Medan (pewarta.co) – Eks Kepala Desa (Kades) Perkebunan Sei Dadap I/II Kecamatan Sei Dadap Kabupaten Asahan, Yantono, didakwa melakukan korupsi penggunaan dana desa yang merugikan keuangan negara ratusan juta rupiah.
Uang ratusan juta yang seharusnya digunakan untuk sejumlah pembangunan di desa itu, justru tidak direalisasikan dan pekerjaannya juga fiktif. Bahkan, sebagian uang dari anggaran dana desa digunakan terdakwa untuk kepentingan pribadinya.
Jaksa penuntut umum (JPU) Christian Sinulingga, dalam dakwaan menguraikan, berawal pada Maret 2018, Bupati Asahan menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Pedoman Teknis Dana Desa Tahun Anggaran 2018 dan pada Lampiran Peraturan Bupati tersebut, Desa Perkebunan Sei Dadap I/ II Kecamatan Sei Dadap mendapat alokasi Dana Desa.
Dana tersebut, lalu dicairkan dalam beberapa kali tahapan melalui bank yang ditunjuk. Kemudian, anggaran tahun 2018, dialokasikan untuk kegiatan fisik pembangunan. Diantaranya, pembangunan drainase, pembangunan jalan rabat beton dan pembangunan tembok penahan tanah. Namun pada pelaksanaannya, Tim Pengelola Kegiatan (TPK) yang terdakwa tunjuk, tidak dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan.
“Terdakwa tidak jujur dan transparan dalam memberikan honor TPK, honor TPK Tahun 2018 yang terdakwa tunjuk tersebut seharusnya dibayarkan per titik kegiatan, namun honor yang terdawa serahkan kepada TPK Tahun 2018 tidak sama jumlahnya dengan yang tertulis pada Tanda Terima Honorarium yang ditandatangani oleh masing- masing TPK,” kata JPU di hadapan Hakim Ketua Sarma Siregar, dalam persidangan di Ruang Cakra 9 PN Medan, Senin (17/10).
JPU melanjutkan, selain kegiatan pembangunan yang dibiayai dengan Dana Desa (DD), juga terdapat Kegiatan pembangunan Saung Posyandu dengan nilai kegiatan sebesar Rp27.175.200 yang bersumber dari ADD Tahun 2018, tetapi kegiatan tersebut tidak dikerjakan terdakwa/ fiktif, dan anggarannya telah digunakan terdakwa untuk kepentingan pribadinya.
Selain itu, kata JPU, di tahun 2019, Desa Sei Dadap I, kembali menerima anggaran dana desa yang dialokasikan untuk pembangunan, yakni pembangunan rabat beton Jalan Mangga Dusun VI, pembangunan rabat beton Jalan Rambutan Dusun VI, pembangunan rabat beton Jalan Sawo Dusun VI, pembangunan Drainase Jalan Rambutan Dusun VI, pembangunan Drainase Jalan Lintas Dusun VI, pembangunan Drainase Jalan Mangga Dusun VI dan pembangunan tembok Penahan Tanah Jalan Mangga Dusun VI.
Untuk pembuatan RAB, Bestek serta Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) kegiatan fisik Tahun 2019 itu, terdakwa meminta bantuan pada saksi Syarifah Aini Sihombing selaku Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PDTI), sedangkan Tim Pengelola Kegiatan (TPK) yang dibentuk tidak dilibatkan oleh terdakwa.
“Namun, terdakwa juga tidak jujur dan transparan dalam membayarkan honor TPK Tahun 2019, seharusnya honor TPK Tahun 2019 dibayarkan per titik kegiatan, tetapi honor yang terdakwa bayarkan tidak sesuai nilainya dengan yang tertulis pada Tanda Terima Honorarium yang ditandatangani oleh masing- masing TPK, jumlah honor yang terdakwa serahkan,” jelas JPU.
Tidak hanya itu, sesuai Laporan Realisasi Dana Desa Tahun 2019, terdapat kegiatan yang tidak terealisasi antara lain, Penyuluhan Tentang Kependudukan dan Capil, Sosialisasi pengolahan limbah sampah, Sosialisasi Desa Sehat, Kegiatan sosialisasi bahaya narkoba, Kegiatan Orientasi kader posyandu, Kegiatan Bimtek Kader Posyandu, Pengadaan website dan kegiatan lainnya.
“Terdakwa selaku Kepala Desa Perkebunan Sei Dadap I/II dalam Pengelolaan Keuangan Desa Tahun Anggaran 2018 dan Tahun Anggaran 2019 tidak berdasarkan asas- asas transparan, akuntabel, partisipastif serta tidak dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran, sehingga perbuatan terdakwa dalam menggunakan APBDes bertentangan dengan peraturan perundang- undangan,” kata JPU.
Perbuatan terdakwa selaku Kepala Desa Perkebunan Sei Dadap I/II Kecamatan Sei Dadap Kabupaten Asahan secara melawan hukum menggunakan APBDes Desa Perkebunan Sei Dadap I/II Tahun 2018 dan Tahun 2019 mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah Rp352.590.007,37.
“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” pungkas JPU. (red)