Medan (Pewarta.co) – Pandemi Covid-19 yang masih berkepanjangan menyebabkan jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara (Sumut) meningkat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut mencatat perkembangan tingkat kemiskinan di Sumut secara umum pada periode Maret 2009 – Maret 2021 terjadi fluktuasi turun naik dalam jumlah maupun persentase.
“Terdapat dua fase perkembangan tingkat kemiskinan di Sumut. Selain dipicu kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak, juga dampak terjadinya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia,” sebut Kepala BPS Sumut Syech Suhaimi secara virtual, Senin (2/8/2021).
Suhaimi menyebutkan, pada fase pertama dari Maret 2009 cenderung menurun hingga Maret 2014 dan kemudian meningkat hingga Maret 2017.
Pada fase kedua terjadi penurunan pada September 2017 hingga September 2019 dan kemudian meningkat lagi sejak Maret 2020 hingga Maret 2021.
“Kenaikan tingkat kemiskinan pada fase pertama, khususnya pada September 2013, September 2014 hingga September 2015 dipicu kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak,” ungkapnya.
Sementara itu, kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada fase kedua, periode Maret 2020 hingga Maret 2021, kata Suhaimi merupakan dampak terjadinya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia.
Meski demikian, kata Suhaimi, periode Maret 2021 mulai menunjukkan penurunan dibandingkan periode September 2020.
Suhaimi memaparkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada Maret 2021 menunjukkan jumlah penduduk miskin di Sumut sebanyak 1.343,86 ribu jiwa atau sebesar 9,01 persen terhadap total penduduk di daerah ini.
Disebutkannya jumlah penduduk miskin tersebut meningkat jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2020.
Tercatat jumlah penduduk miskin sebanyak 1 283,29 ribu jiwa atau sebesar 8,75 persen pada Maret 2020, dimana terjadi pertambahan jumlah penduduk miskin sebanyak 60,57 ribu jiwa pada periode Maret 2020 – Maret 2021, dengan peningkatan persentase penduduk miskin sebesar 0,26 poin.
Jika dibandingkan dengan keadaan semester lalu pada September 2020, dimana jumlah penduduk miskin sebanyak 1.356,72 ribu jiwa dengan persentase 9,14 persen, terjadi penurunan jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 sebanyak 12,86 ribu jiwa dan penurunan persentase penduduk miskin sebesar 0,13 poin.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2020 – Maret 2021, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebanyak 0,43 ribu jiwa sedangkan di perdesaan turun sebanyak 12,43 ribu jiwa.
Persentase penduduk miskin di perkotaan turun dari 9,25 persen menjadi 9,15 persen, demikian pula di perdesaaan, turun dari 9,02 persen menjadi 8,84 persen.
Suhaimi menyebutkan tentang perkembangan garis kemiskinan pada Maret 2020-Maret 2021. Dijelaskannya, garis kemiskinan adalah besaran jumlah rupiah yang ditetapkan sebagai suatu batas pengeluaran minimal untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang.
“Garis kemiskinan sangat dipengaruhi oleh faktor harga pasar komoditas yang dibeli dan dikonsumsi, yang cenderung naik dari waktu ke waktu, sehingga garis kemiskinan cenderung selalu meningkat dari waktu ke waktu,” tuturnya.
Penduduk miskin adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Pada Maret 2021 garis kemiskinan di Sumut sebesar Rp.525.756,- per kapita per bulan.
Untuk daerah perkotaan, garis kemiskinannya sebesar Rp.543.085- per kapita per bulan, dan untuk daerah perdesaan sebesar Rp.504.685,- per kapita per bulan.
Dibandingkan dengan September 2020 garis kemiskinan Sumatera Utara pada Maret 2021 naik 4,06 persen yaitu dari Rp. 505.236,- perkapita per bulan menjadi Rp. 525.756,- perkapita per bulan.
Garis kemiskinan di perkotaan naik 4,33 persen, yaitu dari Rp. 520.529,- perkapita per bulan menjadi Rp. 543.085,- per kapita per bulan. Sedangkan garis kemiskinan di perdesaan naik 3,71 persen dari Rp. 486.642,- perkapita per bulan menjadi Rp. 504.685,- per kapita per bulan.
Dengan memerhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), peranan komoditas makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan. Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2021 sebesar 75,15 persen. (gusti/red)