Stabat (pewarta.co) – Kelompok Tani (Poktan) Gaharu Indah Desa Besilam Bukit Lembasa, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat merasa kecewa dengan pelayanan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Langkat. Permohonan poktan terkait lahan mereka di dalam/di luar kawasan Hak Guna Usaha (HGU) ke Kantor Pertanahan itu, hingga kini belum ada kepastian.
Poktan itu diarahkan Humas BPN Langkat Mardame Pasaribu untuk membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) sebelum melakukan peninjauan dan pengambilan kordinat di lapangan. Nilainya pun cukup fantastis, yakni Rp1,1 juta per hektarnya. “Itu yang harus disetorkan ke negara. Kalau biaya makan minum petugas di lapangan, itu terserah pemohon,” kata Mardame di hadapan awak media, kemarin.
Kekecewaan petani disampaikan Sekretaris Poktan Gaharu Indah Agus Sucipto di Kantor BPN Langkat, Jum’at (26/2) pagi. Dia mengatakan, pengajuan kelompoknya ke Kantor Pertanahan itu, dikenakan biaya seperti pengajuan pengukuran ulang lahan atau menentukan luas areal. “Kami cuma minta pernyataan bahwa lahan kami di dalam/di luar HGU, bukan pengukuran ulang,” ketus Agus dengan nanda kecewa.
Permohonan poktan itu, sebagai persyaratan pengajuan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang diluncurkan Presiden Jokowi untuk mensejahterakan petani. Faktanya, poktan merasa dipersulit dengan kebijakan BPN Langkat yang mengharuskan poktan untuk membayar PNPB Rp1,1 juta x 400 hektar, yakni sebesar Rp440 juta.
“Kami sudah melengkapi semua berkas yang diminta Dirjenbun, termasuk pernyataan dari Dishut Provsu tentang areal di luar kawasan hutan dan kordinat empat titik dari masing-masing lahan petani sebanyak 100 persil tanpa ada biaya apapun. Ini kok seperti dipersulit,” kata Agus.
Di BPN Aceh Singkil, kata Agus, saat dihubungi via telepon kantor pertanahan itu, pelayanan persyaratan PSR seperti poktannya tidak dipungut biaya PNPB. “Acuan BPN Aceh Singkil hanya permohonan dari Dinas Pertanian, surat pernyataan Dinas Kehutanan Provinsi tentang kawasan hutan dan kordinat lahan tanpa ada biaya apapun” sambungnya.
“Aceh Singkil itu kan bagian dari NKRI, kok bisa beda pula prosesnya sama di BPN Langkat ini. Kami mengajukan PSR untuk mendapatkan bantuan dari program pemerintah. Kalau harus bayar sampai ratusan juta, bagaimana kami menjalankan PSR sesuai ketentuan. Jadi, jangan ajari kami untuk berbohong,” ketusnya.
Sementara, Kepala BPN Langkat Fachrul Husin Nasution sejak kemarin belum bisa ditemui. “Kemarin dia (Fachrul) pulang lewat pintu belakang, hari ini pergi ke Pangkalan Susu. Padahal dia tau kami mau menemuinya. Kesannya seperti dibola-bola kami ini,” kesalnya.
Terkait persoalan itu, Poktan Gaharu indah merasa BPN Langkat kurang profesional dan terkesan tidak mendukung program yang diluncurkan Presiden Jokowi. Bahkan, target PSR tahun 2021 ini sebanyak 2000 hektar di Kabupaten Langkat terancam gagal. “Mustahil target itu tercapai, karena persyaratan di BPN Langkat sangat berat dan kami kecewa berat karena persyaratan itu,” pungkasnya. (Avid/red)