Asahan (Pewarta.co)-Ratusan warga Desa Sei Kopas Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten mengucapkan terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto yang telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025.
Perpres Nomor 5 Tahun 2025 mengatur tentang penertiban kawasan hutan yang digunakan secara ilegal. Perpres bertujuan menertibkan kawasan hutan yang digunakan secara ilegal, termasuk untuk kegiatan perkebunan.
“Perpres yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto ini sesuai harapan kami, menyangkut keberadaan PT Bakrie Sumatera Plantation (BSP) di Desa Sei Kopas Kecamatan Bandar Pasir Mandoge,” ungkap J Br Tampubolon kepada wartawan, Rabu (26/3/2025).
Dijelaskan Br Tampubolon, keberadaan PT BSP di Desa mereka diduga ilegal. Dugaan diperkuat, saat konflik dan kemudian dimediasi pihak perusahaan tidak bisa memperlihatkan izin HGU-nya.
“Lebih kurang 40 tahun mereka mengambil hasil perkebunan disinyalir ilegal,” ujarnya.
Secara singkat Br Tampubolon menceritakan keberadaan PT BSP di daerah mereka. Awalnya, sekitar tahun 1984 Bupati Asahan saat itu dr Bahmid Muhammad, datang ke Kampung Sordang sekarang Sei Kopas.
Kedatangan Bahmid, menyampaikan program PIR kepada masyarakat. Bertindak sebagai bapak angkat dalam program ini adalah PT Uni Royal. Kedatangan Bupati Asahan tersebut besoknya ditindaklanjuti tim dari Pemkab Asahan dan PT Uni Royal.
Tim langsung bekerja mendata, termasuk mengumpulkan surat kepemilikan. Pada tahap ini, ada yang memberi dan sebahagian lagi tidak memberi. Ternyata program yang disampaikan Bupati Asahan dr Bahmid Muhammad tidak alias bohong-bohongan.
Br Tampubolon melanjutkan, pada tahun 1989 masyarakat Sei Kopas mendapat informasi tanah yang diprogramkan PIR, telah dijual PT Uni Royal ke PT USP dan kemudian berubah nama menjadi PT BSP.
Tidak hanya program PIR yang tak jadi bahkan tanah ikut dijual membuat masyarakat berang. Masyarakat pun lalu membuat aksi menuntut pengembalian surat maupun tanah. Namun, karena situasi zaman orba, aksi masyarakat dibenturkan dengan TNI dan Polri yang memang sengaja dibawa PT BSP.
Akibat peristiwa ini, warga Desa Sei Kopas Bonar Manurung dan seorang lainnya mengalami penganiayaan lalu dibawa ke kantor besar PT BSP. Tidak hanya sampai disitu, keduanya kemudian dimasukkan ke penjara. Sungguh ironis, keduanya mengalami penganiayaan dan harus masuk penjara hanya karena menuntut hak mereka.
Situasi ini tidak menyurutkan perjuangan masyarakat untuk menuntut kembali hak mereka. Sekitar tahun 1990, masyarakat kembali mengadakan aksi. Kembali masyarakat berhadapan dengan petugas yang didatangkan PT BSP.
Terulang kembali, masyarakat sebahagian besar perempuan mengalami penganiayaan mengakibatkan badan lemban, kepala bocor dan endingnya ada yang masuk penjara.
Dalam melalui beberapa peristiwa tersebut, masyarakat akhirnya mendapat informasi yang mana dr Bahmid Muhammad memiliki ratusan hektar di lahan rencananya program PIR dibuat. Lahan ratusan hektar tersebut kemudian dijual ke PT BSP.
Mak Encet, panggilan akrab Br Tampubolon menyebutkan, meski situasi sulit masyarakat tak pernah surut guna memperjuangkan haknya. Berulang terjadi konflik dengan PT BSP, namun perusahaan perkebunan karet itu tak bisa menunjukkan legalitasnya dalam mengelola lahan di Desa Sei Kopas.
Pun begitu ketika masyarakat melakukan penanaman tanaman seperti sawit dan Palawija, terjadi aksi perusakan, diracun hingga dimatikan.
“Kita menduga perbuatan itu dilakukan oleh orang perusahaan. Kenapa, karena kita sedang berkonflik dengan perusahaan, jadi tak mungkin perusakan dilakukan masyarakat,” ujarnya.
Mak Encet menambahkan, di tengah-tengah perjuangan berkonflik melawan PT BSP. Pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto menerbitkan Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan yang digunakan secara Ilegal.
Tidak tanggung-tanggung, Tim Satgas Penertiban Kawasan Hutan melakukan pemasangan plank di kawasan atau areal yang diklaim PT BSP. Pemasangan plank ini memastikan bahwa lahan yang diklaim tersebut merupakan kawasan hutan. Artinya lahan dimaksud diambil negara dan tidak memperbolehkan akan adanya aktivitas perusahaan di dalamnya.
“Terbitnya Perpres Nomor 5 Tahun 2025 ini, kita mengucapkan terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto. Dampak dari aturan yang diterbitkan, sekarang perusahaan tidak ada beraktivitas,” ucapnya.
Karena kondisi itu, sebut Mak Encet, masyarakat akan menanami tanaman Palawija di lahan yang dipasangi plank Tim Satgas Penertiban Kawasan Hutan Kabupaten Asahan, guna menunjang program ketahanan pangan Presiden Prabowo Subianto.
“Sekali kami masyarakat Desa Sei Kopas mengucapkan terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto atas terbitnya Perpres Nomor 5 Tahun 2025,” katanya.
Sementara informasi diperoleh Pewarta.co, Tim Satgas Penertiban Kawasan Hutan yang mendirikan plang adalah TNI, Kejakssan, Polri , BPN, Kemen LHK, dan unsur yang lainnya.
Kajari Asahan Basril G SH MH ketika dikonfirmasi Pewarta.co, Rabu (26/3/2025) membenarkan adanya pemasangan plang di Desa Sei Kopas Kecamatan Bandar Pasir Mandoge.
“Kejari Asahan sifatnya hanya memfasilitasi, sedangkan yang memasang plang adalah langsung Tim Satgas Pusat,” jelasnya.
Sebelumnya Manager HRD PT BSP Kisaran Yudha Andrico yang dihubungi Pewarta.co melalui pesan WA, Kamis (9/1/2025) memastikan PT BSP memiliki legalitas dalam mengelola perkebunan di Desa Sei Kopas.
Menurut Yudha, tidak ada masalah dalam HGU PT BSP di Desa Sei Kopas. “Kalau tidak salah tahun 2033 atau 2034 masa berlakunya habis,” jawab Yudha waktu itu.(mora/red)