Medan (Pewarta.co)-Kasus dugaan penipuan pengerjaan Rumah Sakit Type C di Medan Labuhan dengan terdakwa Ir Taufik Ramadhi selaku Komisaris PT Guna Karya Nusantara (GKN) kembali berlanjut, di Ruang Cakra 9 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (31/5/2021).
Baregendakan mendengarkan keterangan saksi yang meringankan, Firdaus Tarigan SH selaku penasihat hukum terdakwa menghadirkan Hendrawan Nugroho Suparyono selaku Direktur 1 PT GKN dan Priana Yogasuara selaku mantan kuasa hukum terdakwa.
Dalam saksi Hendrawan, dalam kasus ini ia yang membidangi wilayah Sulewesi Selatan diminta oleh Direktur Utama PT GKN, Wawan Darmawan untuk tanggung renteng melunasi utang pajak perusahaan sebesar Rp18 miliar.
“Saat itu saya menjabat sebagai Direktur Canang Manado dan Gorontalo. Kami dipanggil untuk tanggung renteng karna mendapat paket pekerjaan tanggal 19 Juli 2019. Jadi kami sepakati untuk tanggung renteng,” ujarnya dihadapan hakim ketua Merry Dona.
Namun kata dia, hal tersebut hingga kini belum terealisasi. Hanya Cabang Tanjungpinang yang menurutnya telah melunasi tanggung renteng. Lantas hakim menyinggung tentang penggerjaan proyek RS Type C di Medan Labuhan, yang menurut saksi Hendrawan tender ditandatangani saksi korban Bayu Afandi Nasution selaku Direktur 5 PT GKN.
Dalam pengerjaan proyek itu katanya, perusahaan yang dipakai PT GKN dengan direktur Nuke Nugraha Dwi Patria. Hanya saja sewaktu tender, ia tidak terlibat begitupun terdakwa yang telah diangkat sebagai Komut di PT GKN.
Hakim kemudian menyinggung mengenai pemblokiran yang tidak bisa dicairkan. “Kalau itu saya tau yang mulia, ada surat yang dikirim pak Wawan Darmawan tanggal 1 Juli 2019. Surat itu untuk direktur cabang isinya pemberitahuan utang pajak PT Guna Karya Nusantara senilai Rp18 milliar,” bebernya.
Saat itu lanjutnya, para direktur cabang di undang termasuk terdakwa yang saat itu masih menjabat sebagai direktur 4 wilayah Sumatera. Menurutnya, saat itu tidak ada membicarakan mengenai utang pajak perusahaan. “Khusus membicarakan yang akan ditanggung renteng ke kami yang memiliki paket pekerjaan senilai Rp107 miliar,” ungkapnya.
Kemudian yang menjadi masalah, katanya lagi, akibat proyek pengerjaan RS Type C di Medan Labuhan ini, semua rekening karyawan PT GKN terblokir. “Termasuk kami di Sulsel tidak bisa dicairkan senilai Rp6 miliar. Bayu senilai Rp9,5 miliar,” sebutnya.
Kemudian, untuk tanggung renteng utang pajak perusahaan, saksi korban Bayu mentransfer uang Rp650 juta, yang disebut saksi telah terjadi pemindahan bukuan. “Persisnya saya tidak tau, yang saya tau Rp650 juta. Tujuannya untuk buka blokir. Setau saya pemiliknya PT Guna Karya Nusantara cabang Sumut,” jelasnya.
Hakim kemudian menyinggung bahwa terdakwa pernah memberikan uang Rp117 juta untuk membuka blokir. Namun saksi Hendrawan mengaku, bahwa terdakwa tidak menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi terdakwa. “Informasi dari PT GKN tidak ada, bahwasannya uang itu masih ada,” pungkasnya.
Sementara itu, saksi Priana Yogasuara disentil majelis hakim yang dinilai kurang bertanggung jawab dalam mendampingi terdakwa sewaktu dalam penyelidikan di Polrestabes Medan. Saat itu, ia diberikan kuasa pada tanggal 16 Juli dan 22 Agustus 2020. Kemudian pencabutan kuasa 31 Maret 2021, setelah berstatus tersangka. Saat kuasa dicabut, ia mengaku tengah berada di Bandung.
“Kesalahan bukan dari penyidiknya, tapi dari anda sendiri, sehingga penyidik kepolisian menunjuk saudara Riski Sinurat dari Prodeo mendampingi Ir Taufik,” tegasnya. Firdaus menimpali, jika penunjukan Riski Sinurat sebagai penasihat terdakwa atas permintaan Ketua penyidik Zikri Sinurat yang tak lain orangtua Riski.
Mengutip surat dakwaan JPU Chandra Naibaho, perkara yang menjerat warga Kota Bandung, Jawa Barat itu, bermula saat adanya pemberitahuan bahwa perusahaan yang akan dipakai untuk mengikuti lelang pengerjaan Rumah Sakit Type-C di Medan Labuhan adalah perusahaan terdakwa Taufik yaitu PT Guna Karya Nusantara yang beralamat di Jalan Suryalaya Bandung Jawa Barat.
Pada 6 April 2018, saksi korban bersama dengan saksi Riadh Alfi Nasution bertemu dengan terdakwa, dalam rangka pengecekan berkas. Terdakwa mengatakan kepada saksi korban bahwa PT Guna Karya Nusantara tidak ada masalah dan pembayaran dana proyek dari awal sampai selesai pasti berjalan tanpa ada kendala.
Singkat cerita, akibat perbuatan terdakwa maka saksi korban mengalami kerugian sebesar Rp11.352.168.044.
Perbuatan terdakwa Taufik Ramadhi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 KUHPidana. (red)