Medan (Pewarta.co)-Pengurus LBH HKTI pada tgl 6 mei 2021 mendapat udangan resmi audensi dengan Mabes Polri yang diwakilkan oleh Kabareskrim, Komjem Pol Agus Andrianto dan didampingi Dirtipidum, Karo Wasidik.
“Dalam kehadiran LBH HKTI, Kabareskrim menerima kami dengan baik serta merespon baik atas berdirinya LBH HKTI.22/05/2021. Dan tim LBH HKTI juga menyampaikan lembaga ini untuk membantu para petani pada khususnya di seluruh Indonesia dan masyarakat umum dalam mendampingi permasalahan hukum,” kata Vahmi Wibisono, Ketua Bidang Perdata LBH HKTI, Sabtu, (22/5)2021).
Ditambahkan Vahmi Wibisono, pihaknya juga menyampaikan langsung ke Kabareskrim bahwa LBH HKTI sudah menerima dan menjalankan perkara tanah yang sedang terjadi di Kabupaten Serdang Bedagai, Kecamatan Kotarih tepatnya di desa Kotarih baru antara PT Sri rahayu agung dengan Para petani terutama masyarakat kotarih.
Sementara itu, Sulaiman Djojoatmojo, Menambahkan bahwa ada 2 petani yaitu Narman Purba dan Almarhum Jumadi juga telah menjadi korban dari PT Sri Rahayu Agung yang dipenjarakan begitu saja dalam hal perselisian lahan PT Sri Rahayu Agung tanpa ada dasar dan bukti yang kuat yang menggiring mereka ke penjara, dengan semudah itu mereka dipenjarakan dan diproses hukum.
Dalam hal ini, HGU PT Sri Rahayu Agung Telah berakhir sejak 31 Desember 2013 dan sampai dengan saat ini hak-hak para petani serta masyarakat tidak diberikan sehingga sengketa dan konflik pertanahan pun terjadi.
“Kami berharap dengan adanya LBH HKTI ditunjuk sebagai penerima kuasa para petani dan masyarakat kotarih kami akan mengupayakan agar lahan tersebut kembali dimiliki oleh para petani dan masyarakat kotarih serta membela atas kezaliman yang dilakukan oleh PT Sri Rahayu Agung terhadap para petani dan masyarakat kotari berpuluh-puluh tahun yang dimana kami turun langsung ke lapangan Pada tanggal 9 April 2021 dan melihat daerah lahan 2092 hektar dan 86 hektar dengan kondisi serta lingkungan jalan dan lain-lain sangat memprihatin,” jelasnya.
Apalagi permasalahan dengan karyawannya sendiri yang dikeluarkan (dipecat) tidak dengan berprikemanusiaan di masa pandemi covid 19 tanpa diberikan hak pesangonnya dan ketidak pedulian PT Sri Rahayu Agung dalam konstribusi untuk memberikan CSR ke para petani dan masyarakat tidak pernah ada disalurkan kepada masyarakat sekitar.
Dan menurut kami juga peran kepala Desa dan Kecamatan maupun dinas-dinas terkait sangat lamban dan tidak peduli terhadap para petani dan masyarakat kotarih dalam membela kepentingan lingkungan, semestinya mereka pro aktif dan dapat menegur langsung PT Sri Rahayu Agung dalam konstribusi CSR untuk masyarakat desa sekitarnya.
“Dan dengan terjadinya seperti ini kami juga menduga bahwa PT Sri Rahayu Agung tidak melakukan kewajiban bayar pajak untuk daerah maupun pusat,” pungkasnya. (red)