Jakarta (pewarta.co) – Pemindahan ibu kota bukanlah rencana yang baru, sudah sering masyarakat Indonesia mendengar wacana seperti itu, bahkan sejak masa Presiden pertama Soekarno.
Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna menjelaskan, usulan pemindahan ibu kota dari Jakarta pertama kali digaungkan oleh Soekarno. Dia memilih Palangka Raya di Kalimantan Tengah untuk menjadi pengganti Jakarta. Alasannya kota tersebut cukup luas, strategis dan relatif aman dari bencana alam.
“Gagasan Bung Karno itu luar biasa, berdasarkanh Pancasila, revolusi dan sebagainya. Dia punya gagasan tinggi tentang Indonesia. Dia melihat Palangka Raya strategis,” terangnya saat dihubungi detikFinance, Selasa (11/4/2017).
Sayang saat itu Indonesia belum lama meraih kemerdekaan, sehingga perekonomian masih prematur. Alhasil, rencana tersebut tak sempat berjalan.
Kemudian pada era Presiden Soeharto juga pernah, namun idenya hanya untuk memindahkan pusat pemerintahan baru ke Jonggol, Jawa Barat. Wilayah itu dipilih karena dianggap paling realistis untuk menempatkan pusat pemerintahan yang tidak jauh dari ibu kota. Jaraknya hanya 40 km dari Jakarta.
Sementara di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), muncul rencana untuk memperluas wilayah cakupan Jakarta sebagai ibu kota menjadi The Greater Jakarta. Kala itu pemerintah berencana untuk memperluas Jakarta hingga Sukabumi dan Purwakarta, namun tak berjalan.
Selain itu, SBY pernah menggulirkan 3 skenario terkait ibu kota. Pertama, mempertahankan Jakarta sebagai ibukota, pusat pemerintahan, sekaligus kota ekonomi dan perdagangan. Pilihan atas opsi ini berkonsekuensi pada pembenahan total atas soal macet, banjir, transportasi, pemukiman, dan tata ruang wilayah.
Kedua, membangun ibu kota yang benar-benar baru. Ketiga, ibukota tetap di Jakarta, namun memindahkan pusat pemerintahan ke lokasi lain.
Rencana pemindahan Ibu Kota di era Jokowi
Sedangkan sekarang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana memindahkan ibu kota ke luar Jawa. menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, menegaskan pemerintah saat ini serius untuk merealisasikan rencana itu.
Apalagi, proses kajian di Bappenas sedang berjalan.
“Ini lebih serius, makanya kajiannya dimulai. Political will-nya dari Pak Presiden juga kuat. Tapi pemindahaan Ibu Kota tidak bisa seperti pindah rumah. Harus dihitung, dikaji secara matang,” tutur Bambang, di Gedung Bappenas, Selasa (11/4/2017).
Menurut Bambang, kriteria kota yang cocok untuk menjadi ibu kota harus memiliki kondisi alam yang stabil. Artinya kemungkinan terjadinya bencana alam paling kecil.
Selain itu kota yang bakal dipilih untuk menjadi pengganti Jakarta harus terdapat ketersediaan tanah yang besar. Ketersediaan tanah itu harus cukup untuk membangun seluruh fasilitas kementerian dan lembaga.
“Jangan sampai kita menyesal. Sudah memutuskan pindah, tanahnya sudah dapat, mulai bangun, tahu-tahu kita menyesal karena kena banjir, asap, gempa bumi. Jadi harus benar-benar matang,” imbuhnya.
Keseriusan pemerintah terlihat dari proses kajian yang ditargetkan selesai tahun ini.
“Tahun ini kita selesaikan dulu kajiannya, sehabis itu kan political decision, yang penting kaji dulu. Kajiannya kita upayakan selesai tahun ini setelah itu kita serahkan ke Presiden untuk membuat political decision,” pungkasnya. (red/dtc)