Banda Aceh (Pewarta.co)-Calon presiden tidak terpilih Anies Baswedan kembali digunakan untuk membranding sejumlah calon kepala daerah yang diusung Nasdem di Aceh.
Padahal, pada Pilkada Jakarta Anies Baswedan justru ditinggal oleh partai besutan Surya Paloh itu hingga Anies terpaksa memakai baju PDI Perjuangan.
“Jika kita lihat ini kontradiktif dengan kondisi politik nasional akhir-akhir ini, karena sosok Anies yang semestinya mendapat tiket untuk kembali melaju ke Pilkada Jakarta justru tak bisa maju karena partai pengusungnya di Pilpres yakni Nasdem dan PKS, padahal jika kedua partai ini sepakat Anies berpotensi kembali maju dan memenangkan Pilkada Jakarta. Tidak diberikannya tiket tersebut, membuat Anies Baswedan dengan terpaksa pernah memakai baju PDIP dengan harapan dapat tiket maju Pilkada, namun lagi-lagi PDIP ternyata sudah punya calon Gubernur untuk Jakarta, sehingga langkah Anies harus terhenti,” ungkap pemerhati sosial politik Aceh, Khairul Arifin SH, Kamis 24 Oktober 2024.
Namun demikian, kata Khairul, ironisnya ketika menjelang Pilkada serentak 2024, sosok Anies kembali digunakan untuk memberikan testimoni kepada masyarakat guna menarik dukungan untuk calon kepala daerah di Aceh yang diusung Nasdem. “Partai pengusung yang sempat meninggalkan Anies di Pilkada Jakarta kini kembali memanfaatkan Anies untuk menarik dukungan bagi calon kepala daerah dari partainya dengan harapan kembali mendapat ekor jas dari kemenangan Anies di Aceh pada Pilpres lalu, walaupun hal tersebut dapat dilihat bukan berdasarkan inisiatif pribadi seorang Anies. Katakan saja Nasdem, yang dulunya sempat mengalami penambahan kursi di DPRK, DPRA maupun DPR RI di Aceh ingin kembali menggunakan daya tarik untuk memikat dukungan rakyat di Aceh, walaupun sebelumnya pada Pilkada Jakarta Anies tidak diberi tiket hingga terpaksa memakai baju PDIP. Realita itu tentu masih menyisakan luka di hati masyarakat Aceh, Rakyat Aceh harus ikhlas menerima bahwa Anies sudah dikhianati dan ternyata hanya diperkuat untuk mendapatkan dukungan masyarakat untuk partai tertentu,” ujar Koordinator Gerakan Muda Peduli Kota (GMPK) itu
Sebagai masyarakat Aceh tentunya kita paham betul bahwa dengan kondisi otsus Aceh yang akan berakhir pada 2027, maka pemerintahanan di Aceh ke depan akan membutuhkan sokongan dari pusat untuk mewujudkan pembangunan di Aceh.
“Tentunya masyarakat Aceh tak boleh terjebak dalam fanatisme di tengah sandiwara politik yang begitu pragmatis. Rakyat tentunya harus move on dari hegemoni politik yang nantinya hanya merugikan rakyat dan pembangunan di Aceh. Apalagi dengan kondisi Aceh saat ini, maka sangat dibutuhkan sokongan pemerintah pusat demi terwujudnya pembangunan.
Khairul menambahkan, masyarakat tentunya akan lebih objektif demi kepentingan pembangunan daerah nantinya tidak lagi terpengaruh oleh testimoni dan kemasan politik belaka. “Pilpres sudah berlalu, presiden dan kabinet sudah dilantik.
“Masyarakat kita tentunya akan lebih mementingkan nasibnya dan pembangunan daerah yang terintegrasi dari pusat hingga ke bawah. Kita harus move on dari situasi pilpres demi pembangunan daerah yang berpihak kepada rakyat dan tentunya harus disokong pemerintahan pusat sehingga terlaksana dengan maksimal nantinya,” pungkasnya.