Medan (Pewarta.co)-Ombudsman Republik Indonesia (RI) perwakilan Sumatera Utara (Sumut) memandang perlu revisi regulasi tentang jemaah haji wanita hamil.
Kendati dalam Keputusan Bersama dua Menteri, calon haji wanita hamil masih tetap dipersoalkan.
Hal ini terungkap dalam monitoring penyelenggaraan layanan ibadah haji yang dilakukan Ombudsman RI Perwakilan Sumut di Asrama Haji Pangkalan Masyhur Medan, Rabu (1/8/2018).
Dalam monitoring layanan haji tersebut, Tim Ombudsman berbincang dengan Tim dokter penerbangan (flight surgeon) dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) yang bertugas melakukan pemeriksaan kesehatan calon jamaah haji.
Monitoring layanan haji tersebut dipimpin langsung Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar bersama asisten Ganda Yoga Pangestu dan Ainul Mardiyah.
Menurut Abyadi, bila mengacu pada disiplin ilmu kedokteran penerbangan, ternyata perempuan dalam kondisi hamil tidak boleh melakukan penerbangan.
Berapapun usia kehamilannya, sama sekali tidak boleh terbang.
Karena ketika seseorang dalam pesawat, secara otomatis akan kekurangan oksigen.
Bila wanita hamil kekurangan oksigen, akan menyebabkan pelebaran jalur persalinan.
Kalau ini terjadi, maka rentan akan terjadinya keguguran.
Apalagi memang jarak tempuh penerbangan itu cukup lama yakni berkisar 8-9 jam dari Kualanamu ke King Abdul Azis, Arab Saudi.
Karena itulah, sebenarnya, secara ilmu kedokteran penerbangan, tidak akan pernah merekomendasikan wanita hamil untuk melakukan penerbangan karena akan berpotensi mengakibatkan keguguran.
Bila sudah keguguran, secara otomatis akan memasuki masa nifas.
Sehingga, dalam kondisi nifas tidak bisa menjalankan ibadah.
Namun, para dokter penerbangan yang bertugas melakukan pemeriksaan kesehatan para jamaah haji akan sangat dilema.
Karena dari disiplin ilmu yang mereka pahami, sebetulnya tidak merekomendasikan wanita hamil untuk melakukan penerbangan yang jarak tempuhnya jauh dan lama.
Tapi masalahnya, dalam regulasi di Indonesia, masih membenarkan wanita hamil untuk naik haji yang harus melakukan penerbangan yang sangat lama.
Dalam Keputusan Bersama Dua Menteri, yakni Menteri Gama (Menag) dan Menteri Kesehatan (Menkes) Nomor 458 tahun 2000 dan Nomor: 1652.A/MENKES-KESOS/SKB/XI/2000 tentang Calon Haji Wanita Hamil untuk Melaksanakan Ibadah Haji, masih membenarkan wanita hamil untuk melakukan penerbangan yang penerbangannya cukup lama.
Lebih rinci, arturan itu menyebutkan calon haji wanita hamil yang diijinkan untuk menunaikan ibadah haji harus memenuhi persyaratan pada saat berangkat dari embarkasi usia kehamilan mencapai sekurang-kurangnya 14 pekan dan sebanyak-banyaknya 26 pekan.
“Artinya, dari segi regulasi membenarkan. Sedang dari aspek disiplin ilmu, tidak dibenarkan. Inilah yang membuat dilema bagi para dokter penerbangan yang bertugas melakukan pemeriksaan kesehatan para calon jamaah haji,” kata Abyadi Siregar menjawab pewarta.co.
Sehubungan dengan itu, Abyadi Siregar menilai, perlu melakukan revisi atas regulasi yang mengatur wanita hamil melakukan penerbangan dalam menundaikan ibadah haji.
“Kita berharap, dalam melakukan revisi regulasi tersebut, dilibatkan para dokter penerbangan. Dengan demikian, dapat menghasilkan aturan yang bisa menyelamatkan kehamilan wanita,” harapnya. (rks)