Medan (Pewarta.co)- Tanah wakaf yang menjadi tempat pemakaman umum (TPU) muslim di lahan garapan eks HGU PTPN IV, tepatnya di Pasar IV, G. Wakaf Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Seituan, kini menjadi sorotan. Pasalnya, pengurus TPU tersebut membanderol Rp 5 juta untuk 1 liang Lahat bagi warga yang ingin menguburkan jenazah di lahan ini.
Hal ini dialami oleh Zulfadli Siregar (41) bersama istrinya, Juli Yamagishi (38) warga yang berdomisili di Pasar VII, Makmur ujung, Anggrek 27, Desa Sambirejo Timur, Kecamatan Percut Seituan. Di mana saat itu, ibundanya meninggal dunia dan berniat akan dikuburkan dalam satu liang Lahat bersama yang telah wafat sebelumnya di pekuburan tersebut.
Namun anehnya, saat hendak ditanyakan proses pekuburan jenazah ibunya, pihak yang mengaku sebagai wakil ketua STM, Dusun Kenanga Jalan Sederhana, Desa Sambirejo Timur, mengatakan bahwa biaya pemakaman dikenakan sebesar 5 juta rupiah.
Tentu saja hal ini sangat mengejutkan dan di luar kemampuannya sebagai keluarga yang mengalami kemalangan.
Karena biaya yang memberatkan tersebut, pasangan suami istri ini pun dengan sedih dan kesal tidak jadi memakamkan ibundanya dalam satu liang lahat bersama makam mendiang ayahnya.
“Aneh kami rasa, awalnya mereka minta Rp 700 ribu tapi malah berujung diminta Rp 5 juta karena kami dianggap pendatang atau bukan warga lingkungan sini,” kata Zulfadli, Selasa (31/1/2023) sore.
Menanggapi hal ini, wartawan mencoba mencari info kebenaran tentang kebijakan ini. Hasilnya, diduga berdasarkan kebijakan yang diambil oleh Saring, selaku Kepala Dusun (Kadus) 4 yang juga menjabat sebagai Kaur Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Seituan.
Saat dikonfirmasi terkait kebijakan biaya pemakaman yang dinilai kejam seperti mencekik leher ini ternyata tidak ditampik sang kadus.
Kata Saring, banderol Rp 5 juta itu dipatok sebagai bentuk penolakan warga di luar Desa Bandar Klippa, karyawan aktif PTPN IX, pensiunan dan STM 3 desa saja.
“Kalau yang bersangkutan tidak menjadi anggota STM tanah wakaf di sini dan bukan penduduk warga Bandar Klippa maka dikenakan biaya sebesar itu,” jawab Saring enteng.
Saring yang diketahui masih berstatus pelaksana tugas (Plt). Kadus 4 ini, mengaku hal itu bukan kebijakannya melainkan kesepakatan bersama Kadus Bandar Klippa pada waktu itu.
“Karena selama ini orang dari luar di TPU muslim yang notabene kuburan itu diperuntukkan bagi warga Desa Bandar Klippa,” katanya lagi.
Dilanjutkannya, setelah pergantian pengurus, maka diambil kebijakan bersama dengan anggota STM dari 3 desa yaitu Bandar klippa, Desa Tembung, dan Sambirejo Timur yang berjumlah 38 STM, dengan jumlah anggotanya sekitar 11.000 KK yg tercakup di STM, tanah wakaf.
“Sebetulnya penolakan secara halus, jadi jangan salah tanggap kami mencari keuntungan dan seolah mencekik leher,” pungkasnya.
Saat dipertanyakan apakah hal ini dibenarkan sesuai dengan aturan, Plt. Kadus 4 sekaligus Kaur Desa Bandar Klippa inj menjawab kalau intinya tanah wakaf Pasar IV, yang diperuntukan untuk masyarakat Bandar Klippa, karyawan aktif PTPN IX dan pensiunan karyawan.
“Soal tarif itu bahasa lembutnya untuk menolak bagi orang yang bukan warga Bandar Klippa, karyawan PTP IX sekarang PTPN II, dan anggota STM tanah wakaf yang dikebumikan di Pasar IV ini,” tandasnya beralibi. (red)