Medan (pewarta.co) – Menjelang musim panen, pemerintah resmi menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah petani.
Kenaikan harga gabah ini membuat pengusaha beras menjerit dan rakyat yang akan membeli beras makin sengsara.
Apalagi kenaikan ini di tengah bergejolaknya ekonomi nasional akibat wabah virus corona termasuk di Provinsi Sumut umumnya dan Kota Medan khususnya.
Chairum Lubis SH, salah seorang tokoh masyarakat dan tokoh pemuda di Kecamatan Medan Area ini menanggapi kenaikan harga gabah tersebut.
Menurutnya, kenaikan harga gabah tersebut sudah pasti menaikkan harga pembelian beras di masyarakat.
“Akibatnya, harga beras yang dibeli masyarakat atau warga pasti akan naik juga karena pembelian harga gabah di tingkat petani turut naik,” kata Chairum Lubis, Rabu (1/4/2020).
Lanjut dikatakan Pemimpin Redaksi (Pemred) media online pewarta.co ini dengan naiknya harga pembelian gabah dari petani, sudah tentu para pengusaha beras akan ikut naik membeli beras dari tengkulak.
“Dengan naiknya harga pembelian gabah dari petani, sudah pasti tentu harga pembelian beras oleh pengusaha kepada tengkulak juga akan naik. Jadi mau tak mau, penguasaha pasti akan menaikkan harga jual beras. Imbasnya, masyarakat juga yang menjadi korban,” ungkap Chairum Lubis
Untuk itu, Chairum Lubis meminta agar kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga pembelian gabah dari petani, agar ditinjau ulang.
“Ya, kita minta kepada pemerintah agar kenaikan pembelian harga gabah dari petani segera ditinjau ulang. Sebab, dengan naiknya harga gabah tersebut, sudah pasti harga pembelian beras di tingkat masyarakat juga akan naik. Akibatnya, rakyat juga yang menjadi korbannya,” pungkas Chairum Lubis.
Seperti diketahui sebelumnya, kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga pembelian gabah dari petani tersebut ditempuh dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020 tentang penetapan harga pembelian pemerintah untuk gabah atau beras.
Berdasarkan salinan Permendag pada Senin (30/3/2820), HPP Gabah Kering Panen (GKP) dengan kualitas kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa/kotoran maksimal 10 persen naik menjadi Rp 4.200 per kilogram (kg) di tingkat petani dan Rp 4.250 per kg di tingkat penggilingan.
Selanjutnya, HPP Gabah Kering Giling (GKG) kadar air maksimal 14 persen dan kadar hampa/kotoran 3 persen dihargai Rp 5.250 per kg di penggilingan serta Rp 5.300 per kg di gudang Perum Bulog.
Adapun untuk HPP beras sebesar Rp8.300 per kg di gudang Perum Bulog. Dengan syarat, kadar air beras maksimal 14 persen, butir patah maksimal 20 persen, kadar menir paling tinggi 2 persen dan derajat sosoh paling sedikit 95 persen. Aturan baru tersebut ditetapkan pada tanggal 16 Maret 2020 dan diundangkan pada 19 Maret 2020.
Sebelumnya, HPP gabah dan beras diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015. Dimana, HPP GKP tingkat petani dan penggilingan masing-masing Rp 3.700 per kg dan Rp 3.750 per kg. Adapun untuk GKG di penggilingan sebesar Rp 4.600 per kg dan di gudang Bulog Rp 4.650 per kg. Sementara harga beras di Bulog dihargai Rp7.300 per kg.
Harga acuan tersebut digunakan oleh Perum Bulog sebagai BUMN Pangan yang ditugaskan untuk melakukan penyerapan gabah petani dan penjualan beras untuk melakukan stabilisasi harga.
Sekretaris Perusahaan Bulog, Awaluddin Iqbal, mengatakan, Permendag 24 Tahun 2020 akan menjadi landasan baru bagi Bulog untuk melakukan pembelian beras. Khususnya dalam melaksanakan penugasan pemerintah untuk melakukan penyerapan Gabah dan pengadaan beras.
“Benar, kita mulai menggunakan aturan itu untuk menjalankan penugasan pemerintah menyerap gabah,” kata Awaluddin, Senin (30/3/2030).
Dengan kata lain, kata Awaluddin, Inpres Nomor 5 Tahun 2015 sudah tidak berlaku. Menurutnya, hal itu tidak menyalahi aturan. Sebab, penerbitan Permendag Nomor 24 Tahun 2020 tetap mengacu kepada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perum Bulog dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional.
“Permendag yang baru itu hanya mengatur harganya, sedangkan kita tetap menginduk kepada Perpres yang kedudukannya aturannya lebih tinggi,” katanya.
Awaluddin menambahkan, dengan diubahnya acuan harga pembelian pemerintah tersebut maka akan ada penghitungan ulang untuk penggantian selisih biaya pengadaanh.
Sebab, sesuai aturan yang ada, pemerintah tidak mengganti seluruh biaya yang dikeluarkan oleh Bulog dalam melakukan penyerapan gabah maupun beras.
Melainkan, hanya mengganti selisih antara biaya yang dikeluarkan oleh Bulog dengan harga jual dari Bulog.
Direktur Utama Bulog, Budi Waseso sejak jauh hari telah mengusulkan kepada DPR dan Kementerian Koordinator Perekonomian agar HPP GKP, GKG, dan beras diperbarui. Sebab, acuan harga yang ada sudah tidak relevan di pasar karena rata-rata harga sudah mengalami kenaikan.
Tidak relevannya HPP menyulitkan Bulog untuk menyerap gabah petani lantaran harga yang terlalu rendah. Saat ini, rata-rata harga gabah kering panen di berbagai sentra padi sudah dihargai di sekitar Rp 4.000-Rp 5.000 per kg.
Sementara itu, Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan, Badan Ketahanan Pangan Kementan, Risfaheri menambahkan, selain menjadi acuan Bulog, harga itu juga berlaku untuk semua pelaku usaha penggilingan.
Kementan Kementan, kata dia, sudah menandatangani nota kesepahaman dengan Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras (Perpadi) untuk memastikan proses penyerapan gabah berjalan lancar. Diharapkan, perjanjian itu akan memperkuat penyerapan gabah pada saat musim panen raya tiba sekaligus membantu Bulog yang sudah ditugaskan pemerintah. (Dedi/red)