal 12 anaknya lahir dia pulang ke Medan dan dia masih sehat, tidak seperti yang kami temui malam itu. Dan seminggu itu dia balik lagi ke perusahaannya di Pekan Baru dan baru ini jumpa lagi,” terangnya.
Setelah berhasil berdialog dan membawa Abdi pulang, Eddy membeberkan kalau anaknya sangat trauma dan ketakutan. Abdi selalu bilang ke ayahnya kalau dia takut di cari-cari orang suruhan perusahaan. Eddy pun mampu menenangkannya dan dini hari itu langsung membuat laporan resmi ke Denpom, Kamis (23/2/2023) subuh sekira pukul 04.00 WIB.
Laporan itu tertuang dalam pengaduan Nomor LP/03/II/2023 dengan bunyi tindak pidana penculikan, pengancaman, penyekapan dan perampasan.
Laporan itu diterima, Sertu Maidi Setiawan dan ditandatangani pula Komandan Detaseman Polisi Militer I/5 selaku perwira jaga, Serma Zulfikar.
“Dia cerita sewaktu penyekapan di Dan Intel, anak saya itu disiksa dengan cara dipukuli. Wajahnya dipukul pakai gulungan kertas yang tebal. Parahnya, muncung senjata api ditempelkan ke kaki anak kami itu makanya dia mau menandatangani semua yang disuruh mereka dan anak kami ketakutan sampai trauma berat,” imbuh Eddy.
Dari situ mereka kembali mendatangi Markas Polrestabes Medan. Diterangkan Eddy bahwa laporan polisi nomor STTLP: LP/B/656/II/2023/SPKT Restabes Medan itu, korban melaporkan pimpinan perusahan yang menangani proyek pembangunan gedung Al-Qur’an di luar kota.
“Kami sekitar jam 6 pagi ke Polrestabes Medan membuat laporan. Di situ yang dilaporkan si RJG bersama rekannya, NA,” jelasnya.
Atas prihal yang menimpanya, Eddy berharap permasalahan ini bisa diselesaikan menurut hukum yang berlalu.
“Anak saya dituduh penggelapan uang senilai Rp629 juta, tapi kenyataan gitu-gitu aja anak saya, tinggal pun masih sama saya. Saya tanya anak saya katanya dia nggak ada melakukan. Saya minta pelaku penganiayaan dan penyekapan anak saya semua dipenjara dihukum sesuai hukum yang berlaku,” harapnya.
Eddy yakin dan percaya anaknya tidak melakukan hal yang seperti dituduhkan tersebut.
“Karena saya tau anak kami ini tipikalnya bukan bandit dan baru ini dia bekerja, sepertinya dia ini ‘dikambinghitamkan’. Sampai sekarang kondisinya sangat trauma. Dia sering duduk termenung sambil nangis, dan dia bilang apakah ini di Pekan Baru?” ucap Eddy sedih.
Sementara itu, Kapolrestabes Medan Kombes Valentino Alfa Tatareda melalui Pejabat Sementara (PS) Kasat Reskrim Kompol Teuku Fathir Mustafa yang dikonfirmasi belum memberi respon.
Demikian juga halnya dengan Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Hadi Wahyudi, juga belum merespon.
Kendati demikian, upaya konfirmasi terus dilakukan, agar korban mendapat keadilan sebagaimana mestinya. (Dedi)