Medan (Pewarta.co)- Giliran dr Eka Samuel Parulian Hutasoit, dikenal sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia (FK UMI) Medan, diperiksa sebagai terdakwa tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), di Ruang Cakta 4 Pengadilan Negeri Medan, Selasa (27/9/2022).
Menjawab pertanyaan majelis hakim diketuai Oloan Silalahi, terdakwa mengaku setelah kepergian mantan istrinya, dr Leonida Manurung juga saksi korban ke Kota Manado pada Juli 2019 lalu, dia sama sekali tidak ada menafkahi wanita yang telah mengaruniakan mereka 2 anak tersebut.
“Ada dia (saksi korban) permisi. Katanya mau pergi mengantar anak kami bernama Felix keperluan kuliah di Manado. Kurang lebih 6 bulan kemudian gak ada komunikasi,” katanya.
Saksi juga membenarkan, kalau sebelumnya antara dia dan saksi korban beberapa kali terlibat percekcokan hingga akhirnya dia pun mengajukan gugatan cerai, juga di PN Medan dan 2021 lalu mereka resmi bercerai.
Sampai sekarang, lanjutnya, dirinya tidak pernah lagi menafkahi Leonida Manurung. Di bagian lain terdakwa mengaku kedua anaknya tidak tinggal bersamanya. Namun setiap bulannya ada mengirim uang melalui orang lain untuk kebutuhan hidup dan pendidikan anak-anaknya.
Sementara, hakim tampak mengisyaratkan kebingungan dengan keterangan Eka Samuel Parulian Hutasoit. Sebab menurut terdakwa, sebelum mengajukan perceraian pihak keluarga saksi korban bermarga Manurung ada mendatangi kedua orangtuanya.
“Mereka memaksa orang tua agar saya menceraikan dia. Karena menghormati orang tua, saya mengajukan gugatan cerai ke pengadilan,” kata pria berkacamata itu.
Hakim ketua Ahmad Sumardi pun mencecar keterangannya. Apakah ketika itu pihak keluarga mantan istrinya ada melakukan pengancaman dengan menggunakan senjata?
“Bukan pakai senjata yang mulia. Mereka (keluarga mantan istrinya) minta supaya menceraikan dia,” timpal terdakwa meralat keterangannya.
Sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan surat tuntutan JPU dari Kejari Medan Paulina.
Sementara sebelumnya, JPU Ramboo Loly Sinurat menjerat terdakwa dengan dakwaan pertama, pidana Pasal 49 UU RI No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT
Atau kedua, Pasal 49 huruf a UU Penghapusan KDRT atau ketiga, Pasal 45 ayat (1) UU Penghapusan KDRT atau Pasal 45 ayat (2) UU Penghapusan KDRT.
Sementara pada persidangan beberapa pekan lalu, di hadapan hakim ketua Ahmad Sumardi, saksi korban Leonida Manurung menerangkan dirinya sebagai korban KDRT secara psikis yang sudah berlangsung cukup lama.
“Saya sampai ketakutan Pak hakim. Kami sudah cerai tahun 2021. Dia suka marah-marahin Saya, bahkan di depan anak-anak juga kerap marah-marah. Kalau bicara nadanya tinggi, suara keras untuk hal sepele. Misalnya menanyakan pakaiannya yang gak nampak,” katanya menjawab pertanyaan hakim ketua.
Mantan istri terdakwa pun mengungkapkan kalau dirinya pernah diselingkuhi terdakwa dokter spesialis kandungan tersebut. “Dari chat ponsel dan bill dia sama kawan-kawannya,” urainya. Namun demikian saksi korban mengaku telah memaafkan ‘kekhilafan’ mantan pujaan hatinya itu.
“Maksud saudara dengan kelakuan terdakwa ini sering marah-marah untuk menutupi kesalahannya ada hubungan dengan perempuan lain sehingga walaupun tidak ada kekerasan secara fisik tapi saudara menderita secara psikis,” tanya Ahmad Sumardi dan diiyakan Leonida Manurung.
Setelah beberapa saat terdiam, Leonida Manurung pun membuka dugaan sumber masalah terdakwa kerap marah-marah kepadanya sejak 2019 lalu. Walaupun hanya persoalan baju yang tidak nampak di tempat biasa. (red)